Pengaruh Sanitasi Lingkungan pada Status Gizi
Gizi buruk adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan karena kekurangan asupan energi dan protein juga mikronutrien dalam jangka waktu lama. Anak disebut gizi buruk apabila berat badan dibanding umur tidak sesuai (selama 3 bulan berturut-turut tidak naik) dan tidak disertai tanda-tanda bahaya.
Penyebab terjadinya gizi buruk secara langsung antara lain:
- Penyapihan yang terlalu dini
- Kurangnya sumber energi dan protein dalam makanan TBC
- Anak yang asupan gizinya terganggu karena penyakit bawaan seperti jantung atau metabolisme lainnya.
- Penyebab tidak langsung:
- Daya beli keluarga rendah/ ekonomi lemah
- Lingkungan rumah yang kurang baik
- Pengetahuan gizi kurang
- Perilaku kesehatan dan gizi keluarga kurang
Salah satu upaya peningkatan derajat kesehatan adalah perbaikan gizi masyarakat, gizi yang seimbang dapat meningkatkan ketahanan tubuh, dapat meningkatkan kecerdasan dan menjadikan pertumbuhan yang normal (Depkes RI, 2004). Namun sebaliknya gizi yang tidak seimbang menimbulkan masalah yang sangat sulit sekali ditanggulangi oleh Indonesia, masalah gizi yang tidak seimbang itu adalah Kurang Energi Protein (KEP), Kurang Vitamin A (KVA), Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY) dan Anemia Gizi Besi (Depkes RI, 2004 ).
Khusus untuk masalah Kurang Energi Protein (KEP) atau biasa dikenal dengan gizi kurang atau yang sering ditemukan secara mendadak adalah gizi buruk terutama pada anak balita, masih merupakan masalah yang sangat sulit sekali ditanggulangi oleh pemerintah, walaupun penyebab gizi buruk itu sendiri pada dasarnya sangat sederhana yaitu kurangnya intake (konsumsi) makanan terhadap kebutuhan makan seseorang. Sebelum gizi buruk ini terjadi, telah melewati beberapa tahapan yang dimulai dari penurunan berat badan dari berat badan ideal seorang anak sampai akhirnya terlihat anak tersebut sangat buruk (gizi buruk). Jadi masalah sebenarnya adalah masyarakat atau keluarga balita belum mengatahui cara menilai status berat badan anak (status gizi anak).
Kehidupan modern menuntut kita agar selalu berupaya memelihara dan meningkatkan kesehatan, baik kesehatan pribadi maupun kesehatan lingkungan. Yang dimaksud kesehatan pribadi menurut Muri’fah dan Herdianto (1992: 8) adalah “kesehatan atau kebersihan diri sendiri seutuhnya yaitu meliputi seluruh aspek pribadi, fisik, mental, sosial agar tumbuh dan berkem-bang secara harmonis.” Sedangkan kesehatan lingkungan menurut Muri’fah dan Herdianto (1992: 8) adalah “ Kesehatan yang berada di luar diri meliputi lingkungan biologis dan lingkungan fisik.”
Sehat adalah tidak adanya gangguan terhadap jasmani, rohani, dan sosial. Kesehatan mencakup pribadi seseorang seutuhnya meliputi sehat pisik, sehat mental, dan sosial. Pemahaman sehat tersebut sesuai dengan pengertian sehat yang dikemukakan WHO yang dikutip oleh Mari’fah (1992: 1) adalah “ keadaan yang meliputi kesehatan fisik, kesehatan mental, dan kesehatan sosial dan bukan hanya keadaan bebas dari penyakit, cacat, dan kelemahan.”
Dengan demikian tidak cukup suatu masyarakat bebas dari penyakit, tetapi juga harus mencakup keseluruhan, sehat secara total seperti dikemukakan WHO. Untuk mencapainya, masyarakat perlu diberi pendidikan kesehatan yang secara sistematis akan membekali mereka dalam kehidupannya dan merupakan sikap hidup sehari-hari. Sikap hidup merupakan pandangan hidup yang harus ditanamkan pada masayarakat dari mulai lahir sampai hayatnya dan harus menjadi kebiasaan hidup sehari hari dalam keluarga maupun dalam, masyarakat. Dengan demikian, akan terbentuk pribadi-pribadi yang sehat, yang akhirnya dapat menunjang terhadap produktivitas tenaga kerja. Pada saat ini, sebagian besar atau 50% penduduk Indonesia dapat dikatakan tidak sakit akan tetapi juga tidak sehat, umumnya disebut kekurangan gizi (Atmarita, 2004).
