Pengertian sanitasi menurut Ehler dan Steel (1958) adalah sebagai usaha untuk mencegah penyakit dengan cara menghilangkan atau mengatur faktor-faktor lingkungan yang berkaitan dengan rantai penularan penyakit tersebut. Menurut Riyadi (1984), sanitasi lingkungan adalah prinsip-prinsip untuk meniadakan atau setidak-tidaknya menguasai faktor-faktor lingkungan yang dapat menimbulkan penyakit. WHO (cit. Sasimartoyo, 2002) memberikan batasan sanitasi yaitu pengawasan penyediaan air minum masyarakat, pembuangan tinja dan air limbah, pembuangan sampah, vektor penyakit, kondisi perumahan, penyediaan dan penanganan makanan, kondisi atmosfer dan keselamatan kerja.
Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa sanitasi lingkungan mempunyai peranan penting dalam usaha untuk memutuskan mata rantai penularan penyakit DBD dengan cara memodifikasi lingkungan yang dapat menjadi tempat perkembangbiakan vektor penular penyakit DBD. Hasil penelitian Sumengen (1989) di Kodya Sukabumi, Propinsi Jawa Barat, didapat hasil bahwa pengawasan sanitasi lingkungan secara konsisten lebih efektif menurunkan indeks jentik daripada intervensi lain dengan penurunan house index mencapai 13,3, container index 1,0 dan breteau index 13,4.
Ruang lingkup usaha sanitasi lingkungan
Ruang lingkup kegiatan sanitasi lingkungan menurut Riyadi (1984) antara lain mencakup sanitasi perumahan, sanitasi makanan, penyediaan air bersih, pengelolaan sampah, pembuangan air limbah dan kotoran manusia serta pemberantasan vektor. Menurut Depkes RI (1985), usaha perbaikan sanitasi lingkungan merupakan salah satu cara untuk menjaga populasi vektor dan binatang pengganggu tetap pada suatu tingkatan tertentu yang tidak menimbulkan masalah kesehatan.
Pada prinsipnya, usaha sanitasi bertujuan untuk menghilangkan sumber- sumber makanan (food preferences), tempat perkembangbiakan (breeding place) dan tempat tinggal (resting place) yang sangat dibutuhkan vektor dan binatang pengganggu. WHO (2001) menyatakan bahwa aspek penyediaan air bersih, pengelolaan sampah dan perbaikan disain rumah sangat penting kaitannya dengan upaya pengendalian vektor Demam Berdarah Dengue (DBD).
Aspek sanitasi lingkungan
a. Penyediaan air bersih
Sistem penyediaan air untuk keperluan rumah tangga memegang peran penting dalam membangun kehidupan yang sehat. Apabila penduduk memiliki sistem penyediaan air yang aman, seperti sistem perpipaan yang mampu melayani kuantitas dan kualitas air yang cukup, maka penduduk tidak perlu lagi menyediakan Tempat Penampungan Air (TPA) yang menjadi tempat kehidupan telur, larva, pupa Aedes dan menjadi nyamuk Aedes dewasa, dengan demikian kontainer yang dapat menjadi tempat perkembangbiakan jentik berkurang. Sebagai contoh, kota-kota di Spanyol yang letaknya dekat dengan pelabuhan laut yang persediaan airnya terjamin, kontainer yang terinfeksi jentik Aedes berkurang sehingga nyamuk Ae.aegypti sedikit (Focks, 1997).
Kebiasaan penyimpanan air untuk keperluan rumah tangga yang mencakup gentong, baik yang terbuat dari tanah liat, semen maupun keramik serta drum penampungan air. Wadah atau tempat penyimpanan air harus ditutup rapat-rapat setelah diisi penuh dengan air. Jika habitat jentik juga mencakup tangki di atas atau bangunan pelindung jaringan pipa air, bangunan atau benda tersebut harus dibuat rapat. Bangunan pelindung pintu air dan meteran air harus dilengkapi dengan perembesan sebagai bagian dari tindakan pencegahan. Tumpah bocornya dalam bangunan pelindung, dari pipa distribusi, katup air, meteran air dan sebagainya, menyebabkan air tergenang dan dapat menjadi habitat yang penting untuk Ae. aegypti (WHO, 2001).
Sutomo (2005) mengatakan bahwa adanya tempat penampungan air baik di dalam maupun di luar rumah menjadi tempat kehidupan dan perkembangan telur menjadi jentik, pupa, dan akhirnya nyamuk Aedes dewasa yang menularkan DBD.
b. Pengelolaan sampah
Sampah adalah limbah yang berbentuk padat atau setengah padat yang berasal dari hasil kegiatan manusia pada suatu lingkungan pemukiman. Sampah terdiri dari bahan organik dan anorganik, logam atau non logam, dapat terbakar atau tidak mudah terbakar tidak termasuk buangan biologis (kotoran) manusia (Depkes, 1989). Upaya pengelolaan sampah rumah tangga yang dapat diterapkan keluarga untuk mengendalikan tempat berkembangbiaknya Ae. aegypti menurut WHO (2001), antara lain; sampah anorganik seperti kaleng, botol, ember atau benda tidak terpakai lainnya dibuang dan dikubur dalam tanah; peralatan rumah tangga (ember, mangkuk dan alat penyimpan tanaman) harus disimpan dalam kondisi terbalik; pengisian pasir/tanah pada rongga pagar di sekeliling rumah, botol kaca, kaleng dan wadah lainnya ditimbun, dihancurkan atau didaur ulang untuk industri; sampah tanaman (batok kelapa, pelepah kakao) harus dibuang dengan benar; ban-ban bekas yang tidak digunakan harus dikumpulkan dan diletakkan dalam keadaan kering serta terlindung dari air hujan.
Pengelolaan sampah yang tidak efektif mengakibatkan adanya tempat-tempat yang dapat menampung air, termasuk pecahan botol, kaleng, plastik, ban bekas, pot bunga, pelepah daun, dan lain sebagainya, di sekitar perumahan, tempat-tempat umum (TTU) dan sekolah. Pada waktu hujan tempat-tempat tersebut menjadi tempat penampungan air hujan dan menjadi tempat kehidupan jentik Aedes (breeding habitats). Hasil penelitian Tan BT dan BT Teo (cit. Hasyimi. M dan Soekirno M, 2004) di Singapura pada tahun 1996 menemukan adanya jentik (18,7%) pada tempat air bekas. Riyadi (2005) di Lubuk Linggau menemukan adanya jentik Aedes pada ban bekas (57,89%), tempurung (40%), ember bekas (33,33%) dan kaleng bekas (19,67%).