Blog Kesmas

happu diet photo Diets250x150.gif

Inspeksi Sanitasi

Weight Loss Diet

Update Tablet

info-ponselhp photo InfoHOFlash_zpsc6939bc5.gif

Public Health Blog

daftar isi sanitasi photo DAFTARISIBLOG2.gif

image header

Written By diabettic diet exchange on Monday, July 3, 2017 | 8:56 PM


8:56 PM | 0 comments | Read More

Variabel Tempat pada KLB

Written By Lumajangtopic on Wednesday, April 6, 2016 | 7:13 AM

Mengambarkan KLB Berdasarkan Variabel  Tempat 

Beberapa pertanyaan terkait variable Tempat pada kasus KLB antara lain : Dimanakah distribusi geografik yang paling bermakna dari kasus-kasus (menurut) tempat tinggal? Tempat kerja? Tempat lain?; Berapakah angka serangan (attack rate) pada setiap satuan tempat/geografik?

Informasi yang dikumpulkan pada waktu penghitungan diharapkan dapat memberikan petunjuk mengenai populasi yang mempunyai risiko menurut tempat. Hal ini dipadukan dengan informasi lain, diharapkan dapat membantu mengidentifikasikan sumber infeksi dan cara penularan.

'Spot map' dari kasus-kasus dibuat untuk mengetahui adanya pola tertentu dalam distribusi kasus menurut tempat. Dengan mempunyai alamat dari para kasus dan sebuah peta dari daerah yang bersangkutan, dapat diletakkan titik atau jarum pada peta untuk mewakili kasus dan menggambarkan distribusinya menurut tempat tinggal. Perlu dicari pengelompokan kasus, yang mungkin sesuai dengan lingkungan geografik tertentu, seperti blok sensus, lingkungan pembuangan limbah, dan daerah sekolah. Jika memang terdapat pengelompokkan, hubungan dengan kemungkinan sumber infeksi seperti air, susu atau bahan makanan mungkin menjadi tampak jelas.

Apabila pengelompokan menurut tempat tinggal tidak tampak secara nyata, hal itu mungkin disebabkan karena tidak digunakan "tempat” yang sesuai. Misalnya, memetakan kasus-kasus brucellosis pada manusia menurut tempat tinggal mungkin tidak akan mengungkapkan sesuatu, sedangkan memetakannya menurut tempat kerja mungkin memberikan petunjuk yang diperlukan tentang sumbernya. Mungkin pula terjadi bahwa sekalipun tidak tampak pengelompokan secara nyata, distribusi spasial itu masih bermakna. Apabila penyebab penyakit itu menyebar terbawa udara, maka pola yang terlihat mungkin dapat diterangkan oleh arah angin pada saat paparan kasus terhadap penyebab itu. Apabila penyebab penyakit menyebar melalui air, maka penyebaran kasus yang luas secara geografik dapat berarti bahwa seluruh populasi terancam terpapar.

Bagaimana pun pola geografik yang terlihat pada 'spot map', penilaian variasi geografik dari risiko paparan atau risiko infeksi harus memperhitungkan distribusi populasi. Hal itu berarti bahwa perlu dihitung angka serangan menurut daerah (specific attack rate area), dan kesimpulan perbedaan risiko pada daerah-daerah yang berlainan harus didasarkan pada 'rate' dan bukan pada jumlah kasus saja.

Situasi-situasi khusus lainnya terjadi dalam hubungan dengan kasus-kasus di berbagai institusi. Misalnya jika kasus-kasus adalah karyawan atau pasien rumah sakit, mereka harus dianalisis menurut tempat kerja atau tempat tinggal mereka : lantai, bangsal, kamar, bagian atau tempat tidur. Apabila penyelidikan menunjuk kepada adanya hubungan dengan sebuah sekolah, informasi tentang "tempat" mungkin diolah dan dianalisis menurut ruang-ruang kelas di dalam sekolah yang bersangkutan. (Tabel 5).

Analisis suatu KLB menurut tempat dianggap telah dilakukan dengan baik apabila angka insidens untuk daerah-daerah bagiannya mengungkapkan bahwa populasi di satu atau lebih daerah bagian itu mempunyai risiko paparan yang lebih tinggi secara bermakna daripada risiko rata-rata.

Sumber : Buku Pedoman Penyelidikan dan Penanggulangan Kejadian Luar Biasa Penyakit Menular dan Keracunan Pangan (Pedoman Epidemiologi Penyakit), Edisi Revisi Tahun 2011, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2011



7:13 AM | 0 comments | Read More

PP Nomor 81 Tahun 2012 Tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga

Written By Lumajangtopic on Wednesday, March 2, 2016 | 1:09 AM

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 81 Tahun 2012 Tentang Pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah Rumah tangga

Beberapa pengertian dalam Peraturan pemerintah ini diantaranya :
  1. Sampah rumah tangga adalah sampah yang berasal dari kegiatan sehari-hari dalam rumah tangga yang tidak termasuk tinja dan sampah spesifik.
  2. Sampah sejenis sampah rumah tangga adalah sampah rumah tangga yang berasal dari kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas sosial, fasilitas umum, dan/atau fasilitas lainnya.
  3. Pengelolaan sampah adalah kegiatan yang sistematis, menyeluruh, dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah.
  4. Sumber sampah adalah asal timbulan sampah.
  5. Tempat penampungan sementara (TPS) adalah tempat sebelum sampah diangkut ke tempat pendauran ulang, pengolahan, dan/atau tempat pengolahan sampah terpadu.
  6. Tempat pengolahan sampah dengan prinsip 3R (reduce, reuse, recycle) atau TPS 3R adalah tempat dilaksanakannya kegiatan pengumpulan, pemilahan, penggunaan ulang, dan pendauran ulang skala kawasan.
  7. Tempat pengolahan sampah terpadu atau TPST adalah tempat dilaksanakannya kegiatan pengumpulan, pemilahan, penggunaan ulang, pendauran ulang, pengolahan, dan pemrosesan akhir.
  8. Tempat pemrosesan akhir atau TPA adalah tempat untuk memroses dan mengembalikan sampah ke media lingkungan.
Pada pasal lain disebutkan, bahwa pengaturan pengelolaan sampah bertujuan untuk menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup dan kesehatan masyarakat; dan menjadikan sampah sebagai sumber daya.

Pada pasal 4, Kebijakan dan Strategi Pengelolaan Sampah, antara lain dilakukan dengan beberapa metode, antara lain : a). pembatasan timbulan sampah; b). pendauran ulang sampah; c). pemanfaatan kembali sampah; d). pemilahan sampah; e). pengumpulan sampah; f). pengangkutan sampah; g). pengolahan sampah; h). pemrosesan akhir sampah; dan i). pendanaan.

Pada Pasal 10, penyelenggaraan pengelolaan sampah meliputi: pengurangan sampah; dan penanganan sampah. Pengurangan Sampah dilakukan dengan: pembatasan timbulan sampah; pendauran ulang sampah; dan/atau pemanfaatan kembali sampah.