Kejadian kekurangan gizi sering terluputkan dari penglihatan atau pengamatan biasa, akan tetapi secara perlahan berdampak pada tingginya angka kematian ibu, angka kematian bayi, angka kematian balita, serta rendahnya umur harapan hidup. Akhir-akhir ini, di masyarakat kita mulai menyeruak banyak masalah kesehatan dan gizi yang perlu mandapat perhatian. Kasus busung lapar misalnya, merupakan contoh betapa pemahaman kese-hatan di masyarakat masih minimal. Sehingga kita tercengang ketika data menunjukkan bahwa di Indonesia anak-anak Balita (di bawah lima tahun) delapan persen menderita busung lapar alias gizi buruk. Kalau proyeksi penduduk Indonesia yang disusun Badan Pusat Statistik tahun 2005 ini jumlah anak Balita usia 0-4 tahun berjumlah 20,87 juta anak (Kom-pas, 28 Mei 2005), itu berarti saat ini ada sekitar 1,67 juta anak Balita yang menderita busung lapar. Belum lagi kasus polio dan kusta yang tahun ini juga sempat mencuat di beberapa daerah di Indonesia. Urusan kesehatan merupakan urusan lingkungan, sikap, dan perilaku masyarakat. Hal ini diper-kuat hasil penelitian Hendrik L. Blum yang dikutif Saeful Millah (Pikiran Rakyat, 3 Juni 2005), bahwa dari empat faktor kunci yang mempengaruhi derajat kese-hatan, maka aspek pelayanan hanya memiliki kontribusi 20%. Sementara sebagian besar 80%, dipengaruhi oleh tiga faktor lainnya. Yaitu, 45% ditentukan oleh lingkungan, 30% perilaku masyarakat, dan 5% ditentukan faktor keturunan. Itu artinya urusan kesehatan bukan hanya urusan dokter, bidan, atau tenaga medis lainnya, melainkan urusan berbagai pihak. Terutama aspek perilaku masyarakat dan lingkungan yang harus mendapat perhatian utama.
Masalah Gizi di Indonesia
Sampai sekarang masalah gizi di Indonesia masih menjadi masalah. Terutama berkaitan dengan gizi kurang dan gizi buruk baik pada balita maupun pada orang dewasa. Pada orang dewasa, gizi kurang dan gizi buruk terdapat pada wanita hamil dan menyusui serta yang berpenghasilan rendah. Kekurangan gizi ini terkait dengan kekurangan : a) kalori dan protein, b) kekurangan vitamin, c) gondok endemik, dan d) anemia gizi. (Depkes, 1990)
Pada saat ini, sebagian besar atau 50% penduduk Indonesia dapat dikatakan tidak sakit akan tetapi juga tidak sehat, umumnya disebut kekurangan gizi (Atmarita, 2004). Kejadian kekurangan gizi sering terluputkan dari penglihatan atau pengamatan biasa, akan tetapi secara perlahan berdampak pada tingginya angka kematian ibu, angka kematian bayi, angka kematian balita, serta rendahnya umur harapan hidup. Program yang dilaksanakan pemerintah terkait dengan gizi ini, diupayakan untuk terus menurun-kan angka penyakit gizi kurang yang umumnya banyak diderta oleh masyarakat berpenghasilan rendah, terutama balita dan wanita. Upaya tersebut mendukung angka kematian bayi dan balita serta kematian ibu.
Program pemerintah juga berupaya untuk berusaha memperbaiki gizi masyarakat pada umumnya melalui pola konsumsi pangan yang makin beraneka ragam, seimbang dan bermutu gizi. Perbaikan tersebut juga diperlukan oleh kelompok masyarakat yang mempunyai resiko terhadap beberapa penyakit, misalnya jantung dan pembuluh darah. Usaha yang digalakan pemerintah yaitu dengan Usaha Perbaikan Gizi Keluarga (UPGK) yaitu untuk meningkatkan gizi dalam tiap keluarga. UPGK ini kegiatannya meliputi kegiatan sebagai berikut :
- Merupakan usaha keluarga untuk memperbaiki gizi seluruh anggota keluarga.
- Dilaksanakan oleh keluarga/masyarakat dengan kader sebagai penggerak masyarakat dan petugas berbagai sector.
- Merupakan bagian dari keluarga sehari-hari dan juga meru-pakan bagian integral dari pembangunan nasional dan kesejahteraan rakyat.
- Secara oprasional adalah rangkaian kegiatan yang saling mendukung untuk melaksanakan alih teknologi sederhana kepada masya-rakat.
Bentuk kegiatannya menurut Depkes (1990) dapat berupa kegiatan sebagai berikut :
- Penyuluhahn gizi masyarakat, dalam hal ini bertujuan agar terjadi proses perubahan pengertian, sikap, dan perilaku yang lebih sehat mengenai kegunaan dan pemanfaatan pelayanan gizi yang tersedia di masyarakat.
- Pelayanan gizi melalui posyan-du, kegiatan ini untuk menu-runkan angka kekurangan protein dan kalori, kebutaan karena kurang vitamin A, serta anmeia untuk ibu hamil.
