Fungsi Vital Lingkungan Keluarga
Lingkungan keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang pertama, karena dalam keluarga inilah anak pertama-tama mendapatkan didikan dan bimbingan. Juga dikatakan lingkungan yang utama, karena sebagian besar dari kehidupan anak adalah di dalam keluarga, sehingga pendidikan yang paling banyak diterima oleh anak adalah dalam keluarga. Tugas utama dari keluarga bagi pendidikan anak adalah sebagai peletak dasar bagi pendidikan akhlak dan pandangan hidup keagamaan. Sifat dan tabiat anak sebagian besar diambil dari kedua orang tuanya dan dari anggota keluarga yang lain. Di dalam pasal 1 UU Perkawinan Nomor 1 tahun 1974 dinyatakan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir dan batin antara seorang pria dan seoarang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahadia dan sejahtera, berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Anak yang lahir dari perkawinan ini adalah anak yang sah dan menjadi hak serta tanggung jawab kedua orang tuanya. Memelihara dan mendidiknya, dengan sebaik-baiknya. Kewajiban kedua orang tua mendidik anak ini terus berlanjut sampai ia dikawinkan atau dapat berdiri sendiri. Dari definisi tersebut dapat dirumuskan intisari pengertian keluarga, yaitu sebagai berikut :
- Keluarga merupakan kelompok sosial kecil yang umumnya terdiri atas ayah, ibu, dan anak,
- Hubungan sosial di antara anggota keluarga relatif tetap dan didasarkan atas ikatan darah, perkawinan dan / atau adopsi,
- Hubungan antar anggota keluarga dijiwai oleh suasana afeksi dan rasa tanggung jawab, dan
- Fungsi keluarga adalah memelihara, merawat, dan melindungi anak dalam rangka sosialisasinya agar mereka mampu mengendalikan diri dan berjiwa sosial.
Dengan demikian terlihat betapa besar tanggung jawab orang tua terhadap anak. Bagi seorang anak, keluarga merupakan persekutuan hidup pada lingkungan keluarga tempat di mana ia menjadi diri pribadi atau diri sendiri. Keluarga juga merupakan wadah bagi anak dalam konteks proses belajarnya untuk mengembangkan dan membentuk diri dalam fungsi sosialnya. Di samping itu, keluarga merupakan tempat belajar bagi anak dalam segala sikap untuk berbakti kepada Tuhan sebagai perwujudan nilai hidup yang tertinggi. Dengan demikian jelaslah bahwa orang yang pertama dan utama bertanggung jawab terhadap kelangsungan hidup dan pendidikan anak adalah orang tua.
Keluarga merupakan institusi sosial yang bersifat universal dan multi fungsional. Fugnsi pengawasan, sosial, pendidikan, keagamaan, perlindungan, dan rekreasi dilakukan oleh keluarga terhadap anggota-anggotanya. Oleh karena proses industrialisasi, urbanisasi dan sekularisasi maka keluarga dalam masyarakat modern kehilangan sebagian dari fungsi-fungsi tersebut di atas. Meskipun perubahan masyarakat telah mendominasi, namun fungsi utama keluarga tetap melekat, yaitu melindungi, memelihara, sosialisasi, dan memberikan suasana kemesraan bagi anggotanya.
Menurut Vembriarto (1990) ada tiga macam fungsi yang tetap melekat sebagai cirri hakiki keluarga, yaitu sebagai berikut :
a. Fungsi biologis
Keluarga merupakan tempat lahirnya anak-anak, fungsi biologis orang tua ialah melahirkan anak. Fungsi ini merupakan dasar kelangsungan hidup masyarakat. Namun fungsi ini juga mengalami perubahan, keluarga sekarang cenderung menyukai jumlah anak yang sedikit. Kecenderungan ini dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut, :
b. Fungsi afeksi
Dalam keluarga terjadi hubungan sosial yang penuh dengan afeksi-afeksi kemesraan. Hubungan afektif ini tumbuh sebagai akibat hubungan cinta kasih yang menjadi dasar perkawinan. Dari hubungan cinta kasih ini lahirlah hubungan persaudaraan, persahabatan, kebiasaan, identifikasi, persamaan pendangan mengenai nilai-nilai. Dasar cinta kasih dan hubungan afektif ini merupakan faktor penting bagi perkembangan pribadi anak. Dalam masyarakat yang makin impersonal, sekuler dan asing, pribadi sangat membutuhkan hubungan afeksi yang secara khusus hanya terdapat dalam kehidupan keluarga.
c. Fungsi sosialisasi
Fungsi sosialisasi ini menunjuk peranan keluarga dalam membentuk kepribadian anak. Melalui interaksi sosial dalam keluarga itu anak mempelajari pola-pola tingkah laku, sikap, keyakinan, cita-cita dan nilai-nilai dalam masyarakat dalam proses perkembangan pribadinya.
