Pengertian Paradigma Sehat

Written By Lumajangtopic on Friday, January 18, 2013 | 7:35 PM

Pengertian dan Komponen Paradigma Sehat

Paradigma Sehat adalah perubahan sikap dan orientasi dan pola fikir sebagai berikut :

  1. Berdasarkan pola pikir yang memandang kesehatan sebagai kebutuhan yang bersifat pasif, menjadi sesuatu yang bersifat aktif, yang mau tidak mau harus diupayakan, karena kesehatan merupakan keperluan dan bagaian dari HAM (kebutuhan/need dan keperluan/demand). 
  2. Kesehatan bukan hanya sesuatu yang konsumtif, melainkan investasi, karena kesehatan menjamin adanya SDM yang produktif secara sosial dan ekonomi (kesehatan sebagai konsumtif dan investasi). 
  3. Pada awalnya kesehatan hanya bersifat penanggulangan yang sifatnya jangka pendek, ke depan kesehatan adalah bagian dari pengembangan SDM yang berjangka panjang (jangka pendek/treatment, jangka panjang/pengembangan SDM). 
  4. Pelayanan kesehatan bukan hanya pelayanan medis yang melihat bagian-bagian yang sakit saja, tetapi adalah pelayanan kesehatan paripurna yang memandang manusia sebagai manusia seutuhnya (pelayanan medis dan pelayanan kesehatan). Medical care konotasinya adalah penyembuhan atau terbebas dari sakit. Health care (pemeliharaan kesehatan) konotasinya adalah mencegah dan meningkatkan mutu hidup (medical care dan health care). 
  5. Pelayanan kesehatan tidak lagi terpecah-pecah/fragmented tetapi menjadi terpadu/integrated (fragmented  dan integrated). 
  6. Kesehatan juga bukan hanya jasmani atau fisik, tetapi juga mencakup mental dan sosial (sehat jasmani dan sehat jasmani, rohani, dan sosial). 
  7. Fokus kesehatan bukan hanya pada penyakit, tetapi tergantung pada permintaan pasar (fokus pada penyakit dan segmen pasar), 
  8. Sasaran pelayanan kesehatan bukan hanya masyarakat umum, tetapi juga masyarakat swasta (sasaran masyarakat umum/public dan juga swasta/private). 
  9. Kesehatan bukan hanya menjadi urusan pemerintah, tetapi juga menjadi urusan swasta (urusan pemerintah dan juga urusan swasta). 
  10. Biaya yang ditanggung oleh pemerintah adalah bagi keperluan publik seperti pemberantasan penyakit menular, penyuluhan/promosi kesehatan, dan lain-lain, sedangkan yang lain perlu ditanggung bersama dengan pengguna jasa (subsisdi pemerintah dan juga pengguna jasa). 
  11. Biaya kesehatan juga bergeser dari pembayaran setelah pelayanan menjadi pembayaran di muka dengan model Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat/JPKM (biaya setelah pelayanan dan biaya di muka). 
  12. Terdapat kecenderungan untuk memberikan otonomi pada fasilitas kesehatan pemerintah (Rumah Sakit dan Puskesmas), sehingga fasilitas tersebut mampu menangkap potensi pasar segmen sebagaimana halnya dengan fasilitas kesehatan milik swasta. Idenya adalah agar fasilitas pemerintah bisa memperoleh pendapatan lebih yang dapat digunakan untuk: (1) meningkatkan mutu pelayanan kesehatan, (3) melakukan subsidi silang, dan (4) meningkatkan kesejahteraan pegawai kesehatan (fungsi sosial dan fungsi ekonomi)
  13. Pengaturan kesehatan tidak lagi sentralistis, tetapi desentralisasi (sentralisasi dan desentralisasi). Keempatbelas, bukan lagi pengaturan dari atas/top down melainkan dari bawah/bottom up (dari atas/top down dari bawah/bottom up). 
  14. Antara birokratis tetapi entrepreneur. Istilah birokrasi memberi kesan kaku dan tidak responsif terhadap tantangan dan peluang yang dinamis. Sikap entrepreneurship menunjukan bahwa perencanaan kesehatan harus inovatif dan responsif terhadap lingkungan (birokrasi dan entrepreneur). 
  15. Konsep partisipasi pada masa lalu lebih bernuansa mengajak masyarakat untuk menyetujui dan melaksanakan program kesehatan yang disusun oleh pemerintah. Konsep kemitraan menunjukan nuansa keikutsertaan aktif masyarakat pada semua langkah kegiatan dan program kesehatan sejak perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, sampai evaluasi program kesehatan (partisipasi dan partnership). 
  16. Kkeseimbangan antara sikap “rule driven”, yaitu setiap langkah gerak dikendalikan oleh berbagai macam peraturan dengan “mission driven”, yaitu setiap langkah gerak juga didorong oleh visi dan misi yang telah ditetapkan (role driven dan mission driven) (Departemen Kesehatan, 2002).

