JPSBK Sebagai Indikator Kebijakan Penganggaran Bidang Kesehatan
Salah satu tujuan nasional bangsa Indonesia seperti termaktub dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yaitu memajukan kesejahteraan umum. Untuk mewujudkan tujuan nasional tersebut diselenggarakan pembangunan nasional secara berencana, menyeluruh, terpadu, terarah dan berkesinambungan. Untuk tercapainya tujuan pembangunan nasional tersebut dibutuhkan antara lain tersedianya sumber daya manusia yang tangguh, madiri serta berkualitas. Data UNDP tahun 1997 mencatat bahwa Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia masih menempati urutan ke 106 dari 176 negara (Rencana Pembangunan Kesehatan Menuju Indonesia Sehat 2010). Tingkat pendidikan, pendapatan serta kesehatan penduduk Indonesia memang belum memuaskan. Menyadari bahwa tercapainya tujuan pembangunan nasional merupakan kehandak dari seluruh rakyat Indoneisa, dan dalam rangka menghadapi makin ketatnya persaingan bebas pada era globalisasi, upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia harus dilakukan. Dalam hal ini peranan keberhasilan pembangunan kesehatan sangat menentukan. Penduduk yang sehat bukan saja akan menunjang keberhasilan program pendidikan, tetapi juga mendorong peningkatan produktivitas dan pendapatan penduduk.
Dari kesemuanya itu, menunjukkan bahwa pembangunan nasional yang optimal dapat tercapai apabila pembangunan kesehatan masyarakat dapat terwujud. Keterkaitan keduanya sangat jelas dalam implementasi pelaksnaan pembangunan nasional. Salah satu modal dasar dalam pelaksanaan pembangunan nasional adalah kondisi kesehatan masyarakat yang baik. Di dalam pembangunan nasional juga harus diperhatikan pelaksanaan pembangunan kesehatan. Keduanya ini harus berjalan seimbang agar dapat mencapai tujuan yang diharapkan bagi semua yaitu kemakmuran dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pembangunan Kesehatan dimaksud merupakan proses perubahan tingkat kesehatan masyarakat dari tingkat yang kurang baik menjadi lebih baik sesuai dengan standar kesehatan. Perubahan ini dapat dikenali dengan mengamati kasus kematian bayi. Masyarakat yang tingkat kesehatannya buruk, maka angka kematian bayinya tinggi. Penyebab kematian anak dan penduduk usia muda agaknya mempunyai pola serupa dengan bayi, walaupun angkanya lebih rendah. Dan pada kelompok dewasa, angka kematian/kesakitan akibat penyakit menular tampaknya sama dengan kelompok usia muda. Di sini menunjukkan bahwa apabila tingginya angka kematian dan kesakitan pada penduduk terutama golongan usia produktif dapat menurunkan kualitas sumber daya manusianya. Oleh sebab itu, pembangunan kesehatan dapat disebut juga pembangunan yang dilakukan sebagai investasi dari sumber daya manusia.
Hubungannya dengan pembangunan nasional yaitu masyarakat yang memiliki kesehatan yang baik, fisik maupun mental dapat melakukan aktivitasnya secara produktif sehingga dapat mengabdikan diri untuk membangun negeri ini. Sumber daya manusia yang berkualitas dengan didukung kesehatan prima dapat menciptakan suatu kondisi yang dapat menimbulkan terobosan baru dan pemikirn baru tentang pembangunan nasional terutama dalam peningkatan pertumbuhan dibidang ekonomi sosial dan budaya. Penduduk yang sehat akan berpikiran maju dan berusaha dengan sekuat tenaga untuk selalu menginginkan perubahan dari kondisi ia sekarang ini.