Pengurangan sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara:
  1. menggunakan bahan yang dapat diguna ulang, bahan yang dapat didaur ulang, dan/atau bahan yang mudah diurai oleh proses alam; dan/atau
  2. mengumpulkan dan menyerahkan kembali sampah dari produk dan/atau kemasan yang sudah digunakan.
Produsen wajib melakukan pembatasan timbulan sampah dengan: menyusun rencana dan/atau program pembatasan timbulan sampah sebagai bagian dari usaha dan/atau kegiatannya; dan/atau menghasilkan produk dengan menggunakan kemasan yang mudah diurai oleh proses alam dan yang menimbulkan sampah sesedikit mungkin.

Pada pasal 13, Produsen wajib melakukan pendauran ulang sampah dengan:
  1. menyusun program pendauran ulang sampah sebagai bagian dari usaha dan/atau kegiatannya;
  2. menggunakan bahan baku produksi yang dapat didaur ulang; dan/atau
  3.  menarik kembali sampah dari produk dan kemasan produk untuk didaur ulang.
Dalam melakukan pendauran ulang sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), produsen dapat menunjuk pihak lain. Pihak lain, dalam melakukan pendauran ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (2), wajib memiliki izin usaha dan/atau kegiatan. Dalam hal pendauran ulang sampah untuk menghasilkan kemasan pangan, pelaksanaan pendauran ulang wajib mengikuti ketentuan peraturan perundangan-undangan di bidang pengawasan obat dan makanan.

Pada pasal 14, Produsen wajib melakukan pemanfaatan kembali sampah dengan:
  1. menyusun rencana dan/atau program pemanfaatan kembali sampah sebagai bagian dari usaha dan/atau kegiatannya sesuai dengan kebijakan dan strategi pengelolaan sampah;
  2. menggunakan bahan baku produksi yang dapat diguna ulang; dan/atau
  3. menarik kembali sampah dari produk dan kemasan produk untuk diguna ulang.
Pada pasal 15, Penggunaan bahan baku produksi dan kemasan yang dapat diurai oleh proses alam, yang menimbulkan sesedikit mungkin sampah, dan yang dapat didaur ulang dan/atau diguna ulang. Sedangkan penanganan sampah meliputi kegiatan pemilahan; pengumpulan; pengangkutan; pengolahan; dan pemrosesan akhir sampah.

Pada pasal 17, pemilahan sampah dilakukan oleh: setiap orang pada sumbernya; pengelola kawasan permukiman, kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas umum, fasilitas sosial, dan fasilitas lainnya; dan pemerintah kabupaten/kota.

Pemilahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui kegiatan pengelompokan sampah menj adi paling sedikit 5 (lima) jenis sampah yang terdiri atas:
  1. sampah yang mengandung bahan berbahaya dan beracun serta limbah bahan berbahaya dan beracun;
  2. sampah yang mudah terurai;
  3. sampah yang dapat digunakan kembali;
  4. sampah yang dapat didaur ulang; dan
  5. sampah lainnya.
PP Nomor 81 Tahun 2012 Tentang Pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah Rumah tangga secara lengkap dapat DIDOWNLOAD DISINI.
1:09 AM | 0 comments | Read More

Pencegahan Kanker Serviks

Written By Lumajangtopic on Tuesday, February 16, 2016 | 1:25 AM

Pencegahan dan Pengobatan Kanker Serviks

Berikut beberapa saran untuk mencegah kanker serviks (mencegah infeksi virus HPV) :
  1. Jaga kesehatan dan daya tahan tubuh dengan cara konsumsi makanan bergizi. Jalani pola hidup sehat dengan cara makan sayuran, buah dan sereal. Perbanyak makanan yang mengandung vitamin A, C dan E serta asam folat untuk mengurangi risiko kanker leher rahim.
  2. Sebelum menggunakan toilet di tempat umum, selalu bersihkan bibir kloset dengan alkohol. Jangan membersihkan genital dengan air kotor.
  3. Hindari hubungan seks di usia dini. Hindari berhubungan badan dengan banyak partner karena HPV menular melalui hubungan seksual. Hindari berhubungan sex selama masa haid/menstruasi.
  4. Hindari merokok, karena penggunaan tembakau dapat menyebabkan kanker.
  5. Rutin melakukan screening berupa pap smear atau IVA untuk deteksi kanker serviks secara dini.
  6. Vaksinasi dapat dilakukan pada perempuan usia 10-55 tahun dengan jadwal suntikan sebanyak 3 kali, yaitu pada bulan 0, 1 dan 6. Vaksin HPV akan meningkatkan daya imun anak sehingga lebih resistan terhadap virus.
Jika Anda sudah dideteksi menderita kanker serviks, saat ini sudah ada sejumlah metode untuk mengobati kanker serviks. Pada stadium awal, pengobatan kanker serviks dilakukan dengan cara menyingkirkan bagian yang sudah terkena kanker. Misalnya dengan pembedahan listrik, laser atau cyrosurgery (membekukan dan membuang jaringan abnormal).

Untuk pengobatan kanker serviks stadium lanjut, dilakukan terapi kemoterapi dan radioterapi. Pada stadium akhir atau kasus yang parah maka terpaksa dilakukan histerektomi, yaitu bedah pengangkatan rahim (uterus) secara total agar sel-sel kanker yang sudah berkembang dalam kandungan tidak menyebar ke bagian lain dalam tubuh.
1:25 AM | 0 comments | Read More

Laporan KLB

Written By Lumajangtopic on Tuesday, February 2, 2016 | 1:20 AM

Laporan Penyelidikan Kejadian Luar Biasa

Tujuan pokok dari laporan penyelidikan ialah untuk meningkatkan kemungkinan agar pengalaman dan penemuan-penemuan yang diperoleh dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk mendesain dan menerapkan teknik-teknik surveilans yang lebih baik serta tindakan pencegahan dan penanggulangan.

