Psikologi Lingkungan

Written By Lumajangtopic on Wednesday, November 14, 2012 | 8:36 PM

Psikologi Lingkungan dan Perilaku

Pendekatan psikologi lingkungan muncul sebagai protes terhadap pendekatan yang hanya memperhatikan faktor - faktor individual sebagai penyebab dari munculnya masalah - masalah sosial. Selama tahun 1970-an dan awal tahun 1980-an, kontekstualisme makin diperhatikan di beberapa bidang penelitian psikologi. Para psikolog di semua bidang pemusatan utama psikologi melihat adanya kelemahan dari penelitian-penelitian yang tidak memperhatikan konteks, dan menyerukan perlunya perilaku yang lebih menggunakan pendekatan yang holistik dan memakai dasar ekologis (Stokols, 1987 dalam Stokols dan Altman, 1987).

Psikologi lingkungan adalah bidang psikologi yang menggabung - gabungkan dan menganalis transaksi serta tata hubungan dari pengalaman serta tindakan manusia dengan aspek-aspek dari lingkungan sosiofisiknya yang terkait. Salah stu contoh Penanggulangan Sampah Perkotaan sebagai Objek Psikologi Lingkungan. Kebersihan lingkungan merupakan salah satu tolok ukur kualitas hidup masyarakat. Masyarakat yang telah mementingkan kebersihan lingkungan dipandang sebagai masyarakat yang kualitas hidupnya lebih tinggi dibandingkan masyarakat yang belum mementingkan kebersihan. Salah satu aspek yang dapat dijadikan indikator kebersihan lingkungan kota adalah sampah. Bersih atau kotornya suatu lingkungan tercipta melalui tindakantindakan manusia dalam mengelola dan menanggulangi sampah yang mereka hasilkan.

Perilaku manusia yang tidak bertanggung jawab terhadap sampah dapat menyebabkan munculnya masalah dan kerusakan lingkungan. Bila perilaku manusia semata - mata mengarah lebih pada kepentingan pribadinya, dan kurang atau tidak mempertimbangkan kepentingan umum/kepentingan bersama, maka dapat diprediksi bahwa daya dukung lingkungan alam semakin terkuras habis dan akibatnya kerugian dan kerusakan lingkungan tak dapat dihindarkan lagi. Oleh karena itu, sampah dan benda-benda buangan yang banyak terdapat di lingkungan kehidupan kita perlu ditanggapi secara serius dan perlu dicari cara yang tepat untuk menanggulanginya.Terkait dengan pendekatan Psikologi Lingkungan yang menganalisis perilaku manusia dengan aspek-aspek lingkungan sosiofisiknya, maka untuk keperluan di atas psikologi lingkungan merupakan pendekatan yang paling tepat dalam menjelaskan dan menganalisis gejala hubungan/ keterkaitan antara manusia dan masalah lingkungan yang ditimbulkannya.


Perilaku Kebersihan. Perilaku kebersihan yang diteliti adalah berupa rangkaian dari berbagai wujud perilaku/tindakan yang dilakukan orang terhadap sampah, mencakup perilaku yang bertanggung jawab terhadap lingkungan seperti tindakan mengotori lingkungan hingga tindakan-tindakan yang bertanggung jawab seperti tindakan-tindakan memelihara dan membersihkan lingkungan. Hines, Hungerford dan Tomera (1986) melakukan meta analisis terhadap penelitian-penelitian yang berkenaan dengan perilaku yang bertanggung jawab terhadap lingkungan, mendapatkan sejumlah variabel yang berasosiasi dengan perilaku yang dimaksud, yaitu pengetahuan tentang issues, pengetahuan tentang strategi tindakan, locus of control, sikap, komitmen verbal dan rasa tanggung jawab yang dimiliki seseorang.

Menurut model tersebut intensi untuk bertindak ditentukan oleh faktor-faktor internal pelaku. Di lain pihak, perilaku yang bertanggung jawab terhadap lingkungan selain ditentukan oleh faktor-faktor internal, juga tidak terlepas dari faktor situasional (faktor eksternal). Perilaku tidak terbentuk dengan sendirinya tapi terbentuk melalui proses pembelajaran. Sebagai contoh, untuk menyapu jalanan diperlukan keterampilan menyapu dan pengetahuan tentang kebersihan. Pengetahuan tentang masalah lingkungan dan pengetahuan tentang berbagai tindakan yang tepat untuk mengatasinya menjadi salah satu prasyarat bagi perilaku bertanggungjawab. Memiliki pengetahuan dan kemampuan saja tidak cukup, perlu disertai hasrat atau keinginan untuk mewujudkan perbuatan yang dimaksud. Hasrat atau keinginan seseorang itu sendiri sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor kepribadian, yaitu sikap, locus of control dan rasa tanggung jawab.

Masih menurut model di atas, individu yang memiliki pengetahuan dan keterampilan dan mempunyai sikap positif terhadap lingkungan serta terhadap perilaku prolingkungan, biasanya memiliki intensi untuk mewujudkan tindakan-tindakan perilaku bertanggung jawab. Namun faktor-faktor situasional, seperti keadaan ekonomi, tekanan sosial dan peluang yang tersedia, dapat menghambat atau memperkuat kemungkinan munculnya perilaku yang dimaksud. Perilaku bertanggungjawab merupakan hasil dari transaksi terusmenerus antara faktor internal individu dengan faktor situasional.