Pembangunan nasional di segala bidang sangat membutuhkan kondisi masyarakat yang sehat sosial, mental, jasmani dan ekonomi dalam pelaksanaannya. Kesemua unsur dari sehat tersebut sangat berketergantungan dan mempengaruhi pelaksanaan pembangunan suatu bangsa termasuk Indonesia. Dimisalkan pada bidang sosial, masyarakat yang tidak dapat bersosialisasi dengan masyarakat lainnya tidak dapat maju dikarenakan mereka kurang menerima informasi terbaru tentang kemajuan yang dicapai masyarakat lain dan pembangunan pada diri masyarakat tersebut akan terhambat dengan keterbatasan yang mereka miliki, sehingga untuk melakukan pembangunan pada bidang lainnya juga terhambat yang pada akhirnya mereka menjadi masyarakat terkebelakang yang tertinggal dari masyarakat/negara lainnya.
Pada sisi lain, pembangunan nasional diharapkan pembangunan yang berwawasan kesehatan dapat dijadikan komitmen bersama dalam pelaksanaannya. Pembangunan yang tidak hanya memikirkan tentang pembangunan fisik dan ekonomi saja tetapi juga memkirkan dampak dari pembangunan yang dilaksanakan terhadap kesehatan baik dalam kesehatan manusianya maupun kesehatan lingkungannya. Disini diminta para pelaku pembangunan dalam melakukan kegiatannya juga memikirkan kesehatan dari sumber daya manusianya dan lingkungan tempat mereka berusaha.
Persepsi yang ditanamkan yaitu pembangunan yang dilaksnakan tidak hanya untuk masa sekarang tetapi untuk masa yang akan datang. Sebab apabila pembangunan tanpa perencanaan pembangunan yang berwawasan kesehatan maka ada masa yang akan datang akan menimbulkan permasalahan yang kompleks yaitu masalah sumber dya dan masalah kesehatan yang semakin meningkat, yang pada akhirnya kehancuran yang didapat. Maka dari itu kesehatan dan pembangunan nasional tidak dapat dilepaskan keterkaitannya dalam implementasinya di suatu negara yang ingin maju.
Derajat kesehatan masyarakat berhubungan erat dengan kondisi pembangunan nasional khususnya pembangunan sosial ekonomi. Kondisi krisis moneter pada saat ini dikhawatirkan memberi pengaruh terhadap kualitas kesehatan penduduk, bahkan ada penurunan. Namun diharapkan ada perhatian khusus tentang lingkungan hidup dan penduduk yang rentan seperti ibu, bayi, anak , usia produktif dan lansia. Kondisi kesehatan di Indonesia masih memprihatinkan, ini ditunjukkan dengan masih tingginya angka kematian ibu yaitu 390 dari 100.000 kelahiran hidup, ini lebih tinggi tiga sampai enam kali angka kematian ibu di negara-negara ASEAN. Sementara nagka kematian bayi 41 dari 1000 kelahiran hidup, ini lebih tinggi dari Singapura 4 dari 1000 kelahiran hidup dan Malaysia 12 dari 1000 kelahiran hidup. Di samping itu Indonesia juga memiliki penderita tuberculosis nomor tiga di dunia, begitu juga kusta. Belum lagi maslah ketersediaan air bersih atau sanitasi lingkungan.
Menurut Sutamihardja (staf ahli Menneg Lingkungan Hidup bidang lingkungan global) dalam dokumen Agenda 21 Global (hasil Konfrensi Rio) disebutkan antara lingkungan, pertumbuhan ekonomi (pembangunan nasional) dan kesehatan, selain memiliki keterkaitan yang erat juga memerlukan upaya intersektoral serta harus berorientasi pada upaya promotif dan prefentif. Secara empirik, pembangunan nasional (sosial-ekonomi) yang sedang berjalan juga maemiliki kontribusi dalam bidang kesehatan masyarakat. Indikatornya tampak jelas dengan menurunnya angka kematian dan penyakit menular, yang diikuti pula meningkatnya angka harapan hidup.