Apabila kita perhatikan kecenderungan yang membawa proses perkembangan zaman dari waktu ke waktu maka perlu ada adaptasi lembaga-lembaga kehidupan (termasuk keluarga) agar tetap mampu mempertahankan peranan dan fungsi, khususnya di zaman yang kian modern, sekularistis dan materialistis ini. Perubahan sosial yang datang bertubi-tubi rupanya telah membawa pengaruh perubahan orientasi kehidupan keluarga dari keluarga tradisional mengarah pada keluarga modern. Keluarga tradisional pada umumnya masih merupakan kesatuan produksi, sedangkan keluarga modern cenderung berorientasi pada kesatuan konsumsi. Proses perubahan ekonomi pada masyarakat industri telah mengubah sifat keluarga, dari institusi pedesaan yang agraris menuju ke institusi perkotaan yang bernuansa industrialis. Dengan demikian peranan anggota-anggota keluarga juga mengalami perubahan. Fungsi produksi hilang, keluarga menjadi kesatuan konsumsi semata-mata. Keluarga di kota tidak lagi melakukan fungsi produksi langsung.
Anggota-anggota keluarga bekerja di luar untuk mendapatkan upah atau gaji, sebagai sarana untuk mencukupi kebutuhankebutuhan hidupnya (makanan, pakaian, dan lain-lain). Pergeseran fungsi produksi keluarga itu tampak pada tumbuh kembangnya industri pakaian jadi, alat-alat rumah tangga, makanan, toko makanan, restoran, supermarket, dan sebagainya. Oleh karena itu di sini juga akan dipaparkan fungsi-fungsi keluarga yang mengalami pergeseran sebagai akibat pengaruh dari gencarnya perubahan sosial yang melingkupi aktivitas-aktivitasnya. Fungsi-fungsi sosial yang mengalami perubahan itu antara lain yaitu :
a. Fungsi pendidikan
Dahulu keluarga merupakan satu-satunya institusi pendidikan. Fungsi pendidikan keluarga ini telah mengalami banyak perubahan. Secara informal fungsi pendidikan keluarga masih tetap penting, namun secara formal fungsi pendidikan itu telah diambil alih oleh sekolah. Proses pendidikan di penting. Apabila dulu fungsi sekolah terbatas pada pendidikan intelek, maka kecenderungan sekarang pendidikan sekolah diarahkan kepada anak sebagai seorang pribadi. Guru dengan bantuan konselor, psikolog sekolah, psikolog klinis, dan pekerja sosial bersama-sama membantu anak agar mereka berhasil menyesuaikan diri dalam masyarakat.
b. Fungsi rekreasi
Dulu keluarga merupakan medan rekreasi bagi anggotaanggotanya. Sekarang pusat-pusat rekreasi di luar keluarga, seperti gedung bioskop, panggung sirkus, lapangan olah raga, kebun binatang, taman-taman, nightclub, komunitas pengguna jasa internet dan lain sebagainya dipandang lebih menarik. Demikian pula rekreasi dalam kelompok sebaya menjadi makin penting bagi anak-anak. Perubahan tersebut menimbulkan dua macam akibat, yaitu jenis-jenis rekreasi yang dialami oleh anggota-angota keluarga menjadi lebih bervariasi, dan anggota-anggota keluarga lebih cenderung mencari hiburan di luar keluarga.
c. Fungsi keagamaan
Dulu keluarga merupakan pusat pendidikan upacara ritual dan ibadah agama bagi para anggotanya di samping peranan yang dilakukan oleh institusi agama. Proses sekularisasi dalam masyarakat dan merosotnya pengaruh institusi agama menimbulkan kemunduran fungsi keagamaan keluarga.
d. Fungsi perlindungan
Dahulu keluarga berfungsi memberikan perlindungan, baik fisik maupun sosial, kepada para anggotanya. Sekarang banyak fungsi perlindungan dan perawatan ini telah diambil alih oleh badan-badan sosial, seperti tempat perawatan bagi anak-anak cacat tubuh dan mental, anak yatim piatu, anakanak nakal, orang-orang lanjut usia, perusahaan asuransi dan sebagainya.
Proses perubahan masyarakat dari masarakat agraris yang masih tradisional ke arah masyarakat industri yang bernuansa modern telah mempengaruhi perubahan organisasi keluarga, yaitu dari extended family cenderung berubah ke arah nuclear family. Industrialisasi merupakan sebab utama perubahan dari bentuk lama extended family itu kepada bentuk baru nuclear family. Ada tiga alasan yang menyebabkan perubahan tersebut, yaitu sebagai berikut :
a. Industrialisasi menyebabkan nuclear family menjadi lebih bersifat dinamis, mudah berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain. Keluarga tidak lagi terikat oleh sebidang tanah untuk penghidupannya, melainkan mereka akan berpindah ke tempat di mana ada pekerjaan. Mobilitas keluarga ini akan melemahkan ikatan kekerabatan dalam extended family,
b. Industrialisasi dapat mempercepat emansipasi wanita, karena memungkinkan wanita untuk mendapatkan pekerjaan di luar rumah tangga. Emansipasi ini menyebabkan lemahnya fungsifungsi extended family di satu sisi, dan memperkuat fungsi nuclear family di sisi lain, dan
c. Industrialisasi telah menimbulkan corak kehidupan ekonomi baru dalam masyarakat. Dalam masyarakat agraris, semua anggota keluarga baik itu anak-anak, wanita, para orang tua dapat turut serta dalam proses produksi pertanian. Extended family memberikan keuntungan ekonomi. Dalam masyarkat industri, anak-anak, orang tua, orang cacat, tidak dapat turut serta dalam proses produksi di pabrik. Mereka justru menjadi beban keluarga. Nuclear family merupakan kelompok primer. Kelompok primer ialah kelompok kecil yang ciri-cirinya antara lain adalah hubungan antaranggotanya intim, kooperatif, dan biasanya face to face, masing-masing anggota memperlakukan anggota yang lain sebagai tujuan bukannya sebagai alat untuk mencapai tujuan. Keluarga merupakan suatu sistem jaringan interaksi pribadi. Keluarga berperan menciptakan persahabatan, kecintaan, rasa aman, hubungan antarpribadi yang bersifat kontinu; semua itu merupakan dasar-dasar bagi perkembangan kepribadian anak. Sebagai kelompok primer, keluarga berpengaruh besar terhadap anggota-anggotanya, karena :
a. Keluarga memberikan kesempatan yang unik kepada anggotanya untuk menyadari dan memperkuat nilai kepribadiannya. Dalam keluarga individu memperoleh kebebasan yang luas untuk menampakkan kepribadiannya. Kesempatan ini sangat penting bagi sosialisasi anak karena dengan cara demikian individu membangun harga dirinya.
