Catatan Kecil dari Semangat Sampang menuju Deklarasi ODF
– Open Defecation Free Declair -
Minggu kemarin, tanggal 27 s/d 29 April 2009, atas inisiatif Pak Budi Purwanto, dan atas undangan shohibul bait - Pak Nisam, kita road to Sampang. Sebuah perjalanan dengan misi menuju Sampang ODF – Pelatihan Fasilitator SToPS (dengan metode CLTS) – begitu Shohibul Bait memberikan judul acara ini. Pelatihan ini diikuti oleh tim lintas sektor Kabupaten, Tim Kecamatan serta kader Desa.
Reflek awal dan spontan berkecamuk dalam fikiranku adalah catatan dengan garis bawah tebal, bahwa gerakan (merubah perilaku) di tengah masyarakat Madura akan banyak menguras energi dengan tingkat kesulitan tinggi. Itu juga (agaknya) yang menjadi dasar pemilihan prioritas lokasi awal SToPS di beberapa tempat seringkali mempertimbangkan faktor ini. Dan itu dimulai saat Jembatan Suramadu terlihat samar dari atas kapal Putri Koneng, yang bergerak perlahan antara Ujung dan Kamal. Joke mati ketawa cara Madura pun terlontar, bahwa jembatan itu (dikawatirkan) sebentar lagi akan menjelma menjadi WC terpanjang, dan lain-lain, dan lain-lain.
Proses itu dimulai saat para calon fasilitator CLTS mulai memperkenalkan diri dan meng-eksploar harapan dan kekawatiran mereka terhadap pelatihan ini. Dan berikut sebagian dari catatan mereka :
- Mereka berharap banyak bahwa pelatihan ini dapat dilaksanakan di lapangan, dapat ditindak lanjuti ke masyarakat, serta dapat mewujudkan desa yang sehat
- Disamping harapan diatas mereka juga membuat daftar kekawatiran terhadap pelatihan ini : Kawatir metode CLTS tidak dapat berlanjut, tidak bisa menerapkannya di lapangan, kawatir masyarakat tidak merespon, takut/sulit mengajak masyarakat, serta kawatir bahwa program dan kegiatan ini tidak berjalan sesuai rencana.
Detik-detik
kematian ?, mobilitas kapal ini sebentar lagi terhenti seiring
kaki-kaki jembatan Suramadu berdiri kokoh diatas selat Madura – atau
mereka akan bergeser posisi ke arah penyeberanagan Jangkar - Kalianget ?
Apabila kita simak harapan dan kekawatiran diatas, terdapat sejuta kesamaan dengan berbagai pelatihan serupa yang pernah dilaksanakan di daerah lain sebelum ini. Sampai disini kami mulai merasakan aroma optimisme, bahwa catatan peserta masih “standart – standart” saja. Optimisme ini semakin besar pada saat melihat peserta pelatihan yang menurut kami sangat Qualified. Banyak diantara mereka kader dengan basic kultural Kyai dan ustadz, serta beragam profesi dari sanitarian, perawat dan dokter serta dokter gigi. Dan yang menggembirakan mereka mulai sehati dengan roh pemberdayaan masyarakat dengan metode CLTS ini. Mereka selalu bersemangat, aktif bependapat, dan terbuka menerima pembelajaran.
Proses Pemicuan
Rencana awal Pemicuan pada masyarakat dilaksanakan pada hari ke 2 siang, namun mempertimbangkan (antara lain) tingkat kemudahan mengumpulkan masyarakat, proses ini dilaksanakan pada hari ke – 3 (pagi).
Simulasi Pemicuan : Peserta Pelatihan bereksperimen dengan berbagai teknik dan metode pemicuan yang telah didapatkan selama pelatihan ... ternyata mereka jauh lebih terampil dan bersemangat dari perkiraan kita ....
Kesepakatan awal sebelum pemicuan, proses pelaksanaan akan dilakukan sesuai tahapan sebagai berikut (tahapan ini dengan mulus ditepati oleh hampir seluruh kelompok).
