Prosedur Pengolahan Limbah B3

Written By Lumajangtopic on Sunday, November 11, 2012 | 1:36 AM


Standar Pengolahan Limbah bahan berbahaya Beracun (B3)

Pengolahan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), adalah proses untuk mengubah jenis, jumlah dan karakteristik limbah B3 menjadi tidak berbahaya dan/atau tidak beracun dan/atau immobilisasi limbah B3 sebelum ditimbun dan/atau memungkinkan agar limbah B3 dimanfaatkan kembali (daur ulang). Proses pengolahan limbah B3 dapat dilakukan secara pengolahan fisika dan kimia, stabilisasi/solidifikasi, dan insenerasi.

Proses pengolahan secara fisika dan kimia bertujuan untuk mengurangi daya racun limbah b3 dan/atau menghilangkan sifat/karakteristik limbah B3 dari berbahaya menjadi tidak berbahaya. Proses pengolahan secara stabilisasi/solidifikasi bertujuan untuk mengubah watak fisik dan kimiawi limbah B3 dengan cara penambahan senyawa pengikat B3 agar pergerakan senyawa B3 ini terhambat atau terbatasi dan membentuk massa monolit dengan struktur yang kekar. Sedangkan proses pengolahan secara insinerasi bertujuan untuk menghancurkan senyawa B3 yang terkandung di dalamnya menjadi senyawa yang tidak mengandung B3. Pemilihan proses pengolahan limbah B3, teknologi dan penerapannya didasari atas evaluasi kriteria yang menyangkut kinerja, keluwesan, kehadalan, keamanan, operasi dari teknologi yang digunakan, dan pertimbangan lingkungan. Timbunanlimbah B3 yang sudah tidak dapat diolah atau dimanfaatkan lagi harus ditimbun pada lokasi penimbunan (landfill) yang memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan.

Persyaratan Pengolahan Limbah B3

Persyaratan Lokasi Pengolahan Limbah B3
Pengolahan limbah B3 dapat dilakukan di dalam lokasi penghasil limbah B3 atau di luar penghasil limbah B3. Untuk pengolahan di dalam lokasi penghasil, lokasi pengolahan disyaratkan :

  • Merupakan daerah bebas banjir, dan
  • Jarak antara lokasi pengolahan dan lokasi fasilitas umum minimal 50meter.

Persyaratan lokasi pengolahan limbah B3 di luar lokasi penghasil adalah :

  • Merupakan daerah bebas banjir;
  • Pada jarak paling dekat 150 meter dari jalan utama/jalan tol dan 50 meter untuk jalan lainnya;
  • Pada jarak paling dekat 300 meter dari daerah pemukiman, perdagangan, rumah sakit, pelayanan kesehatan atau kegiatan sosial, hotel, restoran, fasilitas keagamaan dan pendidikan;
  • Pada jarak paling dekat 300 meter dari garis pasang naik laut, sungai, daerah pasang surut, kolam, danau, rawan, mata air dan sumur penduduk;
  • Pada jarak paling dekat 300 meter dari daerah yang dilindungi (cagar alam, hutan lindung dan lain-lainnya).


Persyaratan Fasilitas Pengolahan Limbah B3
Dalam pengoperasian limbah B3 harus menerapkan system operasi yang meliputi :
a. Sistem Keamanan Fasilitas
Sistem keamanan yang diterapkan dalam pengoperasian fasilitas pengolahan limbah B3 sekurang-kurangnya harus :

  1. Memiliki system penjagaan 24 jam yang memantau, mengawasi dan mencegah orang yang tidak berkepentingan masuk ke lokasi;
  2. Mempunyai pagar pengaman atau penghalang lain yang memadai dan suatu system untuk mengawasi keluar masuk orang dan kendaraan melalui pintu gerbang maupun jalan masuk lain;
  3. Mempunyai tanda yang mudah terlihat dari jarak 10 meter dengan tulisan “Berbahaya” yang dipasang pada unit/bangunan pengolahan dan penyimpanan, serta tanda “Yang Tidak Berkepentinan Dilarang Masuk” yang ditempatkan di setiap pintu masuk ke dalam fasilitas dan pada setiap jarak 100 meter di sekeliling lokasi;
  4. Mempunyai penerangan yang memadai di sekitar lokasi.