Berikut ini diusulkan sebuah format laporan penyelidikan epidemiologis :
  1. Pendahuluan, menggambarkan peristiwa dan keadaan yang menyebabkan dimulainya penyelidikan.
  2. Latar belakang, yang menguraikan dengan singkat keadaan yang melatarbelakangi masalah, termasuk segi geografis, politis, ekonomis, demografis, dan historis.
  3. Uraian tentang yang dilakukan, termasuk alasan (yaitu hipotesis yang hendak diuji), metode, dan sumber informasi. Contoh topik-topik yang digarap dalam bagian ini ialah penemuan kasus, pemastian diagnosis, penggunaan grup kontrol dan sam pel yang dianalisis.
  4. Hasil penelitian, yang hanya memuat fakta-fakta, dan terutama harus menghindarkan usaha menjelaskan, komentar editorial, diskusi dan opini. Data yang disajikan dapat berhubungan dengan pengalaman masyarakat dengan penyakit ini pada masa lampau dan masa sekarang. Contoh-contoh data yang disajikan dalam bagian ini ialah tabulasi kasus (umur, jenis kelamin, ras, pekerjaan, dan sebagainya) dan angka serangan yang dihitung; waktu mulai sakit (termasuk kurva epidemi); hasil-hasil pemeriksaan laboratorium; serta bukti-bukti lain yang menunjuk kepada suatu kemungkinan sumber infeksi atau yang menyingkirkan kemungkinan atau kecurigaan terhadap suatu sumber.
  5. Analisis data dan kesimpulan, yang merupakan penafsiran dari data dengan tujuan untuk menerima suatu hipotesis dan menyingkirkan hipotesis lain mengenai penyebab, sumber infeksi, reservoir, cara penularan (termasuk alat atau vektor), dan kelompok risiko tinggi. Di sini adalah tempat yang tepat untuk membandingkan ciri-ciri epidemiologis KLB ini dengan KLB-KLB lain.
  6. Uraian tentang tindakan yang diambil (tindakan penanggulangan). Hal ini menyangkut tujuan dari tindakan yang bersangkutan, diskusi tentang cara yang dipakai (bagaimana, kapan, di mana dan oleh siapa), serta uraian tentang keefektifan dan biaya dari tindakan penanggulangan. Yang terakhir ini mencakup jumlah kasus baru yang terjadi selama satu masa inkubasi setelah penerapan tindakan penanggulangan hingga saat anggka insidens kembali kepada tingkat pra-KLB. Biaya tindakan penanggulangan harus dinyatakan dalam rupiah hari¬orang menurut profesi.
  7. Uraian tentang dampak-dampak penting lainnya, seperti : Dampak KLB terhadap populasi : akibat-akibat kesehatan, hukum dan ekonomis. Dampak tindakan penanggulangan terhadap : 1). populasi - status kekebalan, cara hidup. 2). reservoir - banyaknya, distribusi; 3). vektor - banyaknya, distribusikehidupan lain; b. Penemuan penyebab menular baru, reservoir, cara penularan (termasuk alat/vektor baru).
  8. Saran mengenai perbaikan prosedur surveilans dan penanggulangan di masa depan. Hal ini dapat mencakup pembicaraan mengenai sumber data surveilans, lingkup dan kualitas data pengolahan, penganalisisan dan penyebaran data, serta tanggung jawab masing-masing petugas dalam struktur organisasi kesehatan.
Sumber: Buku Pedoman Penyelidikan dan Penanggulangan Kejadian Luar Biasa Penyakit Menular dan Keracunan Pangan (Pedoman Epidemiologi Penyakit) Edisi Revisi Tahun 2011, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2011.
1:20 AM | 0 comments | Read More

Penyelidikan Epidemiologi Chikungunya

Written By Lumajangtopic on Sunday, January 31, 2016 | 11:39 PM

Gambaran Klinis, Etiologi, Masa inkubasi, Pengobatan, Sumber dan Cara Penularan Chikungunya

Chikungunya merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh virus chikungunya yang bersifat self limiting diseases, tidak menyebabkan kematian dan diikuti dengan adanya imunitas didalam tubuh penderita, tetapi serangan kedua kalinya belum diketahui. Penyakit ini cenderung menimbulkan kejadian luar biasa pada sebuah wilayah.

Gambaran Klinis

Gejala utama Chikungunya antara lain  demam mendadak, nyeri pada persendian dan ruam makulopapuler (kumpulan bintik-bintik kemerahan) pada kulit yang kadang-kadang disertai dengan gatal. Gejala lainnya yang dapat dijumpai adalah nyeri otot, sakit kepala, menggigil, kemerahan pada konjunktiva, pembesaran kelenjar getah bening di bagian leher, mual, muntah. Pada anak-anak sering tidak menampakkan gejala yang khas. Pada beberapa penderita mengeluh nyeri di belakang bola mata dan bisa terlihat mata kemerahan dan mata berair.

Demam tinggi, timbul mendadak disertai mengigil dan muka kemerahan. Demam bisa bertahan selama 2-4 hari. Pada anak dapat timbul kejang demam, kadang-kadang disertai penurunan kesadaran. Kejang demam tersebut bukan akibat langsung dari infeksi virus, terbukti dari pemeriksaan cairan spinal (cerebro spinal) tidak ditemukan kelainan biokimia dan kelainan jumlah sel.

Nyeri sendi biasanya terlokalisir pada sendi besar, terutama sendi lutut dan tulang belakang, tetapi bisa juga terjadi pada beberapa sendi kecil terutama sendi pergelangan kaki, pergelangan tangan, jari kaki dan jari tangan. Sendi yang nyeri tidak bengkak, tetapi teraba lebih lunak. Pada pemeriksaan sendi tidak terlihat tanda-tanda pengumpulan cairan sendi. Nyeri sendi sering merupakan keluhan pertama sebelum keluhan demam dan dapat bermanifestasi berat, sehingga kadang-kadang penderita memerlukan ”kursi roda” saat berobat ke fasilitas kesehatan. Pada posisi berbaring biasanya penderita miring dengan lutut menekuk dan berusaha membatasi gerakan. Nyeri sendi terutama banyak dialami oleh wanita dewasa.

Nyeri otot bisa terjadi pada seluruh otot atau hanya pada otot daerah kepala dan bahu. Kadang¬kadang terjadi pembengkakan otot sekitar mata kaki. Sakit kepala sering terjadi, tetapi tidak terlalu berat. Ruam di kulit bisa terjadi pada muka, badan, tangan, dan kaki, tetapi bisa terjadi pada seluruh tubuh berbentuk makulo-papular. Ruam mulai timbul 1-10 hari setelah nyeri sendi. Ruam bertahan 7-10 hari, diikuti dengan deskuamasi kulit. Kadang-kadang ditemukan perdarahan pada gusi. Di India, ditemukan perdarahan gusi pada 5 anak di antara 70 anak yang diobservasi.

Etiologi

Agent (virus penyebab) adalah virus chikungunya, genus alphavirus atau “group A” antrophod¬borne viruses (alphavirus), famili Togaviridae. Virus ini telah berhasil diisolasi di berbagai daerah di Indonesia.

Vektor utama penyakit ini sama dengan penyakit Demam Berdarah Dengue, yaitu nyamuk Aedes sp. Nyamuk lain mungkin bisa berperan sebagai vektor namun perlu penelitian lebih lanjut.

Masa Inkubasi Masa inkubasi antara 2-12 hari, tetapi pada umumnya 3-7 hari


Sumber dan Cara Penularan

Penularan demam chik terjadi apabila penderita yang sakit (dalam keadaan viremia) digigit oleh nyamuk penular Aedes sp, kemudian nyamuk tersebut menggigit orang lain. Biasanya penularan terjadi dalam satu rumah, tetangga, dan dengan cepat menyebar ke satu wilayah.