b. Keluarga mengatur dan menjadi perantara hubungan anggotaanggotanya dengan dunia luar. Dalam hubungan tersebut dapat dibedakan menjadi dua macam corak keluarga, yaitu,
1) Keluarga terbuka, yaitu keluarga yang mendorong anggota - anggotanya untuk bergaul dengan masyarakat luas. Anak bebas bergaul dengan teman-temannya. Ayah dan ibu mempunyai banyak kenalan. Keluarga terbuka bagi tamu. Anggota keluarga mempunyai perhatian terhadap masalah-masalah kemasyarakatan. Keluarga yang bersifat terbuka lebih sedikit mengalami ketegangan-ketegangan daripada keluarga yang bersifat tertutup, sebab pergaulan dengan dunia luar itu dapat menghilangkan atau mengurangi beban-beban emosional.
2) Keluarga tertutup, yaitu keluarga yang menutup diri terhadap hubungan dengan dunia luar. Keluarga yang tertutup menghadapi orang luar dengan kecurigaan. Hubungan sosial yang intim, kecintaan, afeksi, terbatas dalam lingkungan keluarga sendiri. Karena tekanan-tekanan batin tidak dapat disalurkan keluar dalam hubungan sosial dengan dunia luar, maka kemarahan, kekecewaan ditumpahkan kepada keluarga sendiri. Akan tetapi keluarga yang tertutup lebih intim.
Dari teori - teori yang telah diterangkan di atas dapat diketahui, bahwa keluarga merupakan institusi yang paling penting pengaruhnya terhadap proses sosialisasi individu atau seseorang. Kondisi-kondisi yang menyebabkan pentingnya peranan keluarga dalam proses sosialisasi anak, ialah :
a. Keluarga merupakan kelompok kecil yang anggota-anggotanya berinteraksi face to face secara tetap. Dalam kelompok yang demikian perkembangan anak dapat diikuti dengan seksama oleh orang tuanya dan penyesuaian secara pribadi dalam hubungan sosial lebih mudah terjadi.
b. Orang tua mempunyai motivasi yang kuat untuk mendidik anak karena merupakan buah cinta kasih hubungan suami isteri. Anak merupakan perluasan biologis dan sosial orang tuanya. Motivasi kuat ini melahirkan hubungan emosional antara orang tua dengan anak. Penelitian-penelitian membuktikan bahwa hubungan emosional lebih berarti dan efektif daripada hubungan intelektual dalam proses sosialisasi.
c. Oleh karena hubungan sosial di dalam keluarga itu bersifat relatif tetap, maka orang tua memainkan peranan sangat penting terhadap proses sosialisasi anak. Keluarga sebagai lembaga pertama dan utama yang memberikan pendidikan kepada individu secara lahir maupun batin untuk tumbuh dan berkembang hingga sang anak menginjak dewasa. Dalam hal ini beberapa aspek tujuan sosialisasi yang dilaksanakan oleh keluarga untuk masyarakat modern seperti mengajarkan bermacam-macam keterampilan, telah diambil alih oleh lembaga sekolah atau institusi sosial yang lain. Tujuan Sosialisasi dalam Keluarga Secara mendasar terdapat tiga tujuan sosialisasi di dalam keluarga, yakni sebagai berikut :
a. Penguasaan diri
Masyarakat menuntut penguasaan diri pada anggota-anggotanya. Proses mengajar anak untuk menguasai diri ini dimulai pada waktu orang tua melatih anak untuk memelihara kebersihan dirinya. Ini merupakan tuntutan sosial pertama yang dialami oleh anak untuk latihan penguasaan diri. Tuntutan penguasaan diri ini berkembang, dari yang bersifat fisik kepada penguasaan diri secara emosional. Anak harus belajar menahan kemarahannya terhadap orang tua atau saudarasaudaranya. Tuntutan sosial yang menuntut agar anak menguasai diri merupakan pelajaran yang berat bagi anak.
