Berbagai Metoda Pembuangan Akhir Sampah

Written By Lumajangtopic on Sunday, January 24, 2016 | 12:19 AM

Pengertian dan Metode Pembuangan Sampah pada Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah

Pengertian Tempat Pembuangan Akhir (TPA) merupakan tempat dimana sampah mencapai tahap terakhir dalam pengelolaannya sejak mulai timbul di sumber pengumpulan,pemindahan/pengangkutan,pengolahan dan pembuangan. TPA merupakan tempat dimana sampah diisolasi secara aman agar tidak menimbulkan gangguan terhadap lingkungan sekitarnya. Karenanya diperlukan penyediaan fasilitas dan perlakuan yang benar agar keamanan tersebut dapat dicapai dengan baik.

Selama ini masih banyak persepsi keliru tentang TPA yang lebih sering dianggap hanya merupakan tempat pembuangan sampah. Hal ini menyebabkan banyak Pemerintah Daerah masih merasa saying untuk mengalokasikan pendanaan bagi penyediaan fasilitas di TPA yang dirasakan kurang prioritas disbanding dengan pembangunan sektor lainnya.

Di TPA, sampah masih mengalami proses penguraian secara alamiah dengan jangka waktu panjang. Beberapa jenis sampah dapat terurai secara cepat, sementara yang lain lebih lambat; bahkan ada beberapa jenis sampah yang tidak berubah sampai puluhan tahun; misalnya plastik. Hal ini memberikan gambaran bahwa setelah TPA selesai digunakanpun masih ada proses yang berlangsung dan menghasilkan beberapa zat yang dapat mengganggu lingkungan. Karenanya masih diperlukan pengawasan terhadap TPA yang telah ditutup.

Metoda Pembuangan Sampah
Pembuangan sampah mengenal beberapa metoda dalam pelaksanaannya yaitu :

1. Open Dumping
Open dumping atau pembuangan terbuka merupakan cara pembuangan sederhana dimana sampah hanya dihamparkan pada suatu lokasi; dibiarkan terbuka tanpa pengamanan dan ditinggalkan setelah lokasi tersebut penuh. Masih ada Pemda yang menerapkan cara ini karena alasan keterbatasan sumber daya (manusia, dana, dll). Cara ini tidak direkomendasikan lagi mengingat banyaknya potensi pencemaran lingkungan yang dapat ditimbulkannya seperti:
  • Perkembangan vektor penyakit seperti lalat, tikus, dll
  • Polusi udara oleh bau dan gas yang dihasilkan
  • Polusi air akibat banyaknya lindi (cairan sampah) yang timbul
  • Estetika lingkungan yang buruk karena pemandangan yang kotor
2. Control Landfill
Metoda ini merupakan peningkatan dari open dumping dimana secara periodik sampah yang telah tertimbun ditutup dengan lapisan tanah untuk mengurangi potensi gangguan lingkungan yang ditimbulkan. Dalam operasionalnya juga dilakukan perataan dan pemadatan sampah untuk meningkatkan efisiensi pemanfaatan lahan dan kestabilan permukaan TPA.

Di Indonesia, metode control landfill dianjurkan untuk diterapkan di kota sedang dan kecil. Untuk dapat melaksanakan metoda ini diperlukan penyediaan beberapa fasilitas diantaranya :
  • Saluran drainase untuk mengendalikan aliran air hujan
  • Saluran pengumpul lindi dan kolam penampungan
  • Pos pengendalian operasional
  • Fasilitas pengendalian gas metan
  • Alat berat
3. Sanitary Landfill
Metode ini merupakan metode standar yang dipakai secara internsional dimana penutupan sampah dilakukan setiap hari sehingga potensi gangguan yang timbul dapat diminimalkan. Namun demikian diperlukan penyediaan prasarana dan sarana yang cukup mahal bagi penerapan metode ini sehingga sampai saat ini baru dianjurkan untuk kota besar dan metropolitan.

Persyaratan Lokasi TPA
Mengingat besarnya potensi dalam menimbulkan gangguan terhadap lingkungan maka pemilihan lokasi TPA harus dilakukan dengan seksama dan hati-hati. Hal ini ditunjukkan dengan sangat rincinya persyaratan lokasi TPA seperti tercantum dalam SNI tentang Tata Cara Pemilihan Lokasi Tempat Pembuangan Akhi Sampah; yang diantaranya dalam kriteria regional dicantumkan :
  1. Bukan daerah rawan geologi (daerah patahan, daerah rawan longsor, rawan gempa, dll)
  2. Bukan daerah rawan hidrogeologis yaitu daerah dengan kondisi kedalaman air tanah kurang dari 3 meter, jenis tanah mudah meresapkan air, dekat dengan sumber air (dalam hal tidak terpenuhi harus dilakukan masukan teknologi)
  3. Bukan daerah rawan topografis (kemiringan lahan lebih dari 20%)
  4. Bukan daerah rawan terhadap kegiatan penerbangan di Bandara (jarak minimal 1,5 – 3 km)
  5. Bukan daerah/kawasan yang dilindungi
 
berita unik