Pengobatan

Pengobatan bersifat simptomatis menurunkan demam dan mengurangi rasa nyeri dengan obat analgetik-antipiretik, beristirahat selama demam dan nyeri sendi akut. Makanan seperti biasa, tidak ada pantangan.



Epidemiologi

KLB chikungunya pertama kali dilaporkan di Tanzania pada tahun 1952, Uganda tahun 1963, Sinegal tahun 1967, 1975 dan 1983, Angola tahun 1972, Afrika Selatan tahun 1976, Zaire dan Zambia di Afrika Tengah pada tahun 1978-1979. Pada tahun 1950 mulai menyebar ke wilayah Asia yaitu India, Filipina, Thailand, Myanmar, Vietnam.

Kejadian luar biasa pernah terjadi di Yogyakarta (1983), Muara Enim (1999), Aceh (2000). Pada tahun 2010 KLB Chikungunya terjadi di NAD, Sumatera Selatan, Babel, Lampung, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, DI Yogya, Jawa Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Selatan, Bali. Saat ini hampir seluruh wilayah di Indonesia potensial untuk timbulnya KLB chikungunya.

Penyebaran penyakit chikungunya di Indonesia terjadi pada daerah endemis penyakit demam berdarah dengue. KLB sering terjadi pada awal dan akhir musim hujan. Banyaknya tempat perindukan nyamuk sering berhubungan dengan peningkatan kejadian penyakit chikungunya. Berdasarkan data yang ada chikungunya lebih sering terjadi didaerah sub urban.

Kejadian Luar Biasa

Definisi Operasional KLB Chikungunya adalah ditemukan lebih dari satu penderita Chikungunya di suatu desa/kelurahan yang sebelumnya tidak pernah ditemukan penderita. (Pedoman Pengendalian Chikungunya, Kemkes, 2007)

Penanggulangan KLB Demam Chik terutama diarahkan pada upaya pemutusan mata rantai penularan kasus-nyamuk-orang sehat. Pengobatan bersifat simptomatis. Upaya pencegahan terutama diarahkan pada pencegahan terjadinya KLB di daerah berbatasan atau penyebaran daerah yang mempunyai frekuensi transportasi yang tinggi.

Penyelidikan Epidemiologi

Penyelidikan epidemiologi dilakukan terhadap dugaan penderita demam chik, terutama apabila memiliki gejala demam mendadak, nyeri sendi, dan ruam. Adanya KLB demam chik sering rancu dengan adanya KLB demam dengue, demam berdarah dengue, dan campak, oleh karena itu disamping distribusi gejala dan tanda-tanda dari sekelompok penderita yang dicurigai, diagnosis dapat didukung pemeriksaan serologis dengan metode Elisa atau Rapid Diagnostic Test (RDT) pada sebagian penderita. Secara operasional sebaiknya hanya diambil pada 10-25 penderita dengan gejala demam mendadak, nyeri sendi dan ruam. Tatacara pengambilan dan pengiriman spesimen demam chik adalah sebagai berikut:
  1. Sampel adalah serum darah sebanyak 5-7 cc yang diambil dari penderita akut.
  2. Sampel disimpan dan dikirim selalu berada pada suhu 4-8 °C, sehingga pengiriman harus menggunakan termos dingin. Identitas dan data pendukung perlu dilampirkan dengan cermat berupa nama penderita, tanggal mulai sakit, tanggal pengambilan spesimen, umur, jenis kelamin, alamat dan gejala gejala yang timbul (demam, nyeri sendi, ruam, mimisan, batuk darah, berak darah, dan syok) serta nama, alamat, telepon dan faksimili pengirim spesi men.
  3. Pemeriksaan dapat dilakukan di Bagian Virologi, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan, Jl. Percetakan Negara No. 29 Jakarta Pusat atau di Laboratorium Kesehatan Daerah yang telah mampu melakukan pemeriksaan.
  4. Hasil pemeriksaan laboratorium dikirimkan kepada pengirim.
  5. Laporan penyelidikan epidemiologi sebaiknya dapat menjelaskan hal-hal berikut:
  • Diagnosis KLB,
  • Penyebaran kasus menurut waktu (minggu), wilayah geografi (RT/RW, desa dan Kecamatan), umur dan faktor lainnya yang diperlukan, misalnya sekolah, tempat kerja dan sebagainya.
  • Gambaran besar masalah keberadaan nyamuk dan jentik Aedes
  • Status KLB pada saat penyelidikan epidemiologi dilaksanakan serta perkiraan peningkatan dan penyebaran KLB.
  • Faktor-faktor risiko lain yang berkontribusi terhadap timbulnya KLB
  • Rencana upaya penanggulangannya.
Upaya Penanggulangan

  
Penanggulangan KLB dilaksanakan terhadap 3 kegiatan utama, penyelidikan KLB, upaya pengobatan dan upaya pencegahan KLB serta penegakan sistem surveilans ketat selama periode KLB.
 
Demam chik belum ditemukan obat, tetapi dapat sembuh sendiri sehingga pengobatan bersifat simptomatis dengan pemberian obat penurun panas dan mengurangi nyeri, dan beristirahat selama fase akut, serta pada umumnya tidak memerlukan perawatan di rumah sakit.
 
Untuk memutus mata rantai penularan kasus-nyamuk-orang lain perlu dilakukan tindakan sama dengan upaya pemberantasan KLB DBD yaitu, gerakan pemberantasan sarang nyamuk, pemberian larvasida, memelihara ikan pemakan jentik, perlindungan diri menggunakan repelen, obat nyamuk bakar dan sejenisnya, penggunaan kelambu serta isolasi penderita agar tidak digigit nyamuk. Pada daerah KLB dapat dilakukan pengasapan (fogging) untuk membunuh nyamuk dewasa terinfeksi yang dilakukan pada wilayah KLB sebanyak 2 kali pengasapan dengan interval satu minggu.

Surveilans ketat pada KLB

Perkembangan kasus dan kematian setiap hari disampaikan ke dinas kesehatan kabupaten/kota. Dilakukan analisis mingguan terhadap perkembangan kasus dan kematian.

Sistem Kewaspadaan Dini KLB

Pemantauan kemungkinan terjadinya KLB demam chik dilaksanakan oleh setiap unit pelayanan kesehatan dan masyarakat, baik terhadap penderita maupun pemantauan jentik berkala. Intensifikasi pemantauan kemungkinan terjadinya KLB demam chik ini sangat bergantung pada adanya peringatan kewaspadaan KLB yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Dinas Kesehatan Provinsi dan Kementerian Kesehatan.