b. Nilai-nilai
Bersama-sama dengan proses berlatih penguasaan diri ini kepada anak diajarkan nilai-nilai. Penelitian-penelitian menunjukkan bahwa nilai-nilai dasar dalam diri seseorang terbentuk pada usia enam tahun. Di dalam perkembangan usia tersebut keluarga memegang peranan terpenting dalam menanamkan nilai-nilai. Sebagai contoh melatih anak menguasai diri agar permainannya dapat dpinjamkan kepada temannya, maka di
situ dapat muncul suatu makna tentang arti dari kerja sama. Mengajarkan anak menguasai diri agar tidak bermain-main dahulu sebelum menyelesaikan pekerjaan rumahnya, maka di situ mengandung ajaran tentang nilai sukses dalam pekerjaan.
c. Peran-peran sosial
Mempelajari peran-peran sosial ini terjadi melalui interaksi sosial dalam keluarga. Setelah dalam diri anak berkembang kesadaran diri sendiri yang membedakan dirinya dengan orang lain, dia mulai mempelajari peranan-peranan sosial yang sesuai dengan gambaran tentang dirinya. Dia mempelajari peranannya sebagai anak, sebagai saudara (kakak/adik), sebagai laki-laki/perempuan, dan sebagainya. Proses mempelajari peran-peran sosial ini kemudian dilanjutkan di lingkungan kelompok sebaya, sekolah, perkumpulan-perkumpulan dan lain sebagainya.
Keluarga merupakan lingkup kehidupan yang paling berpengaruh terhadap perjalanan seorang individu, maka peran keluarga dalam hubungan sosialisasi anak juga dipengaruhi oleh ciri yang melekat di dalam keluarga tersebut. Anak yang tumbuh kembang menjadi seorang pribadi yang utuh merupakan cerminan dari hubungan antara kedua aspek tersebut. Ciri yang melekat pada keluarga itu dapat di bagi menjadi dua yakni sebagai berikut :
a. Aspek Internal (Corak Hubungan antara Orang Tua dan Anak)
Para ahli sepakat bahwa cara meresepnya nilai-nilai sosial ke dalam diri individu dalam awal perkembangan kepribadiannya diperoleh melalui hubungan-hubungannya dengan manusia - manusia dewasa, khususnya orang tua. Nilai-nilai dan pola tingkah laku diinternalisasikan ke dalam diri anak hanya bisa tercakup dalam konteks hubungan yang intensif, melibatkan partisipasi lahir maupun batin, face to face dan kontinu. Dalam hal ini tentunya corak hubungan yang mampu memproduk pribadi seorang individu satu-satunya diperankan oleh lembaga keluarga. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Fels Research Institute, pola hubungan orang tua-anak dapat dibedakan menjadi tiga yaitu :
1) Pola menerima-menolak, pola ini didasarkan atas taraf kemesraan orang tua terhadap anak,
2) Pola memiliki-melepaskan, pola ini didasarkan atas seberapa besar sikap protektif orang tua terhadap anak. Pola ini bergerak dari sikap orang tua yang overprotektif dan memiliki anak sampai kepada sikap mengabaikan anak sama sekali, dan
3) Pola demokrasi-otokrasi, pola ini didasarkan atas taraf partisipasi anak dalam menentukan kegiatan-kegiatan dalam keluarga. Pola otokrasi berarti orang tua bertindak sebagai diktator terhadap anak, sedangkan pola demokrasi, sampai batas-batas tertentu dapat melibatkan partisipasi anak untuk menentukan keputusan-keputusan keluarga.
Anak yang dibesarkan dalam keluarga yang bersuasana demokratis, memiliki karakter perkembangan yang luwes dan dapat menerima kekuasaan secara rasional. Sebaliknya anak yang dibesarkan dalam suasana keluarga otoriter, memandang kekuasaan sebagai sesuatu yang harus ditakuti dan bersifat sakral. Tentu saja akibat pola-pola hubungan antaranggota keluarga tersebut dapat membentuk suatu wujud kepribadian-kepribadian tertentu kepada sang anak. Dalam pola otoriter misalnya, anak akan berkembang menjadi individu yang penakut atau tunduk kepada peraturan secara membabi buta, bahkan jika hal itu mengisahkan suatu tragedi maka sang anak akan menjadi manusia patologis yang selalu menentang kekuasaan.
b. Aspek Sosial
Aspek ini menyangkut status sosial yang dimiliki oleh keluarga tersebut di dalam struktur dan status kehidupan masyarakatnya. Secara internal hubungan orang tua yang menyandang status pekerjaan dan kedudukan sosial tertentu di dalam masyarakatnya dapat juga mempengaruhi karakter kepribadian dalam mendidik anak. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Universitas Chicago sekitar tahun 1940-an menyimpulkan bahwa keluarga kelas sosial menengah kurang menerapkan hukuman badan, lebih mendorong tercapainya prestasi, dan memberikan tanggung jawab secara leluasa dan bebas kepada sang anak.
Latar belakang perilaku dan pola-pola tindakan yang diterapkan oleh orang tua dalam menerapkan metode interaksi pendidikan terhadap sang anak ternyata juga merupakan hasil pengaruh dari kelas sosial yang dimiliki oleh keluarga. Salah satu alasan penting yang menimbulkan perbedaan itu adalah alasan ekonomi.
