Sumur gali harus ditempatkan jauh dari sumber pencemar. Apabila letak sumber pencemar lebih tinggi dari sumur dan diperkirakan aliran air tanah mengalir ke sumur, maka jarak minimal sumur terhadap sumber pencemar adalah 11 meter. Jika letak sumber pencemar sama atau lebih rendah dari sumur, maka jarak minimal adalah 9 meter dari sumur. Sumber pencemar dalam hal ini adalah jamban, air kotor/comberan, tempat pembuangan sampah, kandang ternak dan sumur/saluran resapan (Depkes, 1995).
1. Tempat pembuangan kotoran manusia
a. Dampak terhadap kesehatan
Chandra (2007), mengatakan bahwa di negara berkembang masih banyak terjadi pembuangan tinja secara sembarangan akibat tingkat sosial ekonomi yang rendah, pengetahuan di bidang kesehatan lingkungan yang kurang dan kebiasaan buruk dalam pembuangan tinja yang diturunkan dari generasi ke generasi. Kondisi tersebut terutama ditemukan pada masyarakat di perdesaan dan di daerah kumuh perkotaan.
Ditinjau dari kesehatan kotoran manusia dapat menjadi masalah yang sangat penting. Pembuangan tinja secara tidak baik dan sembarangan dapat mengakibatkan kontaminasi pada sarana air bersih dan akan mendatangkan bahaya bagi kesehatan, karena penyakit yang tergolong water borne disease akan mudah terjangkit.
Menurut Soemadji (1989), faeces atau tinja manusia selalu dipandang sebagai benda yang membahayakan kesehatan sebagai sumber penularan penyakit perut. Untuk mencegah penularan dan penyebaran penyakit tersebut, maka kotoran manusia harus dibuang menurut aturan-aturan tertentu.
b. Ketentuan jarak jamban dengan sumur
Untuk melindungi sumur gali dari pencemaran yang berasal dari tempat pembuangan tinja, ada persyaratan teknis yang perlu diperhatikan terkait jarak antara jamban dengan sumur gali. Beberapa pendapat mengemukakan bahwa jarak antara jamban dengan sumur gali adalah 15 meter. Bukan berarti bahwa sumber air dapat dijamin/dipastikan tidak akan mendapatkan pengotoran dari pembuangan kotoran tersebut.
Menurut Warsito (1990), di Indonesia pada umumnya berlaku jarak jamban dengan sumber air antara 8-15 meter. Sedangkan Departemen Kesehatan dan Departemen Pekerjaan Umum menetapkan jarak minimum sumur gali dengan jamban/tangki septik adalah 10 meter. Perbedaan pendapat ini dikarenakan adanya perbedaan iklim serta jenis dan topografi tanah.
Chandra (2007) mengatakan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi ukuran jarak yang aman antara jamban dengan sumber air yaitu: a) kedalaman airtanah; b) arah dan kecepatan aliran airtanah; c) jenis tanah, tanah yang berbatu dan berpasir memerlukan jarak yang lebih jauh dibandingkan dengan jarak yang diperlukan untuk daerah yang lapisan tanahnya terbentuk dari tanah liat; d) iklim, daerah yang curah hujannya tinggi, jarak sumur harus lebih jauh dari jamban; e) kelembaban tanah, bakteri patogen lebih tahan pada tanah yang basah dan lembab; dan f) topografi tanah, topografi tanah dipengaruhi oleh kondisi permukaan tanah dan sudut kemiringan tanah.
Pada daerah yang permukaan tanahnya miring/tidak rata maka harus menempatkan pembuangan kotoran pada bagian tanah yang lebih rendah dari sumber air atau sejajar. Jika tidak mungkin, jarak 15 meter akan mencegah pencemaran bakteri ke sumur. Penempatan jamban harus diusahakan agar tempat pembuangan kotoran jangan sampai lurus di atasnya, melainkan agak menyamping di sebelah kanan atau di sebelah kiri.
2. Tempat pembuangan sampah
a. Dampak terhadap kesehatan
Sampah adalah sesuatu yang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi atau sesuatu yang dibuang yang berasal dari kegiatan manusia dan tidak terjadi dengan sendirinya. Menurut Freeze (dalam Desvita, 2001), suatu timbunan sampah tidak hanya disusun oleh komponen - komponan padat saja, tetapi terkandung pula cairan sampah atau lindian (leacheate), yang tersusun oleh unsur-unsur kimia, baik zat organik maupun anorganik dan sejumlah bakteri patogen atau parasitik, sehingga bersifat racun dan berbahaya bagi kesehatan manusia. Apabila lindian tersebut meresap ke dalam airtanah maka terkontaminasilah airtanah. Peristiwa ini dapat terjadi bila sampah padat dibuang atau ditimbun pada suatu daerah yang kondisi geologi, geomorfologi dan hidrogeologinya rawan, serta ditimbun dengan cara yang keliru.