SKD-KLB demam chik oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Dinas Kesehatan Provinsi dan Kementerian Kesehatan terutama berdasarkan data dan informasi adanya peningkatan serangan KLB demam chik yang diperoleh dari laporan. Adanya peningkatan frekuensi serangan KLB demam chik disuatu wilayah mendorong Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Dinas Kesehatan Provinsi dan Departemen Kesehatan untuk mengeluarkan edaran peringatan kewaspadaan KLB demam chik agar semua unit kesehatan dan masyarakat meningkatkan kewaspadaan, terutama melakukan upaya-upaya pencegahan yang memadai.

SKD-KLB demam chik juga berdasarkan data curah hujan serta perkembangan nyamuk melalui pemantauan jentik berkala. Pemantauan jentik berkala sebaiknya wajib dilaksanakan di tempat-tempat umum, seperti sekolah, masjid, pasar, gedung pertemuan, dan sebagainya. SKD-KLB demam chik dilaksanakan bersamaan dengan SKD-KLB DBD.

Sumber : Buku Pedoman Penyelidikan Dan Penanggulangan Kejadian Luar Biasa Penyakit Menular dan Keracu nan Pangan (Pedoman Epidemiologi Penyakit) Edisi Revisi Tahun 2011 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2011

11:39 PM | 0 comments | Read More

Berbagai Metoda Pembuangan Akhir Sampah

Written By Lumajangtopic on Sunday, January 24, 2016 | 12:19 AM

Pengertian dan Metode Pembuangan Sampah pada Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah

Pengertian Tempat Pembuangan Akhir (TPA) merupakan tempat dimana sampah mencapai tahap terakhir dalam pengelolaannya sejak mulai timbul di sumber pengumpulan,pemindahan/pengangkutan,pengolahan dan pembuangan. TPA merupakan tempat dimana sampah diisolasi secara aman agar tidak menimbulkan gangguan terhadap lingkungan sekitarnya. Karenanya diperlukan penyediaan fasilitas dan perlakuan yang benar agar keamanan tersebut dapat dicapai dengan baik.

Selama ini masih banyak persepsi keliru tentang TPA yang lebih sering dianggap hanya merupakan tempat pembuangan sampah. Hal ini menyebabkan banyak Pemerintah Daerah masih merasa saying untuk mengalokasikan pendanaan bagi penyediaan fasilitas di TPA yang dirasakan kurang prioritas disbanding dengan pembangunan sektor lainnya.

Di TPA, sampah masih mengalami proses penguraian secara alamiah dengan jangka waktu panjang. Beberapa jenis sampah dapat terurai secara cepat, sementara yang lain lebih lambat; bahkan ada beberapa jenis sampah yang tidak berubah sampai puluhan tahun; misalnya plastik. Hal ini memberikan gambaran bahwa setelah TPA selesai digunakanpun masih ada proses yang berlangsung dan menghasilkan beberapa zat yang dapat mengganggu lingkungan. Karenanya masih diperlukan pengawasan terhadap TPA yang telah ditutup.

Metoda Pembuangan Sampah
Pembuangan sampah mengenal beberapa metoda dalam pelaksanaannya yaitu :

1. Open Dumping
Open dumping atau pembuangan terbuka merupakan cara pembuangan sederhana dimana sampah hanya dihamparkan pada suatu lokasi; dibiarkan terbuka tanpa pengamanan dan ditinggalkan setelah lokasi tersebut penuh. Masih ada Pemda yang menerapkan cara ini karena alasan keterbatasan sumber daya (manusia, dana, dll). Cara ini tidak direkomendasikan lagi mengingat banyaknya potensi pencemaran lingkungan yang dapat ditimbulkannya seperti:
  • Perkembangan vektor penyakit seperti lalat, tikus, dll
  • Polusi udara oleh bau dan gas yang dihasilkan
  • Polusi air akibat banyaknya lindi (cairan sampah) yang timbul
  • Estetika lingkungan yang buruk karena pemandangan yang kotor
2. Control Landfill
Metoda ini merupakan peningkatan dari open dumping dimana secara periodik sampah yang telah tertimbun ditutup dengan lapisan tanah untuk mengurangi potensi gangguan lingkungan yang ditimbulkan. Dalam operasionalnya juga dilakukan perataan dan pemadatan sampah untuk meningkatkan efisiensi pemanfaatan lahan dan kestabilan permukaan TPA.

Di Indonesia, metode control landfill dianjurkan untuk diterapkan di kota sedang dan kecil. Untuk dapat melaksanakan metoda ini diperlukan penyediaan beberapa fasilitas diantaranya :
  • Saluran drainase untuk mengendalikan aliran air hujan
  • Saluran pengumpul lindi dan kolam penampungan
  • Pos pengendalian operasional
  • Fasilitas pengendalian gas metan
  • Alat berat
3. Sanitary Landfill
Metode ini merupakan metode standar yang dipakai secara internsional dimana penutupan sampah dilakukan setiap hari sehingga potensi gangguan yang timbul dapat diminimalkan. Namun demikian diperlukan penyediaan prasarana dan sarana yang cukup mahal bagi penerapan metode ini sehingga sampai saat ini baru dianjurkan untuk kota besar dan metropolitan.

Persyaratan Lokasi TPA
Mengingat besarnya potensi dalam menimbulkan gangguan terhadap lingkungan maka pemilihan lokasi TPA harus dilakukan dengan seksama dan hati-hati. Hal ini ditunjukkan dengan sangat rincinya persyaratan lokasi TPA seperti tercantum dalam SNI tentang Tata Cara Pemilihan Lokasi Tempat Pembuangan Akhi Sampah; yang diantaranya dalam kriteria regional dicantumkan :
  1. Bukan daerah rawan geologi (daerah patahan, daerah rawan longsor, rawan gempa, dll)
  2. Bukan daerah rawan hidrogeologis yaitu daerah dengan kondisi kedalaman air tanah kurang dari 3 meter, jenis tanah mudah meresapkan air, dekat dengan sumber air (dalam hal tidak terpenuhi harus dilakukan masukan teknologi)
  3. Bukan daerah rawan topografis (kemiringan lahan lebih dari 20%)
  4. Bukan daerah rawan terhadap kegiatan penerbangan di Bandara (jarak minimal 1,5 – 3 km)
  5. Bukan daerah/kawasan yang dilindungi
12:19 AM | 0 comments | Read More

Analisis Risiko Lingkungan

Written By Lumajangtopic on Monday, January 18, 2016 | 9:16 PM

Analisis Risiko Lingkungan Permukiman

Pemukiman adalah bagian dari lingkungan hidup, dapat berupa perkotaan atau perdesaan. Berfungsi untuk tempat tinggal atau hunian tempat melaksanakan kegiatan perikehidupan dang penghidupan. Perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian yang dilengapi dengan prasarana lingkungan yaitu kelengkapan dasar lingkungan fisik dan sarana lingkungan yaitu fasililitas penunjang yang mendukung penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan.

Persyaratan kesehatan lingkungan perumahan dan lingkungan pemukiman adalah ketentuan teknis yang wajib dipenuhi dalam rangka melindungi penghuni atau masayrakat yang bermukim dan /atau masyarakat sekitar dari bahaya dan ganguan kesehatan.