1) Keluarga kelas sosial bawah umumnya memiliki banyak anak, penghasilan kecil, hidup di dalam rumah yang penuh sesak. Dalam kondisi demikian anak dituntut untuk patuh, tidak boleh ribut, tidak boleh terlalu berinisiatif agar tidak menimbulkan banyak resiko bagi keluarga. Sebaliknya keluarga kecil, keadaan ekonominya lebih baik; keluarga demikian memberi kesempatan kepada anak untuk memiliki inisiatif, apresiasi dan kreativitas yang cukup tinggi.
2) Orang tua dari kelas bawah memiliki kedudukan pekerjaan yang rendah. Sebagai bawahan mereka terbiasa bersikap patuh dan tunduk pada atasannya. Sikap ini secara tidak sadar terpancar dalam proses mendidik anak-anaknya di rumah.
Keluarga merupakan institusi sosial yang bersifat universal dan multi fungsional. Fugnsi pengawasan, sosial, pendidikan, keagamaan, perlindungan, dan rekreasi dilakukan oleh keluarga terhadap anggota-anggotanya. Oleh karena proses industrialisasi, urbanisasi dan sekularisasi maka keluarga dalam masyarakat modern kehilangan sebagian dari fungsi-fungsi tersebut di atas. Meskipun perubahan masyarakat telah mendominasi, namun fungsi utama keluarga tetap melekat, yaitu melindungi, memelihara, sosialisasi, dan memberikan suasana kemesraan bagi anggotanya.
Menurut Vembriarto (1990) ada tiga macam fungsi yang tetap melekat sebagai cirri hakiki keluarga, yaitu sebagai berikut :
a. Fungsi biologis
Keluarga merupakan tempat lahirnya anak-anak, fungsi biologis orang tua ialah melahirkan anak. Fungsi ini merupakan dasar kelangsungan hidup masyarakat. Namun fungsi ini juga mengalami perubahan, keluarga sekarang cenderung menyukai jumlah anak yang sedikit. Kecenderungan ini dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut, :
- perubahan tempat tinggal keluarga dari desa ke kota
- (2) makin sulitnya fasilitas perumahan
- (3) banyaknya anak dipandang sebagai hambatan untuk mencapai sukses material keluarga
- (4) banyak anak dipandang sebagai penghambat tercapai kemesraan dalam keluarga
- (5) meningkatnya taraf pendidikan wanita berakibat berkurangnya kesuburan kandungan
- (6) menipisnya pengaruh ajaran agama yang menekankan agar keluarga mempunyai banyak anak
- (7) makin banyaknya ibu-ibu yang bekerja di luar rumah, dan
- (8) makin meluasnya pengetahuan dan penggunaan alat-alat kontrasepsi.
b. Fungsi afeksi
Dalam keluarga terjadi hubungan sosial yang penuh dengan afeksi-afeksi kemesraan. Hubungan afektif ini tumbuh sebagai akibat hubungan cinta kasih yang menjadi dasar perkawinan. Dari hubungan cinta kasih ini lahirlah hubungan persaudaraan, persahabatan, kebiasaan, identifikasi, persamaan pendangan mengenai nilai-nilai. Dasar cinta kasih dan hubungan afektif ini merupakan faktor penting bagi perkembangan pribadi anak. Dalam masyarakat yang makin impersonal, sekuler dan asing, pribadi sangat membutuhkan hubungan afeksi yang secara khusus hanya terdapat dalam kehidupan keluarga.
c. Fungsi sosialisasi
Fungsi sosialisasi ini menunjuk peranan keluarga dalam membentuk kepribadian anak. Melalui interaksi sosial dalam keluarga itu anak mempelajari pola-pola tingkah laku, sikap, keyakinan, cita-cita dan nilai-nilai dalam masyarakat dalam proses perkembangan pribadinya.
Apabila kita perhatikan kecenderungan yang membawa proses perkembangan zaman dari waktu ke waktu maka perlu ada adaptasi lembaga-lembaga kehidupan (termasuk keluarga) agar tetap mampu mempertahankan peranan dan fungsi, khususnya di zaman yang kian modern, sekularistis dan materialistis ini. Perubahan sosial yang datang bertubi-tubi rupanya telah membawa pengaruh perubahan orientasi kehidupan keluarga dari keluarga tradisional mengarah pada keluarga modern. Keluarga tradisional pada umumnya masih merupakan kesatuan produksi, sedangkan keluarga modern cenderung berorientasi pada kesatuan konsumsi. Proses perubahan ekonomi pada masyarakat industri telah mengubah sifat keluarga, dari institusi pedesaan yang agraris menuju ke institusi perkotaan yang bernuansa industrialis. Dengan demikian peranan anggota-anggota keluarga juga mengalami perubahan. Fungsi produksi hilang, keluarga menjadi kesatuan konsumsi semata-mata. Keluarga di kota tidak lagi melakukan fungsi produksi langsung.