Tetapi di lain fihak, berbagai masalah kesehatan masyarakat baru muncul bertalian dengan urbanisasi, pencemaran, pemukiman penduduk yang berdesakan, gangguan penyakit jantung dan kekurangan gizi selain yang disebutkan di atas. Perkembangan derajat kesehatan masyarakat di Indonesia mengikuti pola universal, yakni dengan perbaikan sosio ekonomi serta terjadi pertukaran derajat kesehatan masyarakat. Kondisi kesehatan di Indonesia juga memiliki kecenderungan berdimensi lokal. Percepatan pembangunan sosio ekonomi antar pulau dapat menyebabkan variabilitas derajat kesehatan serta problematika antar pulau dan wilayah. Kesehatan berkaitan erat dengan sosio budaya masyarakat setempat, dan pada hakikatnya dengan berjalannya pembangunan ekonomi di daerah-daerah, maka Indonesia akan menjadi kota pulau yaitu timbulnya perkotaan baru.
Salah satu yang dihadapi penduduk perkotaan yang berkaitan dengan bidang kesehatan yaitu kesehatan lingkungan pemukiman, khususnya pemukiman kukuh atau pemukiman yang jauh dari tempat kerja. Mereka menghadpi potensi bahaya kesehatan seperti kurangnya sarana air bersih, timbulnya penyakit menular, pencemaran, kekurangan gizi dan masalah lain yang berkaitan dengan kesehatan. Dampak yang sangat tidak menguntungkan dari permasalahan kesehatan tersebut memberi kontribusi terhambatnya pembangunan dikarenakan terjadinya penurunan kualitas hidup manusi yang pada akhirnya sumber daya yang diharapkan untuk melaksanakan pembangunan tidak dapat bersaing dengan negara lain dan kualitasnya pun rendah. Penduduk usia produktif tidak dapat melakukan pekerjaannya yang optimal dikarenakan kesehatan dan taraf hidup yang masih rendah. Keadaan tersebut diperparah lagi dengan penurunan proses kegiatan ekonomi masyarakat.
Permasalahan status gizi buruk yang diakibatkan terjadinya krisis ekonomi di Indonesia sangat berpengaruh terhadap perkembangan kemajuan sumber daya manusia. Status gizi yang buruk terutama pada penduduk yang rentan seperti bayi, anak, ibu dan remaja dapat menyebakan kemunduran kualitas manusianya. Dampak
yang terjadi sangat nyata akan terlihat pada masa yang akan datang. Generasi yang diharapkan meneruskan pembangunan nasional akan sulit sekali mendapatkan generasi yang dapat berkarya dan menciptakan teknologi baru untuk kemajuan bangsa. Masalah gizi buruk tersebut juga merupakan masalah kesehatan yang dapat menimbulkan permasalahan lain, seperti rendahnya daya tahan tubuh sehinggamudah sekali untuk terserang penyakit. Pada akhirnya generasi yang akan datang tidak tangguh untuk menghadapi segala persaingan yang global.
Kondisi negara yang mengalami keterpurukan ekonomi memberi dampak bagi kelangsungan kesehatan masyarakat yang menurunkan produktivitas kerja sehingga pada akhirnya menyebabkan terhambatnya pembangunan nasional. Hal ini juga ditambah lagi dengan rendahnya anggaran yang diterima pada bidang kesehatan sebesar 2,6% dari APBN yang seharusnya minimal 6 %, membuat tingkatkesehatan semakin terpuruk. Ini ditandai dengan meningkatnya penderita gizi buruk dikalangan golongan rentan.
Keterbatasan anggaran tersebut menyebabkan keterbatasan pelaksanaan rogram kesehatan bagi seluruh masyarakat. Program yang paling mendesak dan dianggap tepat sasaran adalah pelaksanaan program JPSBK. Program ini bertujuan mengatasi dampak krisis ekonomi terhadap kesehatan dan gizi. Sasarannya keluarga miskin yaitu keluarga Pra Sejahtera dan Keluarga Sejahtera I, dengan alasan ekonomi serta keluarga miskin yang ditetapkan Tim desa.