b. Sistem Pencegahan Terhadap Kebakaran
Untuk mencegah terjadi kebakaran atau hal lain yang tak terduga di fasilitas pengolahan, maka sekurang-kurangnya harus :

  1. Memasang system arde (Electrikal Spark Grounding)
  2. Memasang tanda peringatan, yang jelas terlihat dari jarak 10 meter, dengan tulisan : “Awas Berbahaya”, “Limbah B3 (mudah terbakar, …, dan lain-lain). Dilarang Keras Menyalakan Api Atau Merokok !”
  3. Memasang peralatan pedeteksi bahaya kebakaran yang bekerja secara otomatis selama 24 jam terus menerus, berupa : (a) Alat deteksi peka asam (smoke sensing alarm), dan(b) Alat deteksi peka panas (heat sensing alarm),
  4. Tersediannya system pemadam kebakaran yang berupa : (a) Sistem permanen dan otomatis, dengan menggunakan bahan pemadam air, busa, gas atau bahan kimia kering, dengan jumlah mutu sesuai kebutuhan; (b) Pemadam kebakaran portable dengan kapasitas minimum 10 kg untuk setiap 100 m2 dalam ruangan ;
  5. Menata jarak atau lorong antara kontainer – kontainer yang berisi limbah B3 minimum 60 cm sehingga tidak mengganggu gerakan orang, peralatan pemadam kebakaran, peralatan pengendali/pencegah tumpahan limbah, dan peralatan untuk menghilangkan kontaminasi ke semua arah di dalam lokasi;
  6. Menata jarak antara bangunan-bangunan yang memadai sehingga mobil pemadam kebakaran mempunyai akses menuju lokasi kebakaran.

Sistem pencegahan Tumpahan Limbah

  1. Fasilitas pengolahan limbah B3 harus mempunyai rencana, dokumen dan petunjuk teknis operasi pencegahan tumpahan limbah B3 yang meliputi : (a) Pemeriksaan Mingguan terhadap fasilitas pengolahan, dan (b) Sistem tanda bahaya peringatan dini yang bekerja selama 24 jam dan yang akan memberi tanda bahaya sebelum terjadi tumpahan/luapan limbah (level control).
  2. Pengawas harus dapat mengidentifikasi setiap kelainan yang terjadi, seperti malfungsi, kerusakan, kelalaian operator, kebocoran atau tumpahan yang dapat menyebabkan terlepasnya limbah dari fasilitas pengolahan ke lingkungan. Program ini juga harus menyangkut terlepasnya limbah dari fasilitas pengolahan ke lingkungan. Program ini juga harus menyangkut mekanisme tanggap darurat;
  3. Penggunaan bahan penyerap (absorbent) yang sesuai dengan jenis dan karakteristik tumpahan limbah B3.

Sistem Penangulangan Keadaan Darurat
Fasilitas pengolahan limbah B3 harus mempunyai system untuk mengatasi keadaan darurat yang mungkin terjadi. Persyaratan minimum untuk system tanggap darurat antara lain:

  1. Ada koordinator penanggulangan keadaan darurat, yang bertanggungjawab melaksanakan tindakan-tindakan yang harus diakukan sesuai dengan prosedur penanganan kondisi darurat yang terjadi;
  2. Jaringan komunikasi atau pemberitahuan kepada : (a) Tim penangulangan keadaan darurat, (b) Dinas pemadam kebakaran, (c) Pihak kepolisian, (d) Ambulan dan pelayanan kesehatan, (e) Sekolah, rumah sakit dan penduduk setempat, (f) Aparat pemerintah terkait setempat;
  3. Memiliki prosedur evakuasi bagi seluruh pekerja fasilitas pengolahan limbah B3.
  4. Mempunyai peralatan penanggulangan keadaan darurat;
  5. Tersedianya peralatan dan baju pelindung bagi seluruh stafpenanggulangan keadaan darurat di lokasi, dan sesuai dengan jenis limbah B3 yang ditangani di lokasi tersebut;
  6. Memiliki prosedur tindakan darurat pengangkutan;
  7. Menetapkan prosedur untuk penutupan sementara fasilitas pengolahan;
  8. Melakukan pelatihan bagi karyawan dalam penanggulangan keadaan darurat yang dilakukan minimal dua kali dalam setahun.