- Pemanfaatan tanaman pekarangan, kegiatan ini berupa penyuluhan dan bantuan terbatas terhadap pembudidayaan tanaman pekarangan.
2. Makanan Sehat
Ilmu gizi adalah pengetahuan tentang makanan dalam hubungannya dengan kesehatan atau pengetahuan tentang cara memberikan makanan dengan benar, agar tubuh berada keadaan sehat yang sebaik-baiknya. Semua zat gizi dalam badan adalah penting dan harus terdapat dalam makanan sehari-hari. Tidak satupun bahan makanan yang mengandung zat gizi secara lengkap dalam jumlah cukup besar untuk memenuhi kebutuhan badan. Beberapa bahan makanan mengandung banyak protein dan sedikit hidrat arang, yang disebut sumber protein. Beberapa makanan lain banyak mengandung vitamin tetapi sedikit mengandung protein, sumber makanan demikian merupakan makanan sumber vitamin.
3. Kandungan Zat Gizi
Kebutuhan akan zat gizi mutlak dibutuhkan tubuh manusia agar dapat melaksanakan fungsi normalnya. Dalam menentukan besarnya zat gizi harus dimulai dengan menentukan besarnya kebutuhan energi. Menu yang disusun berdasarkan kecukupan energi dan zat gizi penghasil energi seimbang serta dibuat dari bahan makanan yang memenuhi kriteria empat sehat lima sempurna. Pada umumnya mengandung vitamin dan mineral sesuai dengan kebutuhan.
Energi berguna untuk melaksanakan proses metabolisme, melakukan aktivitas fisik, menjalan-kan pencernaan, dan pertumbuhan. Besarnya kebutuhan energi tergantung pada keadaan faktor yang mempengaruhinya, yaitu : berat badan, tinggi badan, umur, lamanya kegiatan, dan sebagainya. Kandungan zat gizi dalam makanan menurut Rusli Lutan dkk. (2000), yaitu harus mengandung : a) protein, yaitu kebutuhan untuk tenaga, b) lemak, untuk sumber energi bagi proses katabolisme, c) karbohidrat, d) vitamin, e) mineral, f) air.
4. Penyakit dan Gizi
Ada beberapa penyakit yang terkait langsung dengan kekurangan gizi ini, yaitu : a) gondok endemik, b) diare, c) kekurangan vitamin (avitaminosis), d) anemia gizi (Depkes, 1990)
- a) Gondok endemik, yaitu pem-besaran kelenjar tyroid akibat kekurangan unsur yodium yang diperlukan untuk pembentukan hormon tyroid dalam waktu lama.
- b) Kekurangan vitamin, menderita salah satu penyakit akibat kekurangan salah satu vitamin. Misalnya kekurangan vitamin A bisa mengakibatkan buta senja, anemia, atau mudah terkena diare.
- c) Anemia gizi adalah keadaan zat merah darah atau Hb lebih rendah dari normal. Akibat kekurangan zat gizi yang diperlukan.
Beberapa faktor yang erat kaitannya dengan perubahan status kesehatan dan gizi penduduk, yaitu mulai dari ketahanan pangan di tingkat rumah tangga, pola asuh, penyakit infeksi/non-infeksi, kesehatan lingkungan, pen-didikan, dan kemiskinan. Ketahanan pangan di tingkat rumah tangga sangat tergantung dari cukup tidaknya pangan dikonsumsi oleh setiap anggota rumah tangga untuk mencapai gizi baik dan hidup sehat. Untuk itu diperlukan survei konsumsi rumah tangga yang mencatat jumlah (kualitas dan kuantitas) yang dikonsumsi setiap hari oleh anggota keluarga. Di daerah masih jarang melakukan survei konsumsi tingkat rumah tangga dan mencatat jumlah yang dimakan untuk setiap individu.
Kebiasaan makan dinilai berdasarkan perilaku anggota rumah tangga mengkonsumsi makanan sehari-hari. Analisis pola asuh yang dapat dikaji adalah pemberian ASI pada anak balita. Masalah kesehatan lingkungan dan pelayanan kesehatan dasar merupakan determinan penting dalam bidang kesehatan. Berubahnya kondisi lingkungan akan berdampak kepada berubahnya kondisi kesehatan masyarakat. Kecenderungan masalah lingkungan yang menjadi issue penting saat ini antara lain: terjadinya perubahan iklim, mulai berkurangnya sumber daya alam, terjadinya pencemaran lingkungan baik terhadap air maupun udara. Tingkat pendidikan sangat berpengaruh terhadap perubahan sikap dan perilaku hidup sehat. Tingkat pengetahuan seseorang tentang sanitasi lingkungan yang lebih tinggi akan memudahkan seseorang atau masyarakat untuk menyerap informasi dan meng-implementasikannya dalam perilaku dan gaya hidup sehari-hari, khususnya dalam hal kesehatan dan gizi.