Uji Bakteriologis Kualitas Air Minum
Air minum merupakan kebutuhan manusia paling penting. Seperti diketahui, kadar air tubuh manusia mencapai 68 persen dan untuk tetap hidup air dalam tubuh tersebut harus dipertahankan. Kebutuhan air minum setiap orang bervariasi dari 2,1 liter hingga 2,8 liter per hari, tergantung pada berat badan dan aktivitasnya. Namun, agar tetap sehat, air minum harus memenuhi persyaratan fisik, kimia, maupun bakteriologis (Suriawiria, 1996).
Air minum adalah air yang digunakan untuk konsumsi manusia. Menurut Departemen Kesehatan, syarat-syarat air minum adalah tidak berasa, tidak berbau, tidak berwarna, dan tidak mengandung logam berat. Walaupun air dari sumber alam dapat diminum oleh manusia, terdapat resiko bahwa air ini telah tercemar oleh bakteri (misalnya Escherichia coli) atau zat-zat berbahaya. Walaupun bakteri dapat dibunuh dengan memasak air hingga 100o C, banyak zat berbahaya, terutama logam, tidak dapat dihilangkan dengan cara ini (Suprihatin, 2006).
Untuk pertama kalinya Indonesia memproduksi air minum dalam kemasan dengan merk “AQUA” pada tahun 1972. Lambat laun perkembangan air minum dalam kemasan berkembang pesat. Tetapi, makin lama harga air minum dalam kemasan terasa mahal dan hanya dapat dijangkau oleh golongan ekonomi menengah ke atas. Celah ini menjadikan bisnis air minum isi ulang memiliki pangsa pasar sendiri. Maraknya bisnis baru ini tidak terlepas dari semakin mahalnya harga air minum kemasan terutama yang bermerek. Harga yang ditawarkan air minum isi ulang dapat lebih murah lantaran tidak memerlukan biaya pengiriman dan pengemasan (Widiarto dan Toto, 2003).
Masyarakat atau pasar masih memiliki persepsi bahwa depot air minum isi ulang ini air bakunya adalah berasal dari sumber mata air pegunungan yang memenuhi syarat-syarat kesehatan. Dalam kenyataannya tidak demikian, air baku dapat diambil dari berbagai sumber. Higienitas depot air minum isi ulang memang tidak dapat ditentukan. Selain kualitas peralatannya, tergantung pula kemampuan dan ketaatan tenaga yang mengoperasikan peralatan tersebut termasuk sikap dan perilaku bersih dan sehatnya. Tenaga yang mengoperasikan dan menangani hasil olahan yang tidak berperilaku bersih dan sehat dapat mencemari hasil olahan (Siswanto, 2004).
Mengingat bahwa air minum yang dijual pada depot air minum rawan pencemaran karena faktor lokasi, penyajian dan pewadahan yang dilakukan secara terbuka dengan menggunakan wadah botol air minum kemasan isi ulang sehingga konsumen perlu mewaspadai hal tersebut. Bakteri coliform dicurigai berasal dari tinja. Oleh karena itu, kehadiran bakteri ini di dalam berbagai tempat mulai dari air minum, bahan makanan ataupun bahan-bahan lain untuk keperluan manusia, tidak diharapkan dan bahkan sangat dihindari. Karena adanya hubungan antara tinja dan bakteri coliform, jadilah kemudian bakteri ini sebagai indikator alami kehadiran materi fekal. Artinya, jika pada suatu subtrat atau benda misalnya air minum didapatkan bakteri ini, langsung ataupun tidak langsung air minum tersebut dicemari materi fekal (Suriawiria, 1996).
Semakin tinggi tingkat kontaminasi bakteri coliform, semakin tinggi pula risiko kehadiran bakteri-bakteri patogen lain yang biasa hidup dalam kotoran manusia dan hewan. Salah satu contoh bakteri patogen yang kemungkinan terdapat dalam air terkontaminasi kotoran manusia atau hewan berdarah panas adalah Shigella, yaitu mikroba penyebab gejala diare, demam, kram perut, dan muntah-muntah (Suprihatin, 2004).
Pengolahan air minum
Pengolahan adalah usaha-usaha teknis yang dilakukan untuk mengubah sifat-sifat suatu zat. Hal ini sangat penting artinya bagi air minum. Dengan perkembangan peradaban serta semakin banyaknya aktivitas manusia, maka mau tidak mau akan menambah pencemaran terhadap air. Laporan keadaan lingkungan di dunia tahun 1992 menyatakan bahwa air sudah saatnya menjadi benda ekonomis, karena itu pengelolaan sumber daya air sangat penting. Pengolahan air minum dilakukan tergantung dari kualitas air baku yang digunakan baik pengolahan sederhana sampai dengan pengolahan yang kompleks. Pengolahan air baku ini dimaksudkan untuk memperbaiki kualitas air sehingga aman dan tidak membahayakan bagi kesehatan masyarakat yang menggunakannya (Suriawiria, 1996).