Analisis Risiko Lingkungan perumahan dan pemukiman dapat dilakukan berdasarkan Persyaratan kesehatan pemukimannya. Hal yang umum dianalisa yaitu, berdasarkan  Kepmenkes Nomor 829/Menkes/SK/VII/1999 antara lain :

  • Lokasi
  • Kualitas Udara
  • Kebisingan dan Getaran
  • Kualitas tanah daerah pemukiman dan Perumahan
  • Prasarana dan sarana Lingkungan
  • Vektor Penyakit
  • Penghijauan .

Pencemaran Udara

Pencemaran udara disebabkan oleh asap buangan, misalnya gas CO2 hasil pembakaran, SO, SO2, CFC, CO, dan asap rokok.

1.    CO2
Pencemaran udara yang paling menonjol adalah semakin meningkatnya kadar CO2 di udara. Karbon dioksida itu berasal dari pabrik, mesin-mesin yang menggunakan bahan bakar fosil (batubara, minyak bumi), juga dari mobil, kapal, pesawat terbang, dan pembakaran kayu. Meningkatnya kadar CO2 di udara tidak segera diubah menjadi oksigen oleh tumbuhan karena banyak hutan di seluruh dunia yang ditebang. Sebagaimana diuraikan diatas, hal demikian dapat mengakibatkan efek rumah kaca.


2. CO
Di lingkungan rumah dapat pula terjadi pencemaran. Misalnya, menghidupkan mesin mobil di dalam garasi tertutup. Jika proses pembakaran di mesin tidak sempurna, maka proses pembakaran itu menghasilkan gas CO (karbon monoksida) yang keluar memenuhi ruangan. Hal ini dapat membahayakan orang yang ada di garasi tersebut. Selain itu, menghidupkan AC ketika tidur di dalam mobil dalam keadaan tertutup juga berbahaya. Bocoran gas CO dari knalpot akan masuk ke dalam mobil, sehingga dapat menyebabkan kamatian.

3. CFC
Pencemara dara yang berbahaya lainnya adalah gas khloro fluoro karbon (disingkat CFC). Gas CFC digunakan sebagai gas pengembang, karena tidak beraksi, tidak berbau, tidak berasa, dan

tidak berbahaya. Gas ini dapat digunakan misalnya untuk mengembangkan busa (busa kursi), untuk AC (freon), pendingin pada almari es, dan penyemprot rambut (hair spray).

Gas CFC yang membumbung tinggi dapat mencapai stratosfer terdapat lapisan gas ozon (O3). Lapisan ozon ini merupakan pelindung bumi dari pengaruh cahaya ultraviolet. Kalau tidakl ada lapisan ozon, radiasi cahaya ultraviolet mencapai permukaan bumi, menyebabkan kematian organisme, tumbuhan menjadi kerdil, menimbulkan mutasi genetik, menyebebkan kanker kulit atau kanker retina mata. Jika gas CFC mencapai ozon, akan terjadi reaksi antara CFC dan ozon, sehingga lapisan ozon tersebut “berlubang” yang disebut sebagai “lubang” ozon. Menurut pengamatan melalui pesawat luar angkasa, lubang ozon di kutub Selatan semakin lebar. Saat ini luasnya telah melebihi tiga kali luas benua Eropa. Karena itu penggunaan AC harus dibatasi.


4. SO, SO2
Gas belerang oksida (SO, SO2) di udara juga dihasilkan oleh pembakaran fosil (minyak, batubara). Gas tersebut dapat beraksi dengan gas nitrogen oksida dan air hujan, yang menyebabkan air hujan menjadi asam. Maka terjadilah hujan asam.

Hujan asam mengakibatkan tumbuhan dan hewan-hewan tanah mati. Produksi pertanian merosot. Besi dan logam mudah berkarat. Bangunan –bangunan kuno, seperti candi, menjadi cepat aus dan rusak. Demikian pula bangunan gedungdan jembatan.


5. Asap Rokok
Polutan udara yang lain yang berbahaya bagi kesehatan adalah asap rokok. Asap rokok mengandung berbagai bahan pencemar yang dapat menyababkan batuk kronis, kanker patu-paru, mempengaruhi janin dalam kandungan dan berbagai gangguan kesehatan lainnya. Perokok dapat di bedakan menjadi dua yaitu perokok aktif dan perokok pasif. Perokok aktif adalah mereka yang merokok. Perokok pasif adalah orang yang tidak merokok tetapi menghirup asap rokok di suatu ruangan. Menurut penelitian, perokok pasif memiliki risiko yang lebih besar di bandingkan perokok aktif. Jadi, merokok di dalam ruangan bersama orang lain yang tidak merokok dapat mengganggu kesehatan orang lain.

Pencemaran air adalah peristiwa masuknya zat, energi, unsur, atau komponen lainnya kedalam air sehingga menyebabkan kualitas air terganggu. Kualitas air yang terganggu ditandai dengan perubahan bau, rasa, dan warna.  Ditinjau dari asal polutan dan sumber pencemarannya, pencemaran air dapat dibedakan antara lain :

Limbah Pertanian

Limbah pertanian dapat mengandung polutan insektisida atau pupuk organik. Insektisida dapat mematikan biota sungai. Jika biota sungai tidak mati kemudian dimakan hewan atau manusia

orang yang memakannya akan keracunan. Untuk mencegahnya, upayakan agar memilih insektisida yang berspektrum sempit (khusus membunuh hewan sasaran) serta bersifat biodegradabel (dapat terurai oleh mikroba) dan melakukan penyemprotan sesuai dengan aturan. Jangan membuang sisa obet ke sungai. Sedangkan pupuk organik yang larut dalam air dapat menyuburkan lingkungan air (eutrofikasi). Karena air kaya nutrisi, ganggang dan tumbuhan air tumbuh subur (blooming). Hal yang demikian akan mengancam kelestarian bendungan. bemdungan akan cepat dangkal dan biota air akan mati karenanya.

Limbah Rumah Tangga

Limbah rumah tangga yang cair merupakan sumber pencemaran air. Dari limbah rumah tangga cair dapat dijumpai berbagai bahan organik (misal sisa sayur, ikan, nasi, minyak, lemek, air buangan manusia) yang terbawa air got/parit, kemudian ikut aliran sungai.

Adapula bahan-bahan anorganik seperti plastik, alumunium, dan botol yang hanyut terbawa arus air. Sampah bertimbun, menyumbat saluran air, dan mengakibatkan banjir. Bahan pencemar lain dari limbah rumah tangga adalah pencemar biologis berupa bibit penyakit, bakteri, dan jamur.

Bahan organik yang larut dalam air akan mengalami penguraian dan pembusukan. Akibatnya kadar oksigen dalam air turun dratis sehingga biota air akan mati. Jika pencemaran bahan organik meningkat, kita dapat menemui cacing Tubifex berwarna kemerahan bergerombol. Cacing ini merupakan petunjuk biologis (bioindikator) parahnya pencemaran oleh bahan organik dari limbah pemukiman.