A. Perkenalan
1. Bina suasana (Nama)
2. Penyampaian tujuan (belajar)
Suasana perkenalan dan bina suasana (wilayah Rapa Daya) yang dilakukan
fasilitator ... enjoy hadirin ... enjoy semuanya ... langkah awal yang menjanjikan
B. Transect Walk
1. Mencari lokasi kebiasaan BAB
2. Temukan lokasi yang jorok
3. Ajak masyarakat untuk melihat langsung
Sang lakon (maaf – TAI) telah ditemukan dengan sukses ..
ternyata tidak jauh dari lokasi kita berkumpul kawan ...
C. Pemetaan
(Cari tempat yang nyaman, luas, teduh)
1. Buat peta di tanah (oleh masyarakat)
2. Tandai batas-batas wilayah dan lokasi BAB (kebun, sungai, laut)
3. Tandai rumah-rumah mereka
4. Tandai mereka yang punya jamban
5. Bagi yang tidak punya jamban, kemana mereka BAB dan tandai.
Pembuatan peta bersama masyarakat .. Tidak perlu mempergunakan Google earth atau GPS nya Blackstrowberry ... peta yang amat aplikatif tergambar jelas diatas bumi pertiwi ...
D. Analisa
1. Hitung berapa banyak kotoran/tinja yang dihasilkan ( per orang/hari/KK/dusun/bulan/tahun)
2. Bagaimana kondisi lingkungan mereka
3. Bagaimana penularan penyakit
4. Demo minuman mineral
5. Cuci muka dengan air
Analisa sederhana tidak selamanya menghasilkan output sederhana ... yang penting prosesnya benar ... soal hasil masyarakat jauh lebih pintar ..
E. Rencana Tindak Lanjut
1. Tanyakan bagaimana mau berubah?
2. Kapan ? masing-masing dan total wilayah.
3. Beri tepukan yang mau berubah
4. Catat mereka yang mau berubah
5. Bentuk komite
6. Orang-orang yang mau berubah dan yang berkomitmen
7. Susun strategi untuk pencapian (kapan bisa ODF, bagaimana untuk mencapainya)
8. Peta sosial
Sebagaimana proses pemicuan lainnya, konsep pemberdayaan dengan melakukan eradikasi upper-lower harus sudah dimulai (antara lain) dengan merekonstruksi reflek – yang sudah terlanjur berbentuk tetek bengek kelengkapan SPJ … - menjadi ingatan akan konsep PRA dengan Attitude and Behaviour Change (bahwa fokus obyeknya adalah fasilitator).
Rekonstruksi ingatan itu antara lain …
Boleh dilakukan
|
Tidak boleh dilakukan
|
Memicu kegiatan setempat
|
Memberitahu yang baik dan buruk
|
Membiarkan masyarakat menyadari sendiri
|
Fasilitator menjadi pemimpin
|
Fasilitaro memberikan pertanyaan pancingan
|
Mengajari/menggurui
|
Melibatkan masyarakat dalam pengadaan alat untuk fasilitasi
|
Menawarkan subsidi
|
Kembalikan pertanyaan ke masyarakat sendiri
|
Langsung memberikan pertanyaan ke masyarakat
|
Memfasilitasi masyarakat untuk memicu rasa jijik
|
Menyuruh membuat jamban
|
Memfasilitasi
|
Memberi alat/petunjuk
|
Back to Sampang …
Sebelum berangkat ke lapangan, dilakukan pembagian tugas dalam tim sebagaimana pelatihan CLTS lain. Tim ini dibagi dalam 5 kelompok (5 Desa Sasaran) dengan pembagian tugas sebagai berikut :
Tugas/Desa
|
Desa Jrangoan
|
Desa
Dalem
|
Desa
|
Desa Taddan
|
Desa
Sejati
|
Lead Facilitator
|
Moh Yanto
|
Alif Khoir
|
KH. Abdul Wahib
|
Bustami
|
Iskandar
|
Co Facilitator
|
Badri
|
Siti Hajar
|
M Rowi
Faqih
|
Zaini
|
Lindah K