Beberapa isu strategis masalah kesehatan masyarakat saat ini meliputi :

  1. Kerjasama lintas sektoral : Sebagian besar masalah kesehatan masyarakat terutama berkaitan dengan lingkungan dan perilaku masyarakat yang berhubungan erat dengan berbagai kebijakan dan pelaksanaan program pembangunan sektor lain,
  2. Sumber Daya Manusia Kesehatan (SDM) dan Pemberdayaan Masyarakat : Kita mengalami kekurangan jumlah dan mutu SDM kesehatan. Di era globalisasi dan pasar bebas akan sangat jadi masalah. Pemberdayaan Masyarakat dalam pembangunan kesehatan belum seperti yang diharapkan bahkan ada kecenderungan menurun. Demikian juga kemitraan yang setara, terbuka, dan saling menguntungkan belum berjalan dengan baik
  3. Mutu dan Keterjangkauan Pelayanan Kesehatan : Secara fisik persebaran sarana pelayanan kesehatan sudah cukup memadai dimana setiap kecamatan paling sedikit mempunyai satu Puskesmas dengan Puskesmas Pembantu rata-rata 3 (tiga) buah.  Mutu Pelayanan Kesehatan sangat dipengaruhi oleh kualitas SDM kesehatan, sarana, obat, dan peralatan. Dalam hal mutu dan keterjangkaun pelayanan kesahatan, disparitas antar kota dan desa, kabupaten/kota, propinsi, pulau, dan wilayah sangat besar
  4. Prioritas dan Pembiayaan : Secara politis program kesehatan masuk dalam 3 (tiga) besar prioritas pembangunan, yaitu pendidikan, kesehatan, dan ekonomi, namun prioritas tersebut belum tercermin dalam dukungan anggaran, bahkan ada kabupaten/kota yang mempergunakan pendapatan retribusi pelayanan kesehatan untuk pembangunan sektor lain. Selama ini anggaran sektor kesehatan tidak pernah melebihi 2,6 % PDB (Product Domestic Bruto) dan tidak pernah lebih dari 5 % APBN. Padahal WHO mempersyaratkan 5 % PDB dan menurut perhitungan Departemen Kesehatan serta kesepakatan Bupati/Walikota tanggal 28 Juli 2000 untuk menyediakan alokasi dana kesehatan minimal 15% dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD). Rata-rata anggaran kesehatan kabupaten/ kota adalah 4,5 % dengan range kurang 1 % sampai dengan 21 % dari APBD-nya,
  5. Beban penyakit : Indonesia menghadapi beban ganda (double burden) yaitu penyakit menular belum bisa diberantas dan penyakit tidak menular sudah menjadi masalah kesehatan masyarakat. Keadaan ini diperberat dengan adanya reemerging dan newemerging disease serta
  6. Sistem dan Hukum Kesehatan : Sistem Kesehatan Daerah yang sinkron dengan Sistem Kesehatan Nasional belum dibuat di setiap daerah. Masalah hukum dibidang kesehatan makin lama makin mencuat dipemberitaan media massa, antara lain tudingan malapraktik, ketidakpuasan pelayanan kesehatan, dan lain-lain (Argadiredja, 2005).
 
berita unik