Aktifitas dan mobilitas yang sangat dinamis telah menuntut peningkatan pemenuhan kebutuhan yang sangat cepat. Berbagai kegiatan industrialisasi dengan segala kegiatan yang terkait, disatu sisi telah meningkatkan kesejahteraan masyarakat, namun disisi lain telah sangat membebani lingkungan. Meningkatnya beban pencemaran limbah industri maupun limbah domestik cenderung menimbulkan pencemaran dan kerusakan pada berbagai media lingkungan baik air, tanah, maupun udara.
Pencemaran udara memerlukan perhatian yang serius dari semua pihak mengingat udara merupakan unsur yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Jika pencemaran udara tidak segera ditanggulangi maka akan berdampak serius terhadap kesehatan. Menurut Sugiarto (2003), untuk tetap sehat manusia membutuhkan sekitar 13,5 kg atau 10.000 liter udara bersih setiap hari dan manusia hanya bisa hidup antara satu sampai dua menit tanpa udara.
Kualitas udara di luar ruangan dapat mempengaruhi kualitas udara di dalam ruangan. Saat ini, pencemaran udara dalam ruangan (indoor pollution) perlu mendapat perhatian karena menurut Mukono (2003), 80% kegiatan manusia dilakukan didalam ruangan yaitu di dalam rumah dan di tempat kerja. Bahkan ada kelompok tertentu yang menghabiskan hampir seluruh waktunya di dalam ruangan seperti bayi, orang lemah atau sakit, dan orang tua dimana mereka lebih rentan terhadap zat pencemar yang terdapat di dalam ruangan.
Menurut Sukar dkk (2004), sumber pencemaran udara ruangan meliputi asap dan buangan yang berasal dari biologi seperti pollen, tungau, mould, serangga, mikroorganisme dan pet allergen. Jika manusia berada di dalam ruangan dengan sirkulasi lingkungan udara yang buruk, maka perlu diperhatikan mengenai kualitas udara dan kemungkinan terakumulasinya bahan pencemar seperti oksida nitrogen, karbon monoksida, formaldehid, dan tidak terkecuali mikroorganisme yang tersebar di udara. Bahan- bahan yang terakumulasi di udara tersebut dapat menimbulkan efek negatif bagi kesehatan manusia. Kasus penyakit akibat pencemaran udara dalam ruangan banyak terjadi terutama di dalam lingkungan kerja.
Pengertian Pencemaran Udara
Menurut Kumar (1987:22) dalam Mukono (2003), pencemaran udara adalah adanya bahan polutan di atmosfer yang dalam konsentrasi tertentu akan mengganggu keseimbangan dinamik atmosfer dan mempunyai efek pada manusia dan lingkungannya.
Menurut Chambers (1976:13-14) dan Masters (1991:270) dalam Mukono (2003), yang dimaksud pencemaran udara adalah bertambahnya bahan atau substrat fisik atau kimia ke dalam lingkungan udara normal yang mencapai sejumlah tertentu, sehingga dapat dideteksi oleh manusia (atau yang dapat dihitung dan diukur) serta dapat memberikan efek pada manusia, binatang, vegetasi, dan material.
Pengertian lain dari pencemaran udara adalah terdapat bahan kontaminan di atmosfer karena ulah manusia (man made ). Hal ini untuk membedakan dengan pencemaran udara alamiah dan pencemaran udara di tempat kerja (occupational air pollution ) (Corman, 1971:7; Kumar,1987:83 dalam Mukono, 2003).
Sumber Pencemaran Udara
Sumber pencemaran dapat merupakan kegiatan yang bersifat alami (natural) dan kegiatan antropogenik. Contoh sumber alami adalah akibat letusan gunung berapi, kebakaran hutan, dekomposisi biotik, debu, spora tumbuhan, dan lain sebagainya. Pencemaran udara akibat aktivitas manusia (kegiatan antropogenik), secara kuantitatif sering lebih besar. Untuk kategori ini sumber- sumber pencemaran dibagi dalam pencemaran akibat transportasi, industri, dari persampahan, baik akibat proses dekomposisi ataupun pembakaran, dan rumah tangga (Soedomo, 2001).
Jenis Pencemaran Udara
Menurut Soedomo (2001), dilihat dari segi fisik, bahan pencemar dapat berupa:
1. Partiel (debu, aerosol, timah hitam)
2. Gas (CO, NOx, SOx, H2S, Hidrokarbon)
3. Energi (suhu dan kebisingan)
Berdasarkan kejadian, terbentuknya pencemar terdiri dari:
1. Pencemar primer (yang diemisikan langsung oleh sumber).
2. Pencemar sekunder (yang terbentuk karena reaksi di udara antara berbagai zat).
Faktor yang Mempengaruhi Pencemaran Udara.
Menurut Mukono (2003), faktor- faktor yang dapat mempengaruhi pencemaran udara di atmosfer adalah:
Kelembaban
Kelembaban udara relatif yang rendah (< 60%) di daerah tercemar SO2, akan mengurangi efek korosif dari bahan kmia tersebut. Pada kelembaban relatif lebih atau sama dengan 80% di daerah tercemar SO2, akan terjadi peningkatan efek korosif SO2 tersebut.
Suhu
Suhu yang menurun pada permukaan bumi, dapat menyebabkan peningkatan kelembaban udara relatif, sehingga akan meningkatkan efek korosif bahan pencemar di daerah yang udaranya tercemar. Pada suhu yang meningkat, akan meningkat pula kecepatan reaksi suatu bahan kimia.
Sinar matahari
Sinar matahari dapat mempengaruhi bahan oksidan terutama O3 di atmosfer. Keadaan tersebut dapat menyebabkan kerusakan bahan atau alat bangunan, atau bahan yang terbuat dari karet. Jadi dapat dikatakan bahwa sinar matahari dapat meningkatkan rangsangan untuk merusak bahan.
Pergerakan udara
Pergerakan udara yang cepat dapat meningkatkan abrasi bahan bangunan.
Dampak Bahan Pencemar Udara
Baik gas maupun partikel yang berada di atmosfer dapat menyebabkan kelainan pada tubuh manusia. Secara umum efek pencemaran udara terhadap individu atau masyarakat dapat berupa:
- Sakit, baik yang akut maupun kronis.
- Penyakit yang tersembunyi yang dapat memperpendek umur, menghambat pertumbuhan dan perkembangan.
- Mengganggu fungsi fisiologis dari: paru, saraf, transpor oksigen oleh hemoglobin, kemampuan sensorik.
- Kemunduran penampilan, misalnya pada: aktivitas atlet, aktivitas motorik, aktivitas belajar.
- Iritasi sensorik.
- Penimbunan bahan berbahaya dalam tubuh.
- Rasa tidak nyaman (bau).
Parameter Kualitas Udara
Parameter yang perlu diukur di dalam kegiatan pengawasan kualitas udara adalah sebagai berikut:
- Parameter fisik: suhu, kelembaban, kecepatan, arah dan frekuensi angin, tekanan udara, keadaan cuaca (cerah, mendung, hujan, atau gerimis).
- Parameter kimia: partikel debu melayang, SO2, CO, O3, Hidrokarbon, Hidrogen sulfida, Amonia, Timbal).
- Parameter biologi: kadar bakteri, kadar serbuk sari bunga.
- Parameter manusia: angka kesakitan penyakit saluran pernafasan, kulit, dan penyakit neurotoksik (Aditama, 2002).