Pada prinsipnya pengolahan air minum terdiri dari :
- Pengolahan Fisik: Pengolahan ini bertujuan untuk mengurangi atau menghilangkan kotoran - kotoran kasar, penyisiran lumpur serta mengurangi zat-zat organik.
- Pengolahan Kimia: Pengolahan kimia yaitu suatu tingkat pengolahan dengan menggunakan zat kimia untuk membantu proses selanjutnya, misalnya dengan pembubuhan kapur.
- Pengolahan Bakteriologis: Suatu pengolahan untuk membunuh atau memusnahkan bakteri-bakteri yang terkandung dalam air minum yakni dengan cara pembubuhan bahan disinfektan (Suriawiria, 1996).
Persyaratan kualitas air minum (air yang aman untuk dikonsumsi langsung), termasuk DAMIU, diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 907/Menkes/SK/VII/2002, sedangkan persyaratan air minum dalam kemasan diatur sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) Nomor SNI-0l-3553-1996.
Kedua jenis air minum itu selain harus memenuhi persyaratan fisik dan kimia, juga harus memenuhi persyaratan mikrobiologis. Air minum harus bebas dari bakteri patogen (Suprihatin, 2004). Untuk negara berkembang seperti Indonesia perlu didapat cara-cara pengolahan air yang relatif murah sehingga kualitas air yang dikonsumsi masyarakat dapat dikatakan baik dan memenuhi syarat. Parameter yang disyaratkan meliputi :1). Parameter fisik 2). Parameter kimia 3). Parameter mikrobiologis. 4). Parameter radioaktifitas (Anonim, 2002).
Di Indonesia syarat-syarat dan pengawasan kualitas air minum harus sesuai dengan peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 907/MENKES/SK/VII/2002. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 907/Menkes/SK/VII/2002, total coliform per 100 ml air minum adalah 0 (Anonim, 2002).
Mikroorganisme Dalam Air
Air jernih maupun air yang kotor atau tercemar, di dalamnya akan terkandung sejumlah kehidupan yaitu :
a. Pada air jernih, misal yang berasal dari sumur biasa, sumur pompa, sumber mata air dan sebagiannya di dalamnya terdiri dari bakteri, yaitu :
- Kelompok bakteri besi (misal: Crenothrix dan sebagai Sphaerotilus) yang mampu mengoksidasi senyawa ferro menjadi ferri. Akibat kehadirannya, air sering berubah warna kalau disimpan lama yaitu warna kehitamhitaman, kecoklat-coklatan, dan sebagainya.
- Kelompok bakteri belerang (antara lain Chromatium dan Thiobacillus) yang mampu mereduksi senyawa sulfat menjadi H2S akibatnya kalau air disimpan lama akan tercium bau busuk seperti telur busuk.
- Kelompok mikroalga (misal yang termasuk mikroalga hijau, biru, dan kersik), sehingga kalau air disimpan lama di dalamnya akan nampak jasadjasad yang berwarna hijau, biru ataupun kekuning-kuningan, tergantung kepada dominasi jasad-jasad tersebut serta lingkungan yang mempengaruhinya. Lebih jauhnya lagi akibat kehadiran kelompok bakteri dan mikroalga akan mengakibatkan kerugian, misalnya terjadinya proses korosi (pengkaratan) terhadap benda-benda logam yang berada di dalamnya, menjadi bau, berubah warna, dan sebagainya.
b. Pada air yang kotor atau sudah tercemar, misal air selokan, air sungai atau air buangan, di dalamnya akan didapati kelompok bakteri seperti pada air yang masih jernih, ditambah dengan kelompok lainnya, antara lain :
- Kelompok patogen (penyebab penyakit) misal penyebab penyakit tifus, paratifus, kolera, disentri, dan sebagainya.
- Kelompok penghasil racun, misal yang sering terjadi pada kasus keracunan bahan makanan (daging, ikan sayuran dan sebagainya), ataupun jenis-jenis keracunan lainnya yang sering terjadi di daerah pemukiman yang kurang sehat.
- Kelompok bakteri pencemar, misal bakteri golongan coli, yang bahwa kehadirannya di dalam badan air dikategorikan bahwa air tersebut terkena pencemar fekal (kotoran manusia), karena bakteri coli berasal dari tinja/kotoran, khususnya manusia.
- Kelompok bakteri pengguna, yaitu kelompok lain dari bakteri yang mampu untuk mengurai senyawa-senyawa tertentu di dalam badan air. Dikenal kemudian adanya kelompok bakteri pengguna residu pestisida, pengguna residu minyak bumi, pengguna residu deterjen, dan sebagainya (Suriawiria, 1996).