Di kota-kota, air got berwarna kehitaman dan mengeluarkan bau yang menyengat. Didalam air got yangdemikian tidak ada organisme hidup kecuali bakteri dan jamur. Dibandingkan dengan

limbah industri, limbah rumah tangga di daerah perkotaan di Indonesia mencapai 60% dari seluruh limbah yang ada.


Limbah Industri

Adanya sebagian industri yang membuang limbahnya ke air. Macam polutan yang dihasilkan tergantung pada jenis industri. Mungkin berupa polutan organik (berbau busuk), polutan anorganik (berbuaih, berwarna), atau mungkin berupa polutan yang mengandung asam belerang (berbau busuk), atau berupa suhu (air menjadi panas). Pemerintah menetapkan tata aturan untuk mengendalikan pencemara air oleh limbah industri. Misalnya, limbah industri harus diolah terlebih dahulu sebelum dibuang ke sungai agar tidak terjadi pencemaran.

Di laut, sering terjadi kebocoran tangker minyak karena bertabrakan dengan kapal lain. Minyak yang ada di dalam kapal tumpah menggenangi lautan dalam jarak ratusan kilometer. Ikan, terumbu karang, burung laut, dan hewan-hewan laut banyak yang mati karenanya. Untuk mengatasinya, polutan dibatasi dengan pipa mengapung agar tidak tersebar, kemudian permukaan polutan ditaburi dengan zat yang dapat menguraikan minyak.
9:16 PM | 0 comments | Read More

Penyakit Akibat Lingkungan Kerja

Pengendalian Penyakit Akibat Lingkungan Kerja

Penyakit akibat kerja dan atau penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan dapat disebabkan oleh pemaparan terhadap lingkungan kerja. Dewasa ini terhadap kesenjangan antara pengetahuan ilmiah tentang bagaimana bahaya-bahaya kesehatan berperan dan usaha-usaha untuk mencegahnya. Juga masih terdapat pendapat yang sesat bahwa dengan mendiagnosis secara benar penyakit-penyakit akibat kerja yang disebabkan oleh zat/bahan yang berbahaya dilingkungan kerja, sudah membuat sutuasi terkendalikan.

Pendekatan tersebut tetap membiarkan lingkungan kerja yang tidak sehat tetap tidak berubah, dengan demikian potensi untuk menimbulkan gangguan kesehatan yang tidak diinginkan juga tidak berubah' Hanya dengan "diagnosa" dan "pengobatan/ penyembuhan" dari lingkungan kerja, yang dalam hal ini disetarakan berturut-turut dengan "pengenalan/evaluasi" dan "pengendalian efektif" dari bahaya-bahaya kesehatan yang ada dapat membuat lingkungan kerja yang sebelumnya tidak sehat menjadi sehat.

Untuk dapat mengantisipasi dan mengetahui kemungkinan bahaya-bahaya dilingkungan kerja yang diperkirakan dapat menimbulkan penyakit akibat kerja utamanya terhadap para pekerja, ditempuh 3 langkah utama yaitu : Pengenalan lingkungan kerja, evaluasi lingkungan kerja dan pengendalian lingkungan dari berbagai bahaya dan resiko kerja.

Pengenalan lingkungan kerja
Pengenalan dari berbagai bahaya dan resiko kesehatan dilingkungan kerja biasanya pada waktu survai pendahuluan dengan cara melihat dan mengenal ("walk-through survey"), yang salah satu langkah dasar yang pertama-tama harus dilakukan dalam upaya program kesehatan kerja. Beberapa diantara bahaya dan resiko tersebut dapat dengan mudah dikenali, seperti masalah kebisingan disuatu tempat, bilamana sebuah percakapan sulit untuk didengar, atau masalah panas disekitar tungku pembakaran atau peleburan yang dengan segara dapat kita rasakan. Beberapa hal lainnya yang tidak jelas atau sulit untuk dikenali seperti zat-zat kimia yang berbentuk dari suatu rangkaian proses produksi tanpa adanya tanda-tanda sebelumnya.

Untuk dapat mengenal bahaya dan resiko lingkungan kerja dengan baik dan tepat, sebelum dilakukan survai pendahuluan perlu didapatkan segala informasi mengenai proses dan cara kerja yang digunakan, bahan baku dan bahan tambahan lainnya, hasil antara hasil akhir hasil sampingan serta limbah yang dihasilkan. Kemungkinankemungkinan terbentuknya zat-zat kimia yang berbahaya secara tak terduga perlu pula dipertimbangkan. Hal-hal lain yang harus diperhatikan pula yaitu efek-efek terhadap kesehatan dari semua bahaya-bahaya dilingkungan kerja termasuk pula jumlah pekerja yang potensial terpapar, sehingga langkah yang ditempuh, evaluasi serta pengandaliannya dapat dilakukan sesuai dengan prioritas kenyataan yang ada.

Evaluasi Lingkungan kerja
Evaluasi ini akan menguatkan dugaan adanya zat/bahan yang berbahaya dilingkungan kerja, menetapkan karakteristik-karakteristiknya serta memberikan gambaran cakupan besar dan luasnya pemajanan. Tingkat pemajanan dari zat/bahan yang berbahaya dilingkungan kerja yang terkendali selama survai pendahuluan harus ditentukan secara kualitatif dan atau kuantitatif, melalui berbagai teknik misalnya pengukuran kebisingan, penentuan indeks tekanan panas, pengumpulan dan analisis dari sampel udara untuk zat-zat kimia dan partikelpartikel (termasuk ukuran partikel) dan lain-lain. Hanya setelah didapatkan gambaran yang lengkap dan menyeluruh dari proses pemajanan kemudian dapat dibandingkan dengan standar kesehatan kerja yang berlaku, maka penilaian dari bahaya atau resiko yang sebenarnya terdapat dilingkungan kerja yang telah tercapai.

Pengendalian Lingkungan kerja

Pengendalian lingkungan kerja dimaksudkan untuk mengurangi atau menghilangkan pemajanan terhadap zat atau bahan yang berbahaya dilingkungan kerja. kedua tahapan sebelumnya pengenalan dan evaluasi, tidak dapat menjamin sebuah lingkungan kerja yang sehat. Jadi hal ini hanya dapat dicapai dengan teknologi pengendalian yang adekuat untuk mencegah efek kesehatan yang merugikan dikalangan para pekerja. Walaupun setiap kasus mempunyai keunikan masing-masing, terdapat prinsip-prinsip dasar teknologi pengendalian yang dapat diterapkan, baik secara sendiri maupun dalam bentuk kombinasi, terhadap sejumlah besar situasi tempat kerja untuk memulainya ada beberapa pertanyaan yang perlu dikemukakan, dan jawabanya diharapkan dapat memberi pedoman terhadap jenis teknologi pengendalian yang paling tepat dan mungkin untuk dilaksanakan.

