Kebijakan Pembangunan Perumahan yang Ramah Lingkungan
Pembangunan perumahan mempengaruhi lingkungan thermal kota. Ada beberapa yang melaporkan kenaikan temperatur udara kota terkait dengan intensitas pembangunan fisik. Lingkungan thermal diterangkan melalui beberapa parameternya seperti temperatur udara maksimum (Tmaks), temperatur udara rata-rata ( T ) dan laju naik temperatur udara. Beberapa aspek fisik seperti Aspect Ratio (AR), Slenderness Ratio (SR), Ratio Atap (RA), Ratio Dinding (RD), Building Coverage Ratio (BCR), dll. Aspek-aspek tersebut diduga mempengaruhi nilai temperatur udara kawasan perumahan.
Perumahan biasa didominasi oleh perkampungan kota yang bercirikan kepadatan tinggi, bangunan satu lantai berunit kecil. Karakterisasi kawasan perumahan dibantu oleh citra satelit yang disediakan oleh Google Map. Aspek fisik seperti luas bangunan, panjang dan lebarnya dapat diperoleh dari citra satelit tersebut. Sedangkan informasi ketinggian bangunan, jumlah lantai dan bahan bangunan yang digunakan diperoleh melalui ground survey pada kawasan - kawasan kota yang dikaji. Pada citra satelit tersebut, dapat diperoleh berbagai informasi fisik kawasan kota seperti AR, SR, RA, RD, BCR dll. Aspek-aspek tersebut merupakan kuantifikasi kawasan kota yang dipelajari. Variabel fisik tersebut yang diduga mempengaruhi kualitas lingkungan thermalnya Perumahan yang biasa didominasi oleh perkampungan kota yang menutupi permukaan kawasan kota secara horisontal. Kawasan perkampungan ini umumnya bercampur pada kawasan - kawasan perdagangan, pusat bisnis, perkantoran dan lain-lain.
Bentuk Bangunan
Bentuk bangunan yang tidak pipih dan tidak langsing cenderung menyimpan kalor lebih lama dibanding bangunan yang pipih dan langsing. Ketebalan massa bangunan berpotensi memerangkap energi thermal di dalam massanya. Selain itu bangunan yang tidak pipih dan tidak langsing memiliki luas selubung yang lebih kecil dibanding bangunan yang pipih dan langsing. Oleh karena itu bentuk bangunan juga dapat diidentifikasi sebagai fungsi selubung bangunan karena korelasi bangunan dan lingkungan thermalnya melalui selubungnya.
Lingkungan Thermal Perumahan
Lingkungan thermal kawasan perumahan memiliki kualitas yang ditunjukkan oleh temperatur udaranya. Kawasan tertentu dapat memiliki temperatur udara yang lebih tinggi atau rendah. Temperatur udara pagi hari naik hingga mencapai nilai maksimumnya setelah pukul 12 siang dan kemudian turun kembali pada sore hingga malam hari. Kenaikan temperatur udara pada pagi hari serta besar nilai temperatur udara dipengaruhi oleh beberapa aspek fisik permukaan kawasan kota tersebut. Kenaikan temperatur udara pada pagi hari diukur dengan laju naik temperatur udara dalam satuan oCelcius / jam.
Kebijakan Pembangunan Perumahan terhadap Lingkungan Thermal
Karakterstik fisik kampung kota tersebut dilakukan karakterisasi terhadap nilai AR, SR, RA, RD dan BCR. Menurut Wonorahardjo (2008) aspek-aspek tersebut mempengaruhi laju naik temperatur udara pagi hari. Bila laju naik temperatur pagi hari dapat diturunkan maka temperatur udara rata-rata harian juga akan terpengaruh. Kebijaan pembangunan perumahan sudah saatnya meninjau aspek bentuk bangunan. Perumahan satu lantai seperti kampung kota dan real estate memberikan pengaruh buruk pada lingkungan thermalnya. Sedangkan bentuk rumah susun memberikan pengaruh berupa laju naik temperatur udara yang lebih rendah. Menurut Wonorahardjo (2008), temperatur udara juga dipengaruhi oleh aspek – aspek lain seperti penggunaan bahan bangunan berat, jalan dan elevasi kawasan. Oleh karena itu kebijakan pembangunan perumahan sebaiknya disertai juga oleh kebijakan zoning perumahan di dalam kota, penggunaan bahan bangunan serta luas jalan agar dampak terhadap lingkungan thermal dapat dikendalikan. Kebijakan pembangunan perumahan sangat berpengaruh pada kualitas lingkungan thermal kota. Perkampungan kota memiliki kualitas lingkungan thermal yang buruk, karena ruang-ruang huniannya disusun oleh bangunan kecil satu lantai sehingga menutupi hampir seluruh permukaan lahan kawasan (BCR tinggi). Selain itu kawasan perkampungan kota cenderung memiliki bentuk bujur sangkar yang relatif dapat menyimpan kalor dalam jumlah lebih banyak dibanding bangunan tipis. Rusun memiliki bentuk yang lebih terkendali, kompak dan berlantai banyak sehingga tidak menutupi permukaan lahan. Disamping itu bentuk rusun lebih pipih dibanding perkampungan kota.
Untuk memperbaiki kualitas lingkungan thermal, sebaiknya pembangunan perumahan satu lantai dibatasi dan dianjurkan menggunakan rusun. Selain itu kebijakan pembangunan perumahan dapat dilengkapi dengan kebijakan penggunaan bahan bangunan, pembatasan luas jalan dan penataan zoning kota berdasarkan ketinggian kawasan dari muka laut.