Siti Nurin Ain
|
Content Recorder
|
M. Sukri
Rosidah
|
Tri Yuniarti
Irwan Sutanto
|
Nyai Nurul
Maimuna
|
Eni
Ririn
|
Ibrohim
Mutik
Musrifah
|
Process Facilitator
|
Hartatik
|
Endang R
Sri Djumilah
|
Sisyanton
RO Huda
|
Madani
Hendri
Faris
|
Romlah
Mathari
Dhe’i
|
Environment Setter
|
Suyanto
Subaidah
Siti Hotimah
Sunarto
|
Jupri
Aziz
|
Yusri
Amir FS
Niman
|
Agus
Rusdi
Tohar
|
Fudin
Sam Ali
|
Hasil Pemicuan
Sebetulnya sebelum dilakukan praktek pemicuan ke desa sasaran (Desa : Rapa Daya, Rongdalem, Jrongoan, Tanddan, dan desa Sejati), perasaan optimisme sudah terlihat jelas, baik bagi kami (dari Lumajang) maupun peserta. Serangkaian simulasi yang dilakukan dalam kelompok besar maupun per kelompok memperlihatkan potensi besar peserta, baik dari aspek penguasaan konsep maupun aplikasi semangat (siapa tahu sangat terinspirasi yel-yel SAMPANG ... HARUS BISA !!! yang telah disepakati dipakai selama pelatihan ini).
Ada catatan menarik yang tidak ditemui di tempat kami, di Sampang selama pelatihan terlihat totalitas semangat dari peserta dengan latar belakang profesi dokter dan perawat (selain sanitarian dan kader tentunya). Hal ini semakin menambah optimisme itu.
Kami sempat mengikuti proses pemicuan di wilayah Omben, dengan tingkat kehadiran cukup banyak masyarakat, dengan proses transect walk yang sempurna (menemukan sample yang dicari di sungai), dengan lokasi pembuatan peta yang rindang dan sepoi angin menerpa (dibawah pohon bambu di pinggir sungai), dengan joke-joke segar menggelitik yang dilontarkan fasilitator, dengan semakin sempitnya jarak antara masyarakat dengan fasilitator, dengan beberapa masyarakat mulai terusik fikiran bawah sadarnya akan rasa jijik dan rasa malu terhadap cara BAB mereka, maka ... tunggu apa lagi ... meledaklah trigering itu ...
Maka tepat pukul 12.30 Waktu Indonesia Bagian Sampang hari itu, berkumpullah 50 warga masyarakat yang terpicu (jumlah yang cukup banyak), sekaligus yang didaulat sebagai komite desa, di tempat pelatihan. Untuk selanjutnya tugas Pak Budi semakin lapang saja, mengeksploar mereka dengan pertanyaan dan lontaran bertubi-tubi tentang perubahan dan semangat menuju kehidupan yang lebih baik. Sebuah serangan yang menohok dan sangat terarah, karena korlap (new fasilitator made in sampang) telah bekerja dengan sangat manis, sehingga komite tidak ada pilihan lain selain berlomba berburu dengan waktu menuju fastabikhul khoirat mewujudkan annadhoofatu minal iman – roh perubahan itu – dusun ODF.
Dan pasca kejadian ini - tugas Fasilitator telah menanti, tugas awal dari serangkaian proses yang sebagian telah dijalani, tugas monitoring. Dan tugas ini mengharuskan melakukan sinergi dan koalisi (bukan Pilpres ... ), antara seni menyemangati, reward, dan seni olah kompetisi (mengutip salah satu jargon Otonomi Award JPIPP “ Tiada Kemajuan Tanpa Kompetisi”. Dan jika skenario ini mulus, Pak Nizam tinggal memikirkan sedikit pos anggaran dalam PAK, untuk melakukan ritual Deklarasi ODF .....