Pada dasarnya pengendalian terhadap bahaya-bahaya lingkungan kerja dapat dikelompokkan kedalam 2 kategori yaitu Pengendalian Lingkungan dan Pengendalian Perorangan.

a. Pengendalian Lingkungan
Pengendalian Lingkungan meliputi perubahan dari proses kerja dan atau lingkungan kerja dengan maksud untuk pengendalian dari pada bahaya-bahaya kesehatan baik dengan meniadakan zat/bahan tersebut sampai tingkat tidak membahayakan kesehatan, serta mencegah kontak antara zat/ bahan dengan para pekerja. Salah satu cara yang digunakan adalah penghapusan atau pengurangan zat/bahan berbahaya pada sumbernya. Suatu proses yang diduga menghasilkan atau membentuk zat-zat yang berbahaya dapat dipertimbangkan untuk dihentikan.

Pengantian bahan-bahan yang lebih beracun (pelarut, bahan bakar, bahan baku, bahan-bahan lainnya) dapat merupakan cara yang efektif untuk pengendalian pemajanan bahan-bahan berbahaya. Misalnya Trichloroethylene dapat mengantikan carbon tetrachoride (CC14) dalam penggunaanya sebagai bahan pelarut atau pembersih gemuk, juga toluol dan xylol dapat dipakai untuk subsitusi benzene.

Cara Isolasi dapat digunakan terhadap zat-zat yang berbahaya untuk mencegah kontak dengan pekerja. Berbagai cara isolasi yang dapat digunakan antara lain : sistem tertutup untuk bahan-bahan kimia beracun, adanya dinding pemisah antara daerah yang berbahaya dan tidak, penutup terhadap seluruh atau sebagaian dari proses-proses untuk mencegah kontaminasi terhadap udara ruang kerja. Ventelasi ditempat kerja dapat digunakan antara lain untuk menjamin suhu yang nyaman, sirkulasi udara segar diruang kerja sehingga dapat melarutkan zat-zat pencemar ketingkat yang diperkenakan, serta mencegah zat-zat pencemar diudara mencapai pernafasan para pekerja. Cara basah, digunakan untuk mengendalaikan dispersi debu yang mengotori lingkungan kerja dengan menggunakan air atau bahan-bahan basah lainnya. Cara ini banyak digunakan didalam industri-industri kecil misalnya pada industri kayu, peleburan logam, asbes.

b. Pengendalian Perorangan
Penggunaan alat pelindung perorangan merupakan alternatif lain untuk melindungi pekerja dari bahaya-bahaya kesehatan. Namun perlu diperhatikan bahwa alat pelindung perorangan harus sesuai dan adekuat untuk bahaya - bahaya tertentu, resisten terhadap kontaminan-kontaminan udara, mudah dibersihkan dan dipelihara dengan baik, serta sesuai untuk para pekerja yang memakainya. Untuk alat-alat tertentu seperti alat pelindung pernafasan, sumbat/tutup telinga, pakaian kerja kedap air dan lain-lain mungkin tidak nyaman untuk dipakai terutama dicuaca yang panas.

Jadi mungkin diperlukan pengurangan jam kerja paling tidak pada waktu-waktu yang memerlukan pemakaian alat pelindung tersebut. Pembatasan waktu selama pekerja terpapar terhadap zat tetentu yang berbahaya dapat menurunkan resiko terkena nya bahaya-bahaya kesehatan dilingkungan kerja. Hal ini dapat dicapai melalui penerapan cara-cara kerja, rotasi pekerja atau pengendalian administratif. Pengendalian administratif merupakan prosedur yang memungkinkan dilakukan penyusuaian jadwal kerja untuk mengurangi pemajanan Kebersihan perorangan yang meliputi kebersihan diri dan pakaian , merupakan hal yang penting terutama untuk para pekerja yang dalam pekerjaannya berhubungan dengan bahan-bahan kimia serta partikel-partikel lain.
9:13 PM | 0 comments | Read More

Aspek Ekonomi Alih Fungsi Lahan

Written By Lumajangtopic on Wednesday, January 6, 2016 | 9:40 PM

Pengaruh Ekonomi Alih Fungsi Lahan

Proses alih fungsi lahan pada dasarnya dapat dipandang merupakan suatu bentuk konsekuensi logis dari adanya pertumbuhan dan transformasi perubahan struktur sosial ekonomi masyarakat yang sedang berkembang. Perkembangan yang dimaksud tercermin dari beberapa hal berikut : (1) pertumbuhan aktifitas pemanfaatan sumberdaya alam  akibat meningkatnya permintaan kebutuhan terhadap penggunaan lahan sebagai dampak peningkatan  jumlah penduduk dan kebutuhan per kapita, serta (2) adanya pergeseran kontribusi  sektor-sektor pembangunan dari sektor-sektor primer khususnya dari sektor-sektor  pertanian dan pengolahan sumberdaya alam ke aktifitas sektor-sektor sekunder (manufaktur) dan tersier (jasa).

Di dalam hukum ekonomi pasar, alih fungsi lahan berlangsung dari aktifitas dengan  land rentyang lebih rendah ke aktifitas-aktifitas dengan  land rent yang lebih tinggi, dimana land rent diartikan sebagai nilai keuntungan bersih dari  aktifitas pemanfaatan lahan per satuan luas lahan dan waktu tertentu. Dengan demikian alih fungsi lahan merupakan bentuk konsekuensi logis dari perkembangan potensial la nd rent di suatu lokasi. Oleh karenanya proses alih fungsi lahan dapat dipandang sebagai bagian dari pergeseran-pergeseran dinamika alokasi dan distribusi sumberdaya menuju keseimbangan-keseimbangan baru yang lebih optimal. 
 
Namun seringkali terjadi berbagai distorsi yang menyebabkan alokasi pemanfaatan lahan berlangsung menjadi tidak efisien karena (1)  economic  land rentaktifitas - aktifitas tertentu, khususnya aktifitas pertanian dan non-budidaya tidak sepenuhnya mencerminkan manfaat ekonomi yang dihasilkannya  akibat berbagai eksternalitas yang ditimbulkannya tidak terlihat dalam nilai pasar  yang berlangsung, dan (2) struktur permintaan atas lahan seringkali terdistorsi akibat sifat nilai lahan yang juga sangat ditentukan oleh  expected value-nya di masa yangakan datang, akibatnya struktur permintaan akan lahan perumahan dan  sektor properti terdistorsi tidak mencerminkan tingkat permintaan yang sebenarnya akibat adanya permintaan untuk keperluan investasi dan spekulasi lahan. Akibatnya proses alih fungsi lahan tidak disertai dengan meningkatnya produktifitas lahan melainkan justru terjadi menurunnya produktifitas lahan.
9:40 PM | 0 comments | Read More
 
berita unik