Kegiatan JPSBK dibagi menjadi dua kelompok. Pelayanan kesehatan langsung berupa pelayanan kesehatan dasar di puskesmas dan jaringannya, perbaikan gizi, pelayanan pencegahan dan pemberantasan penyakit menular (P2M) dan kesehatan lingkungan, pelayanan kebidanan oleh bidan di desa serta pelayanan kesehatan rujukan di rumah sakit kabupaten/kodya. Selain itu ada kegiatan penunjang yang antara lain Pemantapan Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi(SKPG), revitalisasi posyandu, Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyrakat (JPKM), pelatihan tenaga kesehatan dan pemantauan program.
Tahun anggaran 1999/2000, seluruh kegiatan program JPSBK dibiayai dari pinjaman Bank Pembangunan Asia (ADB) melalui Project Loan Health Nutrition Sector Development Program sebesar 819,5 Milyard. Pelayanan bagi masyarakatmiskin terus dilanjutkan, karenanya perlu disediakan dana APBN, walau program JPSBK telah berakhir. Sejauh ini keluarga miskin yang mendapatkan pelayanan kesehatan puskesmas sebanyak 6,4 juta, sedangkan ibu hamil yang mendapat pelayanan kebidanan 296.979 orang, ibu nifas yang mendapatkan pelayanan kesehatan 371.407 orang, ibu hamil/nifas kekurangan energi kronis yang mendapatkan pemberian makanan tambahan berjumlah 382.632 orang, bayi usia 6-11 bulan yang mendapat PMT 400.044 anak serta anak usia 12-23 bulan yang mendapat PMT 1.008.812 anak (Kompas).
Program JPSBK sangat berguna bagi kelanjutan pembangunan nasional, karena program ini memiliki sasaran untuk semua rakyat agar dapat hidup lebih sehata. Berdasarkan penelitian lima perguruan tinggi, program JPSBK telah mencapai hasil sebagaiman diharapkan, meski masih perlu perbaikan. Ketepatan sasaran JPSBK cukup tinggi yaitu 91-97% (Medika). Masalah gizi merupakan masalah yang kompleks yang juga berdampak terhadap pelaksanaan pembangunan nasional. Secara mikro, kekurangan gizi dapat disebabkan oleh tidak tersedianya atau berkurangnya persediaan pangan di tingkat rumah tangga, kurangnya pengetahuan dan perilaku masyarakat dalam pemeliharaan gizi, keadaan kesehatan terutama penyakit infeksi yang mempengaruhi penggunaan zat gizi oleh tubuh. Secara makro masalah gizi dipengaruhi faktorpenurunan daya beli, kegagalan panen, kesulitan distribusi, akses pelayanan kesehatan dan faktor sosial budaya.
Penanganan kekurangan gizi memerlukan pendekatan secara menyeluruh dalam bentuk program yang melibatkan berbagai sektor terkait. Perhatian perlu dititikberatkan pada setiap jalur pangan, mulai dari produksi, distribusi, konsumsi sampai masalah pelayanan gizi dan kesehatan. Depkes telah melakukan revitalisasi SKPG dan mencanangkan Gerakan Penanggulangan Masalah Pangan dan Gizi, untuk memobilisasi seluruh potensi yang ada di masyarakat dan sektor terkait, untuk memenuhi kecukupan pangan di tingkat keluarga, melacak setiap kasus gizi buruk serta mencegah dan menanggulangi masalah gizi kurang.
Penanggulangan masalah gizi kurang juga dilakukan di tempat pengungsian akibat bencana dan kerusuhan massa terutama pada kelompok rentan, dalam bentu Blendeed food, susu, beras serta lauk pauk. Kesemuanya itu dalam rangka pemulihan dan pemeliharaan kesehatan agar dapat kembali hidup normal dan dapat melaksanakan aktivitasnya untuk membangun bangsa. Salah satu yang juga termasuk bagian program JPSBK yaitu pemberian kartu sehat kepada kelompok masyarakat miskin yang pada kenyataannya tidak semua mendapatkannya yang diakibatkan keterbatasan dana maupun kesalahan pemilihan keluarga miskin. Tetapi program ini sangat berguna bagi masyarakat yang membutuhkan dan tidak mampu dalam membayar pelayanan kesehatan yang diterimanya.