Anggota-anggota keluarga bekerja di luar untuk mendapatkan upah atau gaji, sebagai sarana untuk mencukupi kebutuhankebutuhan hidupnya (makanan, pakaian, dan lain-lain). Pergeseran fungsi produksi keluarga itu tampak pada tumbuh kembangnya industri pakaian jadi, alat-alat rumah tangga, makanan, toko makanan, restoran, supermarket, dan sebagainya. Oleh karena itu di sini juga akan dipaparkan fungsi-fungsi keluarga yang mengalami pergeseran sebagai akibat pengaruh dari gencarnya perubahan sosial yang melingkupi aktivitas-aktivitasnya. Fungsi-fungsi sosial yang mengalami perubahan itu antara lain yaitu :
a. Fungsi pendidikan
Dahulu keluarga merupakan satu-satunya institusi pendidikan. Fungsi pendidikan keluarga ini telah mengalami banyak perubahan. Secara informal fungsi pendidikan keluarga masih tetap penting, namun secara formal fungsi pendidikan itu telah diambil alih oleh sekolah. Proses pendidikan di penting. Apabila dulu fungsi sekolah terbatas pada pendidikan intelek, maka kecenderungan sekarang pendidikan sekolah diarahkan kepada anak sebagai seorang pribadi. Guru dengan bantuan konselor, psikolog sekolah, psikolog klinis, dan pekerja sosial bersama-sama membantu anak agar mereka berhasil menyesuaikan diri dalam masyarakat.
b. Fungsi rekreasi
Dulu keluarga merupakan medan rekreasi bagi anggotaanggotanya. Sekarang pusat-pusat rekreasi di luar keluarga, seperti gedung bioskop, panggung sirkus, lapangan olah raga, kebun binatang, taman-taman, nightclub, komunitas pengguna jasa internet dan lain sebagainya dipandang lebih menarik. Demikian pula rekreasi dalam kelompok sebaya menjadi makin penting bagi anak-anak. Perubahan tersebut menimbulkan dua macam akibat, yaitu jenis-jenis rekreasi yang dialami oleh anggota-angota keluarga menjadi lebih bervariasi, dan anggota-anggota keluarga lebih cenderung mencari hiburan di luar keluarga.
c. Fungsi keagamaan
Dulu keluarga merupakan pusat pendidikan upacara ritual dan ibadah agama bagi para anggotanya di samping peranan yang dilakukan oleh institusi agama. Proses sekularisasi dalam masyarakat dan merosotnya pengaruh institusi agama menimbulkan kemunduran fungsi keagamaan keluarga.
d. Fungsi perlindungan
Dahulu keluarga berfungsi memberikan perlindungan, baik fisik maupun sosial, kepada para anggotanya. Sekarang banyak fungsi perlindungan dan perawatan ini telah diambil alih oleh badan-badan sosial, seperti tempat perawatan bagi anak-anak cacat tubuh dan mental, anak yatim piatu, anakanak nakal, orang-orang lanjut usia, perusahaan asuransi dan sebagainya.
Proses perubahan masyarakat dari masarakat agraris yang masih tradisional ke arah masyarakat industri yang bernuansa modern telah mempengaruhi perubahan organisasi keluarga, yaitu dari extended family cenderung berubah ke arah nuclear family. Industrialisasi merupakan sebab utama perubahan dari bentuk lama extended family itu kepada bentuk baru nuclear family. Ada tiga alasan yang menyebabkan perubahan tersebut, yaitu sebagai berikut :
a. Industrialisasi menyebabkan nuclear family menjadi lebih bersifat dinamis, mudah berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain. Keluarga tidak lagi terikat oleh sebidang tanah untuk penghidupannya, melainkan mereka akan berpindah ke tempat di mana ada pekerjaan. Mobilitas keluarga ini akan melemahkan ikatan kekerabatan dalam extended family,
b. Industrialisasi dapat mempercepat emansipasi wanita, karena memungkinkan wanita untuk mendapatkan pekerjaan di luar rumah tangga. Emansipasi ini menyebabkan lemahnya fungsifungsi extended family di satu sisi, dan memperkuat fungsi nuclear family di sisi lain, dan
c. Industrialisasi telah menimbulkan corak kehidupan ekonomi baru dalam masyarakat. Dalam masyarakat agraris, semua anggota keluarga baik itu anak-anak, wanita, para orang tua dapat turut serta dalam proses produksi pertanian. Extended family memberikan keuntungan ekonomi. Dalam masyarkat industri, anak-anak, orang tua, orang cacat, tidak dapat turut serta dalam proses produksi di pabrik. Mereka justru menjadi beban keluarga. Nuclear family merupakan kelompok primer. Kelompok primer ialah kelompok kecil yang ciri-cirinya antara lain adalah hubungan antaranggotanya intim, kooperatif, dan biasanya face to face, masing-masing anggota memperlakukan anggota yang lain sebagai tujuan bukannya sebagai alat untuk mencapai tujuan. Keluarga merupakan suatu sistem jaringan interaksi pribadi. Keluarga berperan menciptakan persahabatan, kecintaan, rasa aman, hubungan antarpribadi yang bersifat kontinu; semua itu merupakan dasar-dasar bagi perkembangan kepribadian anak. Sebagai kelompok primer, keluarga berpengaruh besar terhadap anggota-anggotanya, karena :
a. Keluarga memberikan kesempatan yang unik kepada anggotanya untuk menyadari dan memperkuat nilai kepribadiannya. Dalam keluarga individu memperoleh kebebasan yang luas untuk menampakkan kepribadiannya. Kesempatan ini sangat penting bagi sosialisasi anak karena dengan cara demikian individu membangun harga dirinya.