b. Ketentuan jarak terhadap sumur
Kontaminasi airtanah akan mencapai kondisi yang optimum bila muka air tanah sangat dekat dengan permukaan tanah, sehingga sampah secara terus-menerus berhubungan dengan air tanah. Kondisi ini dapat dikurangi bila muka airtanah berada lebih dalam atau terletak jauh di bawah tempat timbunan sampah (Freeze dalam Desvita, 2001). Dalam usaha mengurangi pengaruh sampah terhadap kualitas air, maka sampah harus ditempatkan pada tempat tertentu. Untuk daerah yang padat penduduknya sampah harus ditempatkan pada wadah yang terbuat dari bahan kedap air dan tahan lama. Sedangkan pada daerah yang penduduknya masih jarang, tempat pembuangan sampah tidak boleh berdekatan dengan sumber air yang ada. Untuk menghindari kontaminasi terhadap sumber air, Departemen Kesehatan RI menetapkan jarak minimal antara tempat penampungan sampah dengan sumur sejauh 10 meter.
3. Kandang ternak
Kandang ternak yang berada dekat dengan pemukiman penduduk dapat menimbulkan gangguan seperti timbulnya bau yang tidak sedap, selain itu bila kandang ternak berada dekat dengan sumber air dapat mengakibatkan pencemaran pada air. Menurut Sutomo & Wiranto (1994), dari penelitian yang pernah dilakukan menyatakan bahwa, kotoran asal ternak bercampur dengan sisa pakan merupakan limbah yang dapat mencemari lingkungan dan tidak baik terhadap kesehatan. Dari sampel air sumur di sekitar kandang yang diperiksa ternyata jumlah bakteri kolinya tinggi. Untuk menghindari pencemaran yang berasal dari kandang ternak, sebaiknya sumur berada jauh dari kandang ternak. Berdasarkan ketentuan dari Departemen Kesehatan jarak minimal antara kandang ternak dengan sumber air adalah 10 meter (Depkes RI, 1995).
4. Tempat pembuangan limbah cair rumah tangga
a. Dampak terhadap kesehatan
Menurut Chandra (2007), air limbah rumah tangga adalah air limbah yang tidak mengandung eksreta manusia dan dapat berasal dari buangan kamar mandi, dapur, air cuci pakaian dan lain-lain yang mungkin mengandung mikroorganisme patogen. Bakteri patogen yang terdapat di dalam air limbah ini biasanya termasuk golongan E. coli. Jika sistem pembuangan limbah rumah tangga tidak terkoordinasi dengan baik, limbah tersebut dapat mengakibatkan terjadinya pencemaran airtanah yang dapat menyebabkan terjadinya penyebaran beberapa penyakit menular.
b. Ketentuan jarak terhadap sumur
Mekanisme pencemaran dalam tanah sebagian besar terjadi atas dukungan faktor-faktor topografi tanah, porositas dan permeabilitas tanah dimana pergerakan air/siklus hidrologi mempunyai peranan besar dalam memperluas jangkauan pencemaran. Untuk mencegah pencemaran khususnya terhadap sumber air rumah tangga (sumur), maka lokasi penampungan limbah cair tidak boleh berdekatan. Jarak minimum tempat pembuangan limbah cair rumah tangga yang disyaratkan adalah 10 meter dari sumber air (Anonim, 1996 & Depkes RI, 1995).
c. Metode pengolahan air limbah
Untuk mencegah pencemaran terhadap sumber air, air limbah sebelum dilepas ke pembuangan akhir harus menjalani pengolahan terlebih dahulu. Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk mengolah air limbah (Chandra, 2007), di antaranya adalah sebagai berikut :
- Cesspool. Bentuk cesspool ini menyerupai sumur tetapi digunakan untuk pembuangan air limbah. Dibuat pada tanah yang porous (berpasir) agar air buangan mudah meresap ke dalam tanah. Bagian atas tembok agar tidak tembus air;
- Sumur resapan. Sumur resapan merupakan tempat penampungan air limbah yang telah mengalami pengolahan dalam sistem lain, misalnya dari aqua privy atau septic tank. Dengan cara ini air hanya tinggal mengalami peresapan ke dalam tanah;
- Septic tank, merupakan metode terbaik untuk mengolah air limbah walaupun biayanya mahal, rumit dan memerlukan tanah yang luas;
- Sistem riool. Sistem riool menampung semua air kotor dari rumah maupun dari perusahaan dan terkadang menampung kotoran dari perusahaan.