Sistem Pengujian Peralatan

  1. Semua alat pengukur, peralatan operasi pengolahan dan perlengkapan pendukung operasi harus diuji minimum sekali dalam setahun;
  2. Hasil pengujian harus dituangkan dalam berita acara yang memuat hasil uji coba penanganan system keadaan darurat. Informasi tersebut harus selalu tersedia di lokasi fasilitas pengolahan limbah B3.

Pelatihan Karyawan
Perusahaan wajib memberikan pelatihan secara berkala kepad karyawan yang meliputi :
1) Pelatihan dasar, diantaranya;

  • (a) Pengenalan limbah; meliputi jenis limbah, sifat dan karakteristik serta bahayannya terhadap lingkungan dan manusia, serta tindakan pencegahannya;
  • (b) Peralatan pelindung: menyangkut kegunaan dan penggunaannya;
  • (c) Pelatihan untuk keadaan darurat: meliputi kebakaran, ledakan, tumpahan, matinya listrik, evakuasi, dan sebagainnya;
  • (d) Prosedur inspeksi;
  • (e) Pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K);
  • (f) Peralatan keselamatan kerja (K3);
  • (g) Peraturan perundangan-undangan tentang pengolahan limbah B3.


2) Pelatihan khusus

  • (a) Pemeliharaan peralatan pengolahan dan peralatan penunjangnya;
  • (b) Pengoperasian alat pengolahan dan peralatan penujangnya;
  • (c) Laboratorium;
  • (d) Dokumentasi dan pelaporan;
  • (e) Prosedur penyimpanan dokumentasi dan pelaporan.


Persyaratan Penanganan Limbah B3 Sebelum Diolah
Sebelum melakukan pengolahan, terhadap limbah B3 harus dilakukan uji analisa kandungan/parameter fisika dan/atau kimia dan/atau biologi guna menetapkan prosedur yang tepat dalam proses pengolahan limbah B3 tersebut. Setelah kandungan/parameter fisika dan/atau kimia dan/atau biologi yang terkandung dalam limbah B3 tersebut di ketahui, maka terhadap selanjutnya adalah menentukan pilihan proses pengolahan limbah B3 yang dapat memenuhi kualitas dan baku mutu pembuangan dan/atau lingkungan yang ditetapkan.

Pengolahan limbah B3
a. Pengolahan limbah B3 secara fisika dan kimia
Perlakuan terhadap limbah B3 dapat dilakukan dengan proses pengolahan sbb :
1) Proses pengolahan secara Kimia antara lain;

  • (a) Reduksi – Oksidasi,
  • (b) Elektrolisasi,
  • (c) Netralisasi,
  • (d) Presipitasi/Pengendapan,
  • (e) Solidifikasi/Stabilisasi,
  • (f) Absorpsi,
  • (g) Penukar Ion,
  • (h) Pirolisa

2) Proses pengolahan secara fisika antara lain;
a) Pembersihan Gas;

  1. Elektrostatik presipitator,
  2. Penyaringan partikel,
  3. Wet scrubbing,
  4. Adsorpsi dengan karbon aktif,

b) Pemisahan cairan dan padatan:

  1. Sentrifugasi,
  2. Klarifikasi
  3. Koagulasi,
  4. Filtrasi,
  5. Flokulasi,
  6. Flotasi,
  7. Sedimentasi,
  8. Thickening.

c) Penyisihan komponen-komponen yang spesifik.

  1. Adsorpsi,
  2. Kristalisasi,
  3. Dialisasi,
  4. Electrodialisa,
  5. Evaporasi,
  6. Leaching,
  7. Reverse osmosis,
  8. Solvent extraction,
  9. Stripping

b. Pengolahan Stabilisasi/Solidifikasi
Proses stabilisasi/solidifikasi adalah suatu tahapan proses pengolahan limbah B3 untuk mengurangi potensi racun dan kandungan limbah B3 melalui upaya memperkecil/membatasi daya larut, pergerakan/penyebaran dan daya racunnya (immobilisasi unsure yang bersifat racun) sebelum limbah B3 tersebut dibuang ke tempat penimbunan akhir (landfill) Prinsip kerja stabilisasi/solidifikasi adalah pengubahan watak fisik dan kimiawi limbah B3 dengan cara penambahan senyawa pengikat (landfill) sehingga pergerakan senyawa-senyawa B3 dapat dihambat atau terbatasi dan membentuk ikatan massa monolit dengan struktur yang kekar (massive).