b. Keluarga mengatur dan menjadi perantara hubungan anggotaanggotanya dengan dunia luar. Dalam hubungan tersebut dapat dibedakan menjadi dua macam corak keluarga, yaitu,
1) Keluarga terbuka, yaitu keluarga yang mendorong anggota - anggotanya untuk bergaul dengan masyarakat luas. Anak bebas bergaul dengan teman-temannya. Ayah dan ibu mempunyai banyak kenalan. Keluarga terbuka bagi tamu. Anggota keluarga mempunyai perhatian terhadap masalah-masalah kemasyarakatan. Keluarga yang bersifat terbuka lebih sedikit mengalami ketegangan-ketegangan daripada keluarga yang bersifat tertutup, sebab pergaulan dengan dunia luar itu dapat menghilangkan atau mengurangi beban-beban emosional.
2) Keluarga tertutup, yaitu keluarga yang menutup diri terhadap hubungan dengan dunia luar. Keluarga yang tertutup menghadapi orang luar dengan kecurigaan. Hubungan sosial yang intim, kecintaan, afeksi, terbatas dalam lingkungan keluarga sendiri. Karena tekanan-tekanan batin tidak dapat disalurkan keluar dalam hubungan sosial dengan dunia luar, maka kemarahan, kekecewaan ditumpahkan kepada keluarga sendiri. Akan tetapi keluarga yang tertutup lebih intim.
Dari teori - teori yang telah diterangkan di atas dapat diketahui, bahwa keluarga merupakan institusi yang paling penting pengaruhnya terhadap proses sosialisasi individu atau seseorang. Kondisi-kondisi yang menyebabkan pentingnya peranan keluarga dalam proses sosialisasi anak, ialah :
a. Keluarga merupakan kelompok kecil yang anggota-anggotanya berinteraksi face to face secara tetap. Dalam kelompok yang demikian perkembangan anak dapat diikuti dengan seksama oleh orang tuanya dan penyesuaian secara pribadi dalam hubungan sosial lebih mudah terjadi.
b. Orang tua mempunyai motivasi yang kuat untuk mendidik anak karena merupakan buah cinta kasih hubungan suami isteri. Anak merupakan perluasan biologis dan sosial orang tuanya. Motivasi kuat ini melahirkan hubungan emosional antara orang tua dengan anak. Penelitian-penelitian membuktikan bahwa hubungan emosional lebih berarti dan efektif daripada hubungan intelektual dalam proses sosialisasi.
c. Oleh karena hubungan sosial di dalam keluarga itu bersifat relatif tetap, maka orang tua memainkan peranan sangat penting terhadap proses sosialisasi anak. Keluarga sebagai lembaga pertama dan utama yang memberikan pendidikan kepada individu secara lahir maupun batin untuk tumbuh dan berkembang hingga sang anak menginjak dewasa. Dalam hal ini beberapa aspek tujuan sosialisasi yang dilaksanakan oleh keluarga untuk masyarakat modern seperti mengajarkan bermacam-macam keterampilan, telah diambil alih oleh lembaga sekolah atau institusi sosial yang lain. Tujuan Sosialisasi dalam Keluarga Secara mendasar terdapat tiga tujuan sosialisasi di dalam keluarga, yakni sebagai berikut :
a. Penguasaan diri
Masyarakat menuntut penguasaan diri pada anggota-anggotanya. Proses mengajar anak untuk menguasai diri ini dimulai pada waktu orang tua melatih anak untuk memelihara kebersihan dirinya. Ini merupakan tuntutan sosial pertama yang dialami oleh anak untuk latihan penguasaan diri. Tuntutan penguasaan diri ini berkembang, dari yang bersifat fisik kepada penguasaan diri secara emosional. Anak harus belajar menahan kemarahannya terhadap orang tua atau saudarasaudaranya. Tuntutan sosial yang menuntut agar anak menguasai diri merupakan pelajaran yang berat bagi anak.
b. Nilai-nilai
Bersama-sama dengan proses berlatih penguasaan diri ini kepada anak diajarkan nilai-nilai. Penelitian-penelitian menunjukkan bahwa nilai-nilai dasar dalam diri seseorang terbentuk pada usia enam tahun. Di dalam perkembangan usia tersebut keluarga memegang peranan terpenting dalam menanamkan nilai-nilai. Sebagai contoh melatih anak menguasai diri agar permainannya dapat dpinjamkan kepada temannya, maka di
situ dapat muncul suatu makna tentang arti dari kerja sama. Mengajarkan anak menguasai diri agar tidak bermain-main dahulu sebelum menyelesaikan pekerjaan rumahnya, maka di situ mengandung ajaran tentang nilai sukses dalam pekerjaan.
c. Peran-peran sosial
Mempelajari peran-peran sosial ini terjadi melalui interaksi sosial dalam keluarga. Setelah dalam diri anak berkembang kesadaran diri sendiri yang membedakan dirinya dengan orang lain, dia mulai mempelajari peranan-peranan sosial yang sesuai dengan gambaran tentang dirinya. Dia mempelajari peranannya sebagai anak, sebagai saudara (kakak/adik), sebagai laki-laki/perempuan, dan sebagainya. Proses mempelajari peran-peran sosial ini kemudian dilanjutkan di lingkungan kelompok sebaya, sekolah, perkumpulan-perkumpulan dan lain sebagainya.