Sampah sebagai stimulus (S) akan menimbulkan respon/ perilaku (R). Hubungan langsung antara S dan R, dapat digunakan untuk menjelaskan terbentuknya kebiasaan – kebiasaan perilaku sehari-hari. Misalnya, sejak kecil seorang anak dilatih membuang benda-benda sisa ke keranjang sampah oleh orang tuanya. Pengalaman ini terjadi berulang-ulang, sehingga menjadi kebiasaan yang melekat setelah ia dewasa. Hubungan langsung antara S-R tidak selalu terjadi dan berlaku respon subjek pada setiap orang. Manusia (O) berada dalam posisi berhadapan dengan lingkungan, dan dalam posisi itu (S) dan (O) berinteraksi. Interaksi dilakukan manusia pertama kali melalui penginderaannya. Setelah itu apa yang diinderakan (persepsi) akan diproses lebih lanjut dalam alam kesadaran (kognisi) dan di sini ikut berpengaruh berbagai faktor yang terdapat dalam kognisi itu seperti ingatan (memori), minat, sikap, motivasi dan inteligensi dari (O). Jadi yang dimaksud sebagai stimulus (S) adalah obyek benda-benda di lingkungan sebagaimana dipersepsi oleh (O). Pengalaman seseorang akan berbentuk penilaian terhadap apa yang diinderakan tadi dan atas dasar penilaian itulah muncul suatu perilaku. Sebagai stimulus, kantung plastik bekas bungkus menimbulkan respon (R) berlainan. Ada yang langsung membuangnya (tindakan O.1); ada yang menyimpannya untuk dimanfaatkan kembali (oleh O.2); dan ada yang mengumpulkan untuk kemudian dijual (oleh O.3). Tampak dalam hal ini berbagai faktor (O) memegang peranan penting dalam hubungan S-R. Dalam faktor (O) berlangsung proses kognisi antara lain kognisi, motivasi, sikap, nilai, emosi dan rasio. Orang dalam hal ini dipandang sebagai mahluk yang bernalar, memiliki alasan-alasan tertentu sebelum bertindak .

orang yang sama akan membuang tissue serupa dariPerbuatan seseorang dalam lingkungan fisik tertentu, merupakan proses yang saling terkait dan saling pengaruh-mempengaruhi antara 1) (O) sebagai pelaku, 2) wujud perilaku/perbuatan itu sendiri (R), dan 3) lingkungan. Transaksi terjadi antara makna yang diberikan (O) terhadap lingkungan. Pada hakekatnya, makna ini ditentukan pula oleh niat atau maksud (O). Transaksi antara (O) dan (R) serta (S) dalam suatu lingkungan yang berlangsung terus menerus dapat menjelaskan mengapa terdapat tindakan-tindakan khusus pada tempat dan waktu khusus pula. Tindakan tersebut berhubungan dengan berbagai wujud dan bentuk yang terdapat di lingkungan, dan dengan makna yang diberikan oleh orang yang bersangkutan (O) terhadap wujud dan bentuk itu. Makna itu sendiri bergantung pada pengalaman (O) mengenai suatu situasi/suasana lingkungan. Demikian pula kelayakan suatu lokasi menjadi tempat sampah tergantung dari norma yang diterima dan berlaku di sana. Tindakan terhadap sampah bervariasi antar individu dan tergantung pada tempat dan situasi. Secara psikologis, orang-orang, benda-benda, serta kejadian-kejadian bermakna yang terdapat di sekitar individu membangun suasana atau situasi lingkungan di suatu tempat. Dibandingkan karakteristik individual, maka situasi lingkungan yang dialami langsung lebih berperan menentukan wujud perilaku/tindakan seseorang (Wicker, 1987). Artinya, ada kemungkinan bila berada di rumahnya sendiri seseorang akan membuang tissue bekas pakai pada tempat sampah yang telah tersedia namun dalam situasi lain (misalnya dalam perjalanan), mobil ke jalan raya.

Hingga di sini dapat dimengerti mengapa seseorang ketika di Jakarta sering membuang sampah sembarangan, namun ketika ia berada di Singapura perbuatannya terhadap sampah berbeda sekali. Secara keseluruhan, gambaran perilaku kebersihan yang ditampilkan orang dalam kehidupan keseharian di perkotaan merupakan hubungan yang saling terkait antara makna subjektif pelaku dengan situasi lingkungan di sekitarnya (Wibowo, 1993). Melalui pengamatan di wilayah perkotaan maupun kampung-kampung di pedesaan, kita dengan mudah mendapatkan lokasi-lokasi yang bersih walau memiliki sarana kebersihan yang minim atau seadanya. Sebaliknya, tidak jarang pula ditemui tempat yang kotor walaupun telah tersedia sarana kebersihan yang memadai. Dapat dinyatakan bahwa peran perilaku jauh lebih penting dalam memelihara kebersihan lingkungan dibanding persoalan kelengkapan sarana. Tanpa tindakan nyata, sarana selengkap apa pun tidak akan mampu berfungsi untuk mewujudkan kebersihan lingkungan.

Masalah-masalah di sekitar perilaku kebersihan bersifat kompleks dan berlangsung dalam berbagai situasi di wilayah perkotaan, di daerah permukiman, di kawasan industri dan perkantoran serta di tempat-tempat umum, sehingga pantas diakui sebagai masalah bersama atau tanggung jawab setiap orang/penghuni kota. Hal itu merupakan kombinasi dari bermacam-macam faktor dari berbagai unsur yang terkait. Keterkaitan hubungan antara berbagai unsur memang menentukan pola perilaku kebersihan mereka.
 
berita unik