Kartu sehat yang diberikan kepada keluarga miskin dipergunakan sesuai dengan keadaan/kondisi mereka, sehingga kesehatan masyarakat golongan tersebut dapat dipertahankan dan dipelihara. Pemakaian kartu sehat dapat terus dilanjutkan, tetapi pemakiannya diharapkan tidak menimbulkan ketergantungan. Program yangtidak kalah pentingnya dalam mengatasi masalah kesehatan yaitu yang berkaitan dengan lingkungan. Kesehatan lingkungan sangat penting, karena lingkungan yang sehat maka keadaan masyarakatnya pun akan sehat. Karena lingkungan merupakan akar dari masalah kesehatan, maka pelayanan kesehatan primer harus menyangkut kesehatan lingkungan, seperti kualitas makanan, kualitas air dan udara serta bebas dari ancaman penyakit menular. Posyandu sangat tepat untuk memberikan pelayanan kesehatan di desa maupun di kota. Mengingat dimensi variabilitas antar wilayah sangat tinggi, maka muatan kesehatan lingkungan melalui posyandu dalam rangka pemenuhan kesehatan dasar perlu dilakukan pembedaan substansi muatan kesehatan lingkungan yang berbasis pada problematika lokal(spesial). Ini dilakukan khususnya bagi kelompok rentan (bayi, anak, remaja, ibu hamil) sehingga tepat sasaran. Dasar pendekatan spesial dengan cara membangun informasi kesehatan lingkungan. Selain itu regionalisasi sumber informasi kesehatan masyarakat yang berbasis kewilayahan dengan acuan ekosistem dan topografi serta tata ruang. Sistem informasi sebagai basis pembangunan kesehatan masyarakat harus diintegrasikan dengan sistem kesehatan lingkungan berbasil spasial. Oleh sebab itu dalam penyelesaian masalah perlu adanya usaha-usaha yang terintegrasi dengan perekonomian.
Masyarakat agar mampu memberikan sumbangau bagi peningkatan perekonomian nasional, maka diperlukan program pelayanan kesehatan primer khususnya bagi kelompok yang rentan seperti balita, remaja ataupun perempuan produktif, terutama pada lingkungan kumuh dan lingkungan kerja informal. Hal lain yang perlu dilakukan program pengendalian pencemaran berbasis kesehatan untuk menurunkan pencemaran lingkungan hingga mencapai baku mutu lingkungan yang telah ditetapkan, serta pengembangan metode analisis damapak kesehatan lingkungan yang merupakan bagian integral dari kegiatan Analisi Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Demikian pula sistem pemantauanatau sistem informasi kesehatan lingkungan akibat kegiatan proyek yang memiliki dampak penting khususnya terhadap masyarakat.
Pelaksanaan strategi dan implementasinya perlu disadari bahwa pembangunan kesehatan memiliki keterkaiatan erat dengan pertumbuhan sosial ekonomi (Pembangunan Nasional) dan kondisi lingkungan sehingga diperlukan lintas sektor dan keterlibatan kelompok dalam masyarakat baik dari lembaga pemerintah maupun pelaku pembangunan lainnya. Program-program kesehatan yang telah diuraiakan di atas menunjukkan sangat perlu dilaksanakan dan merupakan program yang diharapkan tepat sasaran. Pelaksanaannya tidak terlepas dari partisipasi masyarakat dan juga bantuan teknis dari pemerintah. Keberhasilan program dapat mengurangi bahkan mengatasi masalah kesehatan yang ada, sehingga masyarakat menjadi lebih baik dan mandiri, yang selanjutnya menjadikan sumber daya manusi yang berkualitas untuk membangun negeri ini.
Kesehatan merupakan modal yang sangat berharga dalam pelaksanaan pembangunan nasional. Perbaikan mutu kesehatan masyarakat berdampak pada meningkatnya kualitas hidup masyarakat dan juga meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Kualitas sumber daya manusia yang baik, maka dapat menjadi modal untuk membangun bangsa ke arah yang lebih maju.