Keluarga merupakan lingkup kehidupan yang paling berpengaruh terhadap perjalanan seorang individu, maka peran keluarga dalam hubungan sosialisasi anak juga dipengaruhi oleh ciri yang melekat di dalam keluarga tersebut. Anak yang tumbuh kembang menjadi seorang pribadi yang utuh merupakan cerminan dari hubungan antara kedua aspek tersebut. Ciri yang melekat pada keluarga itu dapat di bagi menjadi dua yakni sebagai berikut :
a. Aspek Internal (Corak Hubungan antara Orang Tua dan Anak)
Para ahli sepakat bahwa cara meresepnya nilai-nilai sosial ke dalam diri individu dalam awal perkembangan kepribadiannya diperoleh melalui hubungan-hubungannya dengan manusia - manusia dewasa, khususnya orang tua. Nilai-nilai dan pola tingkah laku diinternalisasikan ke dalam diri anak hanya bisa tercakup dalam konteks hubungan yang intensif, melibatkan partisipasi lahir maupun batin, face to face dan kontinu. Dalam hal ini tentunya corak hubungan yang mampu memproduk pribadi seorang individu satu-satunya diperankan oleh lembaga keluarga. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Fels Research Institute, pola hubungan orang tua-anak dapat dibedakan menjadi tiga yaitu :
1) Pola menerima-menolak, pola ini didasarkan atas taraf kemesraan orang tua terhadap anak,
2) Pola memiliki-melepaskan, pola ini didasarkan atas seberapa besar sikap protektif orang tua terhadap anak. Pola ini bergerak dari sikap orang tua yang overprotektif dan memiliki anak sampai kepada sikap mengabaikan anak sama sekali, dan
3) Pola demokrasi-otokrasi, pola ini didasarkan atas taraf partisipasi anak dalam menentukan kegiatan-kegiatan dalam keluarga. Pola otokrasi berarti orang tua bertindak sebagai diktator terhadap anak, sedangkan pola demokrasi, sampai batas-batas tertentu dapat melibatkan partisipasi anak untuk menentukan keputusan-keputusan keluarga.
Anak yang dibesarkan dalam keluarga yang bersuasana demokratis, memiliki karakter perkembangan yang luwes dan dapat menerima kekuasaan secara rasional. Sebaliknya anak yang dibesarkan dalam suasana keluarga otoriter, memandang kekuasaan sebagai sesuatu yang harus ditakuti dan bersifat sakral. Tentu saja akibat pola-pola hubungan antaranggota keluarga tersebut dapat membentuk suatu wujud kepribadian-kepribadian tertentu kepada sang anak. Dalam pola otoriter misalnya, anak akan berkembang menjadi individu yang penakut atau tunduk kepada peraturan secara membabi buta, bahkan jika hal itu mengisahkan suatu tragedi maka sang anak akan menjadi manusia patologis yang selalu menentang kekuasaan.
b. Aspek Sosial
Aspek ini menyangkut status sosial yang dimiliki oleh keluarga tersebut di dalam struktur dan status kehidupan masyarakatnya. Secara internal hubungan orang tua yang menyandang status pekerjaan dan kedudukan sosial tertentu di dalam masyarakatnya dapat juga mempengaruhi karakter kepribadian dalam mendidik anak. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Universitas Chicago sekitar tahun 1940-an menyimpulkan bahwa keluarga kelas sosial menengah kurang menerapkan hukuman badan, lebih mendorong tercapainya prestasi, dan memberikan tanggung jawab secara leluasa dan bebas kepada sang anak.
Latar belakang perilaku dan pola-pola tindakan yang diterapkan oleh orang tua dalam menerapkan metode interaksi pendidikan terhadap sang anak ternyata juga merupakan hasil pengaruh dari kelas sosial yang dimiliki oleh keluarga. Salah satu alasan penting yang menimbulkan perbedaan itu adalah alasan ekonomi.
1) Keluarga kelas sosial bawah umumnya memiliki banyak anak, penghasilan kecil, hidup di dalam rumah yang penuh sesak. Dalam kondisi demikian anak dituntut untuk patuh, tidak boleh ribut, tidak boleh terlalu berinisiatif agar tidak menimbulkan banyak resiko bagi keluarga. Sebaliknya keluarga kecil, keadaan ekonominya lebih baik; keluarga demikian memberi kesempatan kepada anak untuk memiliki inisiatif, apresiasi dan kreativitas yang cukup tinggi.
2) Orang tua dari kelas bawah memiliki kedudukan pekerjaan yang rendah. Sebagai bawahan mereka terbiasa bersikap patuh dan tunduk pada atasannya. Sikap ini secara tidak sadar terpancar dalam proses mendidik anak-anaknya di rumah.