Bahan-bahan yang biasa digunakan untuk proses stabilisasi/solidifikasi (bahan aditif) antara lain:

  1. Bahan pencampur : gypsum, pasir, lempung, abu terbang; dan
  2. Bahan perekat/pengikat : semen, kapur, tanah liat, dll

Tata cara kerja stabilisasi/solidifikasi :

  1. Limbah B3 sebelum distabilisasi/solidifikasi harus dianalisas karakteristiknya guna menentukan resep stabillisasi/solidifikasi yang diperlukan terhadap limbah B3 tersebut;
  2. Setelah dilakukan stabilisasi/solidifikasi, selanjutnya terhadap hasil olahan tersebut dilakukan uji TCLP untuk mengukur kadar/konsentrasi parameter dalam lindi (extract/eluate). 
  3. Terhadap hasil olahan tersebut selanjutnya dilakukan uji kuat tekan (Compressive Strenghth) dengan “Soil Penetrometer Test”, dengan harus mempunyai nilai tekanan minimum sebebsar 10 ton/m2 dan lolos uji “Paint Filter test”.
  4. Limbah B3 olahan yang memenuhi persaratan kadar TCLP, nilai uji kuat tekan dan lolos tes paint filter test; selanjutnya harus ditimbun ditempat penimbunan (landfill) yang ditetapkan pemerintah atau yang memenuhi persaratan yang ditetapkan.

c. Pengolahan dengan Insinerasi (Thermal Treatment)

Sebelum mulai membangun atau memasang insinerator fasilitas pengolahan limbah B3, pemilik harus memberikan data-data spesifikasi teknis di bawah ini :
a) Spesifikasi insinerator, sekurang-kurangnya memuat informasi antara lain :

  1. Nama Pabrik pembuat dan nomor model.
  2. Jenis insinerator.
  3. Dimensi internal dari unit isinerator termasuk luas penampang zona/ruang proses pembakaran.
  4. Kapasitas udara penggerak utama (prime air mover).
  5. Uraian mengenai system bahan bakar (jenis/umpan).
  6. Spesifikasi teknis dan desain dari nozzle dan burner.
  7. Temperatur dan tekanan operasi di zona/ruang bakar.
  8. Waktu tinggal limbah dalam zona/ruang pembakar.
  9. Kapasitas blower.
  10. Tinggi dan diameter ceroong.
  11. Uraian peralatan pencegah pencemaran udara dan peralatan pemantauan emisi cerobong (stack/chimney).
  12. Tempat dan deskripsi dari alat pencatat suhu, tekanan, aliran dan alat-alat pengontrol lain.
  13. Deskripsi system pemutus umpan limbah yang bekerja otomatis.
  14. Efisiensi Penghancuran dan penghilangan (DRE), dan Efisiensi Pembakaran (EP).

b) Memperkirakan tingkat maksimal konsentrasi pada permukaan tanah akibat udara dari insinerator dengan memakai pesamaan distribusi GAUSS dan/atau pengembangannya dengan mempertimbangkan kondisi meteorology setempat.
c) Memberikan uraian tentang jadwal konstruksi, mulai dari tahap pra konstruksi, pelaksanaan konstruksi, penyelesaian konstruksi, dan tahap persiapan operasi.
d) Menyerahkan laporan yang berisi informasi kegiatan tersebut.

Sebelum insinerator di operasikan secara terus menerus atau kontinu, pemilik harus melakukan uji coba pembakaran (trial burn test). Uji coba ini harus mencakup semua peralatan utama dan peralatan penunjang termasuk peralatan pengendalian pencemaran udara yang dipasang. Uji coba dilakukan setelah mendapat persetujuan dari Bapedal.

 
berita unik