Diabetes mellitus adalah penyakit dengan karakteristik kelebihan gula dalam darah setelah makan dan gula dalam urin yang tidak normal. Ketika tubuh tidak menyerap glukosa dari darah secara efektif maka gula akan berada dalam darah dalam jangka waktu yang cukup lama. Diabetes mellitus merupakan salah satu penyakit degeneratif yang dapat menjangkit 1 dari 20 orang di Amerika (Ronzio, 2003).
Menurut survey yang dilakukan oleh organisasi kesehatan dunia WHO, Indonesia menempati urutan ke-4 terbesar dalam jumlah penderita Diabetes Melitus dengan prevalensi 8,6% dari total penduduk. Temuan ini membuktikan bahwa penyakit Diabetes Melitus merupakan masalah kesehatan masyarakat yang sangat serius. Selain itu di Indonesia, prevalensi masalah tersebut meningkat 2-3 kali lebih cepat dari negara maju. Hasil yang tidak jauh berbeda dengan penelitian WHO juga ditemukan pada penelitian yang dilakukan Departemen Kesehatan, didapatkan bahwa prevalensi Diabetes Melitus sebesar 12,7% dari seluruh penduduk (Depkes, 2005).
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Indonesia (2003) diperkirakan penduduk Indonesia yang berusia diatas 20 tahun sebesar 133 juta jiwa. Dengan prevalensi DM pada daerah perkotaan sebesar 14,7 % dan daerah pedesaan sebesar 7,2 %, maka diperkirakan pada tahun 2003 terdapat diabetisi sejumlah 8,2 juta didaerah perkotaan dan 5,5 juta didaerah pedesaan. Selanjutnya berdasarkan pola penambahan penduduk, diperkirakan 2030 nanti akan ada 194 juta penduduk yang berusia diatas 20 tahun dan dengan asumsi prevalensi DM pada perkotaan (14,7%) dan pedesaan (7,2%) maka diperkirakan 12 juta diabetisi di daerah perkotaan dan 8,1 juta di daerah pedesaan (Perkeni, 2006).
Perlu dilakukan pengelolaan yang baik bagi para penderita DM yang terdiri dari 4 pilar penatalaksanaan diabetes mellitus yakni edukasi, terapi gizi medis, latihan jasmani dan intervensi farmakologis. Pengelolaan DM dimulai dengan terapi gizi medis dan latihan jasmani selama beberapa waktu (2-4 minggu). Apabila kadar glukosa darah belum mencapai sasaran, dilakukan intervensi farmakologis dengan obat hiperglikemik oral (OHO) dan atau suntikan insulin (Perkeni, 2006).
Terapi gizi medis merupakan bagian dari penatalaksanaan diabetes secara total. Prinsip pengaturan makan pada diabetisi hampir sama dengan anjuran makan untuk masyarakat umum yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan gizi masing-masing individu (Perkeni, 2006). Seperti penelitian yang dilakukan secara prospektif di Inggris yang menunjukkan bahwa kontrol glukosa darah yang baik akan mengurangi resiko terjadinya resistensi insulin dan menurunkan resiko penyakit kardiovaskular (Davies et al, 2007).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Hemi Sinorita dkk (2007), disebutkan bahwa gula darah yang terkontrol bukan berdasarkan faktor jenis kelamin ataupun usia tapi lebih dikarenakan lamanya menderita diabetes mellitus, pola makan namun bukan karena edukasi. Pemeliharaan asupan makan, pemeliharaan kesehatan serta kualitas hidup yang baik dapat menghindari dan menjaga dari gejala jangka pendek seperti hypoglycemia dan membebaskan dari komplikasi jangka panjang yang mungkin terjadi. Walaupun rekomendasi gizi untuk pasien diabetes tipe 1 dan tipe 2 pada dasarnya ialah sama. Hanya penitik beratannya yang berbeda. Kombinasi karbohidrat dan asam lemak cis-monounsaturated antara 60 – 70 % dari total asupan energi perhari. Total asupan lemak kurang dari 35 % dari total energi. Asam lemak cis-monounsaturated antara 10 dan 20 % total energi. Saturated dan asam lemak trans dibawah 10 % total energi. Asupan protein antara 10 dan 20 % total energi. Asupan protein tidak boleh lebih rendah dari 0,6 g/kg berat badan tapi asupan protein antara 0,8 g/kg berat badan/ hari. (Mcgough, 2003).
Menurut survey yang dilakukan oleh organisasi kesehatan dunia WHO, Indonesia menempati urutan ke-4 terbesar dalam jumlah penderita Diabetes Melitus dengan prevalensi 8,6% dari total penduduk. Temuan ini membuktikan bahwa penyakit Diabetes Melitus merupakan masalah kesehatan masyarakat yang sangat serius. Selain itu di Indonesia, prevalensi masalah tersebut meningkat 2-3 kali lebih cepat dari negara maju. Hasil yang tidak jauh berbeda dengan penelitian WHO juga ditemukan pada penelitian yang dilakukan Departemen Kesehatan, didapatkan bahwa prevalensi Diabetes Melitus sebesar 12,7% dari seluruh penduduk (Depkes, 2005).
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Indonesia (2003) diperkirakan penduduk Indonesia yang berusia diatas 20 tahun sebesar 133 juta jiwa. Dengan prevalensi DM pada daerah perkotaan sebesar 14,7 % dan daerah pedesaan sebesar 7,2 %, maka diperkirakan pada tahun 2003 terdapat diabetisi sejumlah 8,2 juta didaerah perkotaan dan 5,5 juta didaerah pedesaan. Selanjutnya berdasarkan pola penambahan penduduk, diperkirakan 2030 nanti akan ada 194 juta penduduk yang berusia diatas 20 tahun dan dengan asumsi prevalensi DM pada perkotaan (14,7%) dan pedesaan (7,2%) maka diperkirakan 12 juta diabetisi di daerah perkotaan dan 8,1 juta di daerah pedesaan (Perkeni, 2006).
Perlu dilakukan pengelolaan yang baik bagi para penderita DM yang terdiri dari 4 pilar penatalaksanaan diabetes mellitus yakni edukasi, terapi gizi medis, latihan jasmani dan intervensi farmakologis. Pengelolaan DM dimulai dengan terapi gizi medis dan latihan jasmani selama beberapa waktu (2-4 minggu). Apabila kadar glukosa darah belum mencapai sasaran, dilakukan intervensi farmakologis dengan obat hiperglikemik oral (OHO) dan atau suntikan insulin (Perkeni, 2006).
Terapi gizi medis merupakan bagian dari penatalaksanaan diabetes secara total. Prinsip pengaturan makan pada diabetisi hampir sama dengan anjuran makan untuk masyarakat umum yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan gizi masing-masing individu (Perkeni, 2006). Seperti penelitian yang dilakukan secara prospektif di Inggris yang menunjukkan bahwa kontrol glukosa darah yang baik akan mengurangi resiko terjadinya resistensi insulin dan menurunkan resiko penyakit kardiovaskular (Davies et al, 2007).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Hemi Sinorita dkk (2007), disebutkan bahwa gula darah yang terkontrol bukan berdasarkan faktor jenis kelamin ataupun usia tapi lebih dikarenakan lamanya menderita diabetes mellitus, pola makan namun bukan karena edukasi. Pemeliharaan asupan makan, pemeliharaan kesehatan serta kualitas hidup yang baik dapat menghindari dan menjaga dari gejala jangka pendek seperti hypoglycemia dan membebaskan dari komplikasi jangka panjang yang mungkin terjadi. Walaupun rekomendasi gizi untuk pasien diabetes tipe 1 dan tipe 2 pada dasarnya ialah sama. Hanya penitik beratannya yang berbeda. Kombinasi karbohidrat dan asam lemak cis-monounsaturated antara 60 – 70 % dari total asupan energi perhari. Total asupan lemak kurang dari 35 % dari total energi. Asam lemak cis-monounsaturated antara 10 dan 20 % total energi. Saturated dan asam lemak trans dibawah 10 % total energi. Asupan protein antara 10 dan 20 % total energi. Asupan protein tidak boleh lebih rendah dari 0,6 g/kg berat badan tapi asupan protein antara 0,8 g/kg berat badan/ hari. (